Catatan Hati Anak Terakhir

Muhammad Ridho
Chapter #1

Ayah

Ayah, adalah cinta pertama seorang anak setelah sang ibu. Ayah adalah sosok pahlawan pada keluarganya, ia bekerja keras walau bulir keringat telah membasahi sekujur tubuhnya dari pagi hingga terbenamnya matahari. Apakah ada seorang anak yang tidak berterima kasih kepadanya? Apakah ada seorang anak yang tidak membuat ia bahagia? Apakah ada?

Dialah Muhammad Ridho, seorang anak yang pantas disematkan dengan kata 'Durhaka' karena selama tiga belas tahun waktu bersama ayahnya, tak pernah sekalipun ia membuat bangga sang ayah. Penyesalan adalah rasa yang paling menghantui hidup Ridho, rasa sakit, iri, sedih, rindu bercampur menjadi satu ketika ia melihat seorang anak ber-manja-manja dengan ayahnya.

Bagaimana rasa pelukan hangat itu? Bagaimana rasanya nyamannya tidur di pangkuan ayah? Bagaimana rasanya mendengar kata 'Ayah bangga padamu anakku' yang diucapkan dari lisannya. Sampai saat ini, Ridho lupa akan bagaimana ketiga rasa tersebut. Karena selama ini, ia selalu membuat ayahnya bersedih.

Setelah kepergian Ridho kuliah dan bekerja keras di Ibu Kota, akhirnya ia telah mencapai segalanya. Harta dan gelar sarjana seperti yang diinginkan ayahnya telah ia dapatkan dengan sempurna. Hari ini Ridho telah memutuskan untuk kembali ke kampung halaman, dimana ayah, Ibu, abang serta kakaknya telah lama menunggu dia selama lima belas tahun.

Kakinya tak berhenti bergerak menanti kedatangan pesawat. "Padahal hanya tiga puluh menit, namun mengapa waktu seakan lama sekali berputarnya." Ia melirik ke arah jam tangannya.

Untaian kenangan indah bergantian menyapa dirinya saat ini. Sudah lima belas tahun lamanya ia tidak berjumpa dengan ibu, ayah, abang dan kakaknya. Tangannya tak berhenti meremas seakan tak sabar untuk memeluk mereka.

Waktu terus berdetak maju sampai akhirnya pesawat itu mendarat di landasan. Ia segera menuju ke tempat yang telah diarahkan oleh petugas bandara. Ruangan kelas satu—first class—yang telah ia pesan sebelumnya, Ridho menginginkan ketenangan dan kenyamanan dalam perjalanan pulang ke rumah.

Lelaki itu merebahkan punggungnya sambil menatap pemandangan luar jendela pesawat. Ia teringat kembali sebuah keinginan dari ayah dan ibu untuk sukses dan membanggakan keluarga.

'Akan aku belikan apapun yang kalian mau. Makanan, minuman, baju dan lainnya.'

Setelah beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya ia telah sampai di kota kelahirannya. Ridho memesan kembali sebuah taxi untuk mengantarkan ia ke rumah keluarga. Perjalanan mengantarkannya ke rumah memakan waktu tempuh selama dua puluh menit. Dalam perjalanan ia mengabarkan kepada keluarganya bahwa ia sebentar lagi akan sampai ke rumah.

Sesampainya di rumah yang cukup besar dengan halaman yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman indah. Terlihat seorang wanita paruh baya sudah berdiri menunggu di depan pintu.

"Ibu, aku pulang," ucapnya tersenyum. Ia segera berlari menuju ibunya dan langsung bersujud.

Tangisan menyayat hati terdengar ketika ia telah berada di kedua kaki ibunya. Sejenak wanita paruh baya itu meneteskan air matanya, lalu ia mengangkat tubuh anaknya.

"Ibu sudah sangat rindu dengan kamu, Nak." Ia mendekap erat tubuh Ridho dalam pelukan hangat.

"Aku juga rindu padamu, Ibu." Ia membalas pelukan itu dengan erat seakan tidak ingin melepaskannya.

"Kamu sudah makan, Nak?"

"Belum, Bu." Ia berbohong kepada ibunya karena tahu bahwa sudah banyak makanan telah tersaji di meja makan. Sudah menjadi kebiasaan ibunya memanjakan semua anak-anaknya yang baru pulang dari mencari rejeki.

"Makan yuk! Ibu sudah masak semua makanan yang kamu suka."

"Jagoan kecil kita sudah pulang," ucap seorang lelaki dewasa yang menghampiri mereka berdua.

"Abang!" teriak Ridho, ia langsung memeluknya.

"Kedua abangmu gak di peluk juga ni?"

"Iya! Kakak mau juga dong di peluk sama adik kecil kita.

Dua lelaki dan satu wanita mendekati Ridho yang sedang berpelukan erat. Ridho melepaskan dekapan pelukan kepada abang pertamanya, lalu segera memeluk mereka bertiga secara bergantian.

"Kami sudah sangat rindu kepada kamu, Dek," ucap Colica Yanti.

"Aku juga sangat rindu kepada kalian, Kak."

"Sudah-sudah pelukannya, dia baru sampai di rumah dan belum makan," ucap Ibu.

Lihat selengkapnya