Caraval #2: Legendary

Noura Publishing
Chapter #1

TUJUH TAHUN LALU

Beberapa kamar di kediaman mereka memiliki monster yang bersembunyi di bawah ranjang, tetapi Tella percaya kamar ibunya menyembunyikan ilmu tenung. Selarik cahaya zamrud menaburi udara seolah ada peri yang datang bermain setiap kali ibunya pergi. Kamar itu beraroma bunga-bunga yang dipetik dari kebun-kebun rahasia, dan meskipun tidak ada angin yang berembus, tirai tipis yang mengelilingi tempat tidur megah berkanopi itu beriak-riak. Di langit-langit, lampu gantung berwarna kulit limau menyapa Tella dengan denting kaca yang beradu, membuat gadis itu berkhayal kamar ibunya adalah portal ajaib menuju dunia lain.

Kaki-kaki mungil Tella tidak bersuara saat dirinya berjingkat melintasi karpet gading tebal menuju lemari ibunya. Dia menengok ke belakang sebelum merenggut kotak perhiasan ibunya cepat-cepat. Kotak yang terbuat dari cangkang kerang mengilap, dilapisi kerawang emas berbentuk jaring laba-laba itu terasa licin dan berat di tangan Tella. Gadis itu senang berpura-pura bahwa benda itu juga memiliki kekuatan sihir karena meskipun jemarinya kotor, sidik jarinya tidak pernah tertinggal.

Ibu Tella tidak pernah keberatan jika putri-putrinya bermain-main dengan gaunnya atau mencoba selopnya yang mewah, tetapi dia meminta mereka agar tidak menyentuh kotak tersebut. Larangan itu malah membuat Tella semakin penasaran.

Scarlett bisa menghabiskan sesorean berkhayal tentang pertunjukan keliling seperti Caraval, tetapi Tella ingin mengalami pertualangan sungguhan.

Hari ini, Tella sedang berpura-pura ada seorang ratu bengis menyandera seorang pangeran peri, dan untuk menyelamatkannya, dia harus mencuri cincin opal ibunya, perhiasan favorit Tella. Batu itu sewarna susu, mentah dan kasar, berbentuk seperti percik bintang dengan ujung-ujung tajam yang terkadang menusuk jemarinya. Namun, ketika Tella mengarahkan batu opal itu ke sumber cahaya, batu tersebut berkilauan, membuat ruangan dipenuhi cahaya keemasan bercampur merah ceri dan lavendel yang menyembunyikan kutukan sihir dan debu-debu peri pemberontak.

Sayangnya, lingkar kuningannya terlalu besar untuk jari Tella. Dia selalu menyelipkannya di jari setiap kali membuka kotak tersebut, berharap dirinya sudah tumbuh semakin besar. Namun, hari ini, ketika cincin itu melingkari jarinya, dia memperhatikan hal lain.

Lampu gantung di langit-langit juga ikut bergeming seolah sama terperangahnya.

Tella mengenali semua benda dalam kotak perhiasan ibunya: pita beledu dengan lis emas yang dilipat rapi, anting-anting merah darah, botol perak pudar yang kata ibunya berisi air mata malaikat, liontin gading yang tidak bisa dibuka, gelang legam yang lebih cocok berada di lengan seorang penyihir alih-alih pergelangan tangan ibunya yang elegan.

Satu-satunya benda yang tidak pernah Tella sentuh adalah pundi-pundi bedak kelabu kotor yang baunya seperti daun berjamur dan permakaman. Benda ini mengusir goblin, goda ibunya suatu ketika. Tella memilih jauh-jauh dari benda itu.

Namun, hari ini kantong kecil jelek itu bergetar, menarik perhatian Tella. Sesaat, benda itu tampak seperti gumpalan lapuk berbau busuk. Sekedip kemudian, di tempat semula muncul setumpuk kartu mengilap yang diikat pita satin halus. Kemudian, benda itu kembali menjadi kantong jelek sebelum berubah lagi menjadi setumpuk kartu.

Tella meninggalkan permainan sandiwaranya, meraih tali sutra itu dan mengambil tumpukan kartu dari kotaknya. Seketika, benda itu berhenti bergerak-gerak.

Kartu-kartu itu sangat cantik. Berwarna nuansa malam hingga hampir-hampir hitam, dengan bintik-bintik emas yang berkilauan di bawah pancaran cahaya, dengan untaian cetak timbul merah-violet yang membuat Tella memikirkan bunga-bunga lembap, darah penyihir, dan sihir.

Kartu-kartu ini berbeda dengan kartu hitam-putih tipis yang sering dipakai para penjaga ayahnya untuk mengajari Tella bermain taruhan. Tella duduk di karpet. Jemarinya yang cekatan menggelenyar saat dirinya membuka ikatan pita dan membalik kartu pertama.

Lihat selengkapnya