Dikatakan tidak terasa, tapi tidak juga. Semester ini akhirnya terlewati dengan kurang tidur dan tugas yang menggunung. Sebentar lagi liburan akhir semester dimulai. Shaka, Yuvan, Arsen, Eryna dan Najla sedang berkumpul di cafe.
“Taun baruan ngapain nih kita?” ucap Arsen,
“Muncak yu? Ntar kita camping.” ucap Yuvan memberikan ide.
“Alah gaya lo muncak, naik tangga aja ngos ngosan. Tapi, boleh juga” ucap Shaka.
“Lo lagi ngomongin diri sendiri apa gimana si?” tanya Yuvan,
“Bakar bakaran enak kali ya,” ucap Shaka.
“Muncak belom nyampe, pikiran lo udah makanan lagi,” ledek Yuvan.
Tidak mungkin pembicaraan ini semudah itu. Shaka, Yuvan, dan perdebatan mereka yang tidak terpisahkan. Di satu sisi mereka satu pemikiran, tapi juga saling meledek.
“Kalian gimana? Mau join juga?” ucap Arsen mengarahkan pandangannya ke arah Eryna dan Najla, menghiraukan percakapan Yuvan dan Shaka.
“Kalo Najla di izinin ikut, berarti gue juga dikasih izin.” ucap Eryna.
“Kalo ranking akhir semester ini bagus, kemungkinan gue di izinin tinggi.” ucap Najla.
“Cewek kalo minta izin ribet juga ya, gue yang ikut izin deh? Kalo gue yang ngomong pasti langsung dapet golden ticket,” ucap Yuvan.
“Gausah minta izin aja gimana?” ucap Shaka enteng.
“Mulut lo sembarangan banget si” ucap Arsen.
“Ya kan ngomong doang mah gampang,” ucap Shaka nyengir.
“Lo punya satu mulut aja ga bisa ngatur, gimana kalo punya dua?” ucap Yuvan menggelengkan kepala.
“Ah elu van, kayak yang bisa ngatur aja,” ucap Shaka. Pembahasan ini semakin panjang karena sebagian besar mereka hanya meledek satu sama lain.
Hari pembagian rapor telah dilewati, Najla masuk dalam urutan 3 besar. Dengan segala cara ia memohon minta izin, agar bisa ikut acara tahun baruan dengan teman-temannya. Karena ia anak bungsu ia bukan hanya meminta izin kepada orang tuannya ia juga harus mendapat persetujuan dari kakaknya.
“Udah si di rumah aja, mau main petasan? Mau beli sebanyak apa? Mau jagung bakar? Mau makan berapa banyak? Dibeliin tapi tetep di rumah”
Padahal bukan itu yang ia mau. Ia tidak terlalu suka petasan karena suaranya yang keras dan baunya tidak enak, ia juga tidak terlalu suka jagung bakar ia pikir rasanya tidak ada yang spesial. Ia hanya ingin melakukan hal ini bersama teman-temannya, menghabiskan waktu, membuat kenangan dan lainnya. Di masa depan belum tentu ia mempunyai teman dan kesempatan untuk melakukan hal hal seperti ini.
Tapi akhirnya, dengan bantuan dari Eryna, Najla berhasil mendapatkan izin. Karena bagaimanapun izin dari orang tua Eryna dipengaruhi salah satu factor penting, yaitu kehadiran Najla dan restu keluarganya.
Setelah mendapat kan izin, mereka membeli perlengkapan yang diperlukan bersama-sama. Mereka membeli gantungan couple, membeli barang yang modelnya serupa tapi dengan warna yang berbeda, melihat-lihat barang yang sebenarnya tidak akan mereka beli, dan mereka juga berkeliling cukup lama.
Hari yang dinantikan tiba, mereka semua sangat bersemangat. Arsen yang membawa kayu bakar, Yuvan membawa kamera kebanggaannya, dan Shaka juga membawa gitar kesayangannya. Sedangkan Eryna ia membawa makanan dan Najla ia membawa P3K. Tidak lupa mereka berdoa sebelum memulai perjalanan. Tentu saja dengan bawaan mereka yang seperti ini, mereka tidak mendaki gunung manapun. Bisa dibilang kemah di dataran yang sedikit lebih tinggi? Mereka memang harus berjalan kaki dengan track yang menanjak, namun tidak setinggi gunung.
Najla sangat menikmati perjalanan yang ia tempuh dengan pemandangan yang memanjakan mata dan keindahan yang jarang ia temukan di kehidupan sehari hari. Sesekali Yuvan juga mengabadikan momen ini.
Setelah sampai, mereka beristirahat sejenak lalu kemudian mendirikan tenda. Usaha yang panjang dan perjalanan yang melelahkan langsung terbayarkan ketika melihat pemandangan disana. Mereka berlima duduk berjajar. Yuvan mengabadikan momen tersebut dan Shaka memetik gitarnya.
Warna hijau dan perumahan warga sejauh mata memandang, ditemani suara gitar Shaka dan satu dua capung yang beterbangan di langit yang berwarna jingga dengan semburat merah. Matahari sudah tenggelam menandakan malam akan semakin gelap. Tanpa sadar, hawa dingin mulai menusuk kulit, Arsen dengan sigap menyalakan api unggun dibantu oleh Shaka dan Yuvan. Bulan yang terlihat sangat indah, bintang yang bertebaran di langit terlihat lebih terang dari biasanya, kunang kunang mulai menampakan wujudnya tidak ketinggalan suara jangkrik pun ikut terdengar.
Posisi mereka saat ini melingkari api unggun, jam menunjukan pukul setengah delapan. Udara semakin dingin tetapi tidak ada satupun nyamuk yang terlihat.
“Duh cape nih gue main gitar mulu!” keluh Shaka.