“Mereka siapa, Buk?” tanyaku.
“Bukan siapa-siapa.”
Ibuku berbohong. Orang yang kerap kali keluar masuk rumahku adalah orang yang akan membeli rumah ini. Orang tuaku tahu jika aku sangat mencintai rumah ini. Sehingga mereka tak memberitahukan apapun kepadaku.
Naasnya sebulan kemudian kita harus pindah. Pindah ke rumah orang tua Ayahku. Betul saja sehari kemudian aku demam. Aku masih tidak rela jika harus pindah rumah. Apalagi kalau pindah itu artinya aku akan jauh dan jarang bertemu dengan Mak Idah juga.
“Aku nggak mau pindah,” pintaku.
“Nenek kasihan sendirian, Nak,” bujuk Ayahku.
Aku tak bisa berbuat apapun lagi selain mengalah. Karena rumah itu sudah milik orang lain. Tiap kali aku melewati rumah itu, air mata itu tak akan kuasa untuk ku bendung. Sejak itu aku merasakan rasa sakit hati itu seperti apa. Sebab aku merasa hidup di sana, meski dengan segala baik dan buruknya kenangan yang ada di dalamnya.
***
Saat akan masuk Sekolah Dasar, Ibuku bertanya padaku, “Mau sekolah di mana?”