Cat in The Trap

IyoniAe
Chapter #12

Bab 12

“Gini, Bro,” ujar David bangkit, menuang air putih hangat dari dispenser ke gelas. “Saat polisi menuduhmu kabur, kamu menyangkal dengan mengatakan bahwa kamu enggak kabur, tetapi minggat.”

Aku mendecakkan lidah. “Sama aja, dong!”

“Beda,” balasnya singkat. Dia tak langsung menjelaskan maksudnya. Dia malah ke dapur. Saat kuintip, rupanya dia sedang memasukkan kantung teh celup dan menuang madu ke dalam gelasnya tadi. Dia memang suka sekali menggunakan madu sebagai pengganti gula. Saat kembali, ia menerangkan, “Maksudku, kamu bilang kalau kamu minggat dari rumah karena bertengkar dengan istrimu. Untuk sementara kamu tinggal di sini. Aku akan menyuruh satpam di bawah berbohong untukmu jika polisi menanyainya.”

Aku mengernyit. “Lalu?”

“Lalu, apa? Ya bilang aja kalau kamu lupa tentang surat itu karena sibuk dengan urusan rumah tanggamu. Kamu juga mematikan telepon karena nggak mau istrimu menelepon.”

Aku memikirkan usulnya dan tak perlu waktu lama, aku setuju dengannya. Lagi pula, aku memang pandai berbohong. Jadi, sepertinya aku bakal lolos dari polisi kali ini. Tak sia-sia aku ke sini. David memanglah lelaki jenius yang licik.

Keesokan harinya, jantungku rasanya mau copot ketika melihat gerbang kantor polisi. Begitu David memarkir mobilnya, aku tak segera turun. Kakiku mendadak lemas. David sudah memperkiraan pertanyaan apa yang bakal diajukan oleh para polisi kepadaku. Semalam, dia memintaku menghafal jawabannya di luar kepala. Dia juga memperingatkan bahwa mungkin polisi-polisi itu akan menanyaiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama dan berulang, tetapi menggunakan tata kalimat yang berbeda. Aku harus tenang dan berpikir jernih.

Kemarin aku yakin dengan menghafal jawaban-jawaban itu aku bakal selamat. Tetapi kini, saat melihat para lelaki berseragam dengan gagah keluar masuk polres membuat otakku mendadak tak ingat apa pun.

“Jangan takut,” David menenangkanku. “Tenang saja.”

Tenang saja, gundulmu, aku membatin. Dia bisa saja berbicara seperti itu karena bukan dia yang menemukan mayat itu. Kutelan ludah dengan susah payah.

Karena aku tak kunjung keluar mobil, David memaksaku. Dia bilang tak bisa lama-lama menemaniku. Ada setumpuk kasus yang mesti ditanganinya. Jadi, mau tak mau, aku pun turun.

Aku tak langsung ditanyai seperti dugaanku. Malahan setelah masuk dan melapor aku ditinggal sendiri di sebuah ruangan. Panik karena mengira David berubah pikiran, aku keluar. Aku terkejut pintunya tak dikunci. Kemudian, tak lama setelah aku melangkah melewati pintu, suara David terdengar. Sosoknya menyusul kemudian. Ia berterima kasih kepada seseorang dan mendorongku kembali ke ruangan tersebut,

Wajahnya tertekuk ketika melihatku. Dia tampak kesal. Bahkan, dia membanting pintu dan menguncinya dari dalam. Ruangan itu seperti kantor yang tidak terpakai, terletak di bagian belakang kantor polisi. Hanya ada satu meja dan dua kursi. Baunya sedikit apak. Jendelanya pun macet. Aku memainkannya tadi, ketika jenuh menunggu.

David meletakkan tumpukan kertas yang dibawanya ke meja dengan kasar. Hal itu membuatku terkejut. Matanya memelotot padaku. Aku merasa ada yang tidak beres dengan tingkahnya, tetapi aku diam saja, menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibirnya.

“Pembohong!”

Aku mengernyit. “Siapa? Aku?” tanyaku tak percaya.

“Siapa lagi?” Dia mondar-mandir gelisah. “Katamu ada seorang wanita yang terlibat dalam kasusmu.”

Lihat selengkapnya