CAREN

IS KUN
Chapter #3

Lelaki yang Tidak Ingin Membeli

Tidak semua pria datang untuk menyentuh. Ada yang hanya ingin ditemani. Duduk diam. Makan bersama. Menatap mata seseorang tanpa merasa kesepian lagi.

Hari itu, Caren menerima permintaan booking yang aneh.

Bukan di hotel. Bukan untuk short time atau full service. Tapi makan malam. Formal. Di restoran bintang lima yang bahkan belum pernah ia masuki meski puluhan kali lewat depannya.

Pesannya datang dari akun dengan nama: "Pak W."

"Saya sudah tua. Istri saya meninggal dua tahun lalu. Sejak itu saya tidak pernah makan malam bersama siapa pun. Saya tidak mencari tubuhmu, Caren. Saya hanya ingin ditemani. Boleh?"

Caren diam lama. Awalnya ia curiga. Dunia BO terlalu sering dibungkus niat manis tapi berakhir dengan kotor. Tapi kalimat terakhir dari pria itu menyentuh sesuatu di dadanya:

"Saya akan bayar. Bukan untuk seks. Tapi untuk waktu dan sopan santun yang saya rindukan."

Pukul tujuh malam, Caren berdiri di depan restoran Estrelle, mengenakan gaun merah gelap yang sopan tapi elegan. Ia ragu.

Apakah pria ini benar-benar hanya ingin makan malam? Atau ini cara baru menyamarkan niat lain?

Tapi ketika ia masuk dan dihampiri pelayan, "Pak Wijaya sudah menunggu di meja dekat jendela, Mbak," keraguan itu mulai larut.

Pak Wijaya berdiri saat ia mendekat. Pria tua, sekitar 60-an. Rambutnya perak, wajahnya ramah tapi ada semburat kesepian yang tak bisa disembunyikan. Ia mengenakan batik rapi. Di meja sudah ada dua piring bersih dan sebotol air putih.

"Caren, ya? Terima kasih sudah datang."

"Iya, Pak. Terima kasih juga sudah... mengundang."

Mereka duduk. Sunyi sejenak.

Pak Wijaya membuka percakapan pelan. Tentang makanan. Tentang istrinya yang dulu suka pesan menu yang aneh-aneh. Tentang meja yang selalu mereka pilih: dekat jendela, agar bisa melihat lampu kota.

"Dulu, istri saya selalu duduk di tempat kamu duduk sekarang. Dan saya di sini. Saya ingat karena setiap malam, dia selalu menyuap saya daging terakhir dari piringnya. Katanya, 'Biar kamu kenyang, Mas.' Padahal dia juga suka."

Caren tidak bicara. Hanya tersenyum kecil. Memandang pria tua itu seolah sedang menyaksikan seseorang menggenggam kenangan dan takut melepaskannya.

Lihat selengkapnya