Beberapa tahun yang lalu, didorong oleh fenomena sosial di negaranya yang ia saksikan berupa munculnya tradisi permisivisme dan jauhnya kehidupan dari akhlak Islam, seperti juga terjadi di berbagai tempat di negaranya. Berbagai berita yang dipublikasikan di berbagai surat kabar yang isinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, dan adanya kebodohan di kalangan masyarakat umum tentang hukum agama, maka ia berpendapat bahwa kalau hanya masjid yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas, tidaklah cukup. Memang sudah ada beberapa Ulama yang menyampaikan nasihat dan ceramah-ceramahnya di beberapa masjid dan memberikan dampak yang sangat baik bagi umat. Akhirnya ia pun berpikir untuk membentuk sebuah kelompok yang melakukan proses pelatihan untuk berceramah dan penyuluhan di masjid-masjid, di kafe-kafe dan di tengah masyarakat umum. Selanjutnya dari mereka itulah akan dibentuk kelompok-kelompok lagi yang akan menyebar luas di berbagai wilayah penting untuk menyebarkan dakwah Islam. Ia memadukan antara perkataan dan perbuatan. Oleh karena, ia mengajak beberapa teman untuk bekerjasama dalam menggarap proyek yang mulia ini.
Tibalah saatnya untuk praktek setelah sekian lama menggeluti beragam ilmu untuk berdakwah. Ia menawarkan kepada teman-teman agar keluar untuk menyampaikan pesan-pesan agama di kedai-kedai kopi. Teman-temannya merasa heran, dan berkata, “Para pemilik kedai kopi tentu tidak akan mengizinkan hal itu. Mereka pasti akan menolaknya, karena dapat mengganggu pekerjaan mereka. Disamping itu, kebanyakan dari para pengunjung kedai kopi adalah orang-orang yang hanya memikirkan apa yang sedang mereka nikmati. Bagaimana kita mesti berbicara tentang agama dan akhlak di hadapan orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan duniawi seperti yang sedang mereka nikmati itu?”
Tapi, tidak! Ia meyakini bahwa kebanyakan orang yang berada di kedai kopi siap mendengarkan nasihat dari pihak lain, termasuk dari kalangan aktivis masjid, sebab kegiatan ini merupakan sesuatu yang unik, langka, dan baru bagi mereka. Bagi ia, kita tidak perlu menyampaikan sesuatu yang dapat melukai perasaan mereka. Kita harus menyampaikannya dengan metode yang tepat, dengan gaya yang menarik, dan dalam waktu yang singkat.
Ternyata para pendengar sangat takjub. Mereka semua terdiam mendengarkan pesan-pesan agama dengan seksama. Awalnya para pemilik kedai seperti kurang berkenan, namun setelah itu mereka justru minta agar ceramah ditambah lagi. Inilah tentang fokus. Ia mengatakan kesucian niat inilah yang memberikan pengaruh positif dalam jiwa para objek dakwah.
Beberapa waktu setelahnya, ada anak-anak muda yang tiap pekan nongkrong di salah satu hari, di salah satu rumah atau tempat, untuk saling berbagi, saling menasehati, saling mencintai, saling mengingatkan, saling mengevaluasi. Mengingatkan tentang pentingnya menjaga wudhu, menjaga sholat berjamaah, menambah hafalan, dan lainnya.