Ku hirup udara Jogja untuk kedua kalinya setibanya dari stasiun Tugu Yogyakarta. Ya, akhirnya aku bisa menapakkan kakiku di sini juga. Kembali berjuang di kota nan istimewa. Tiada ku sangka, mimpiku sejak lama kini terpampang jelas di depan mata.
Aku tak punya siapa-siapa di sini. Bahkan satu sanak keluarga pun aku tak punya. Tapi, aku sempat mengenal seorang pemuda dari kota istimewa ini yang kebetulan teman sejurusanku juga.
“Di mana?” tanyaku via telepon.
“Kamu yang pakai baju putih itu bukan?”
“Iya.”
“Coba berbalik arah ke timur.”
Aku dapati dia memakai jaket jeans melambaikan tangan ke arahku. Siapa namanya?
Namanya Jaya. Satu-satunya orang yang aku kenal pertama kali di Jogja. Segera aku menghampirinya dan berlagak basi-basi menyalaminya.
“Hei, Jay. Salam kenal, ya. Akhirnya bisa ketemu juga.”
“Hahaha. Iya nih. Salam kenal, ya. Nggak kaget dengan wajahku kan? Apakah mengecewakan?”
“Hahaha, enggak kok.”
“Oke. Mau pergi sekarang?”