Agustus, 2002.
Suara ayam jantan bersenandung menghiasi suasana di pagi hari. Di dalam sebuah rumah kontrakan yang memiliki bentuk seperti huruf i, seorang wanita berumur 50 tahun sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan kelima anak-anaknya, dia telah terbangun sejak pukul lima pagi demi menjalankan tugas rumah tangganya.
Tidak seperti keluarga lain yang menyiapkan sarapan mewah, sang ibu hanya membuat nasi goreng kampung yang bumbunya hanyalah gabungan bawang merah dan putih, garam serta micin. Dia juga menyiapkan satu toping paling spesial pada keluarga ini, yaitu 1 telur yang di dadar untuk dibagi menjadi 7 porsi.
Peluh keringat menghiasi keningnya yang mulai terlihat keriput, kedua tangannya dihiasi oleh urat-urat kecil yang menandakan dia bekerja keras sepenuh hati. Wanita yang menjadi malaikat dalam keluarga sederhana ini, dia bernama Yusnetti.
"Yanti!" teriak sang ibu dari dapur.
"Iya, Ibu!" Colica Yanti bangkit dari kasurnya, dia meregangkan kedua tangannya sambil menguap panjang. Menggaruk-garuk pipi sebelum dia melangkah ke dapur.
"Cepat mandi dan siapkan piring dan gelas," pinta sang Ibu.
Colica Yanti menguap sekali lagi. "Hari ini kita sarapan apa, Ibu?" tanya Colica Yanti.
"Nasi goreng kampung." Sang Ibu mengelap wajahnya dengan kain serbet. "Sudah cepat sana mandi dan bantu Ibu."
Colica Yanti mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi dengan wajah yang sayu. Dalam hatinya ingin rasanya untuk kembali merebahkan tubuh dan berselancar menikmati mimpi indah.
Setelah semuanya tersaji di meja makan, Yusnetti beranjak ke kamar membangunkan suaminya dan menyuruh anak gadisnya untuk membangun abang dan adik-adiknya.
"Lima menit lagi, Kak!" Adik paling kecil memohon kepada Colica Yanti saat dibangunkan.
"Ibu! Ridho gak mau bangun katanya! Dia gak mau nasi goreng!" teriak Colica Yanti.
Mendengar teriakan kakaknya tentang nasi goreng, Muhammad Ridho langsung berdiri dan berlari kecil menuju ke dapur. Colica Yanti tertawa kecil melihat tingkah adik kecilnya itu.