Catatan 20 Tahun

Chin Pradigta
Chapter #14

Siapa yang Selingkuh?

Sejak lama aku sudah mendengar suara keras penuh dengan caci makian yang keluar dari mulut orang tuaku serta kekerasan yang tak pernah ingin aku lihat. Hanya saja saat itu mungkin usiaku masih teramat belia untuk memahami itu semua. Sehingga aku tak menyadari hal seperti itu biasa saja atau tidak.

Namun, tidak untuk sekarang. Aku sudah cukup mengerti dengan apapun yang terjadi. Hanya saja wajah polosku dan kebungkamanku membuat banyak orang tertipu kalau aku belum paham atas apapun.

Saat usiaku 10 tahun, pertengkaran besar itu kembali datang. Ya, aku tahu persis bagaimana itu terjadi. Kala itu, tanpa sengaja aku melihat layar handphone ibuku. Tanpa sengaja pula aku melihat ada kata “sayang” di sana yang ibuku kirimkan pada seorang pria, tapi bukan nama ayah di sana.

Aku hanya diam. Aku mencoba menutupi itu sebab suasana rumah juga sedang tidak baik. Beberapa hari kemudian, ibuku mengajakku menghadiri sebuah reuni sekolahnya. Ya, ada pria itu juga di sana.

“Ini namanya Sara, ya?” tanya pria itu mencoba mendekatiku.

Aku hanya diam.                                                                                                                       

Ibuku dan pria itu duduk bersebelahan. Sebetulnya aku tak tahu apapun. Aku pikir bukan pria itu orangnya. Tapi, ketika ibuku mengajakku ke rumah Tante Diana di situ lah aku menyadari bahwa pria itu orangnya.

Tante Diana adalah janda yang suka menggoda suami orang untuk memanfaatkan hartanya. Sejak lama aku membencinya dan setelah kejadian itu bahkan untuk melihat wajahnya pun aku enggan. Kedekatan antara Ibu dan pria itu tak lain karena adanya peran Tante Diana di dalamnya. Aku sedikit mendengar perbincangan mereka sampai akhirnya mereka selalu memintaku pergi bermain dengan anak Tante Diana agar aku tak mendengar apapun yang sedang mereka bicarakan.

Mungkin ayahku sudah punya firasat tentang wanita ini, sehingga saat marah ayah sempat menyebut-nyebut wanita itu. Kejadian itu adalah kejadian yang paling tak bisa aku lupakan. Di mana ayahku mencaci maki ibu, menamparnya, menendangnya, menghancurkan barang, mengumpatkan nama-nama hewan dan suara yang begitu keras sampai aku tak kuat mendengarnya.

Ayah menyakiti ibu di depan orang tua ibuku, di depanku, kakakku, dan saudara ibuku. Aku tahu itu pasti menyakitkan. Pamanku tak bisa menahan ayahku. Dan satu-satunya yang bisa menahan badan ayahku, hanya kakakku.

Lihat selengkapnya