Pada catatan kali ini, Usamah kembali menatap layar laptopnya. Kembali menggali apa yang akan ia renungkan, akan realitas yang ia lihat, atau mungkin tentang apa yang menjadi angan-angannya.
Partai yang berbasis radikal fundamentalis tujuannya mengubah sistem sebuah negara dengan menggunakan kekuatan atau kekerasan, untuk membentuk sebuah pemerintahan yang berdasarkan pada hukum Islam. Partai yang berbasis reformis fundamentalis hampir sama, tujuan akhir mereka adalah membangun sebuah negara berdasarkan hukum Islam. Bedanya, partai ini menerapkan kebijakan-kebijakan yang moderat dan menolak cara kekerasan. Mereka bersedia ikut pemilu untuk menggalang dukungan, dengan target memenangkan pemilu agar bisa melaksanakan agenda tersembunyi mereka. Sementara partai yang berbasis Islam liberal–partai semacam itu agak langka di Timur Tengah–berusaha menerapkan kebebasan beragama dalam lingkungan demokratis yang seluas-luasnya. Berbeda dengan dua katagori di atas, kelompok Islam liberal tujuannya bukan untuk membentuk negara Islam. Kelompok ini justru ingin membentuk sebuah negara berdasarkan konsep sekularisme.
AKP justru sukses "meliberalkan" beberapa kelompok radikal di Turki. Program-program resmi AKP dan ideologinya tidak jauh berbeda dengan platform banyak partai politik di Barat. AKP setia pada ‘demokratisasi’ dan konsep masyarakat sipil, aturan hukum, hak-hak kebebasan yang fundamental, dan kebijakan ekonomi liberal.
Program partai AKP tidak ada yang merujuk pada Islam atau Muslim, dan tak satu pun kebijakan partai yang memiliki wacana keislaman. Bahkan pemimpin partai, Recep Tayyeb Erdogan, yang dikenal dengan latar belakang keislamannya, sejauh ini tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan agenda-agenda Islami partainya. Tapi oleh para analis Barat, partai ini tetap dipandang sebagai partai islamis.
Peristiwa kudeta di Turki pada bulan Februari 1997 yang berbuntut pada dibubarkannya Partai Fazilet yang dipimpin oleh tokoh Islamis Necmeddin Erbakan, menjadi cikal bakal lahirnya AKP. Ketika itu, dua tokoh Partai Fazilet, Recep Tayyep Erdogan dan Abdullah Gul menyatakan memisahkan diri dari gerakan Islam yang dipimpin Erbakan dan membentuk AKP pada 14 Agustus 2001.
Banyak spekulasi yang bermunculan atas pemisahan diri kedua tokoh dari partai Erbakan, salah satunya adalah, karena alasan ideologi. AKP memiliki akar yang kuat dalam gerakan-gerakan kelompok Islamis di Turki, termasuk Partai Kesejahteraan yang menjadi pelopor gerakan Islamisme di Turki.
Para pendiri AKP, termasuk ketua partainya, Recep Tayyeb Erdogan yang sekarang menjadi perdana menteri, banyak menimba ilmu dari Partai Kesejahteraan, yang secara eksplisit menyatakan sebagai partai Islam yang bersikap keras terhadap Barat, anti-Semit, antidemokrasi dan anti terhadap elemen-elemen sekularisme.
Erdogan dan teman-temannya belajar dari pengalaman partai tersebut, terutama saat partai dibubarkan, bahwa kelompok Islamis Turki sebaiknya membenahi diri mereka agar sukses. Pada saat yang tepat, Erdogan memciptakan kembali sebuah partai yang lebih pro-Amerika, pro-Uni Eropa, reformis sekaligus kapitalis.
Erdogan adalah murid Prof. Necmettin Erbakan. Erdogan hasil didikan langsung madrasah ‘Mili Gorus’ (sejenis varian lokal ‘Ikhwanul Muslimin’) yang didirikan Erbakan. Seiring pembubaran Partai Fezilet (Juni 2001, oleh Keputusan MK karena dianggap melanggar konstitusi sekuler Turki), keduanya (Erbakan-Erdogan) berpisah jalan karena perbedaan pendekatan politik.
Selaku golongan muda progresif, Erdogan tidak cocok dan mengkritik pendekatan kaku gurunya, Hoca Erbakan, hingga akhirnya Erdogan keluar mendirikan partai baru (AKP), bersama Abdullah Gul, sahabatnya, sementara Hoca (sang guru) mendirikan partai baru, Saadet Partisi.
Sejak itu, sang Hoca marah, tidak mau berkomunikasi dengan Erdogan. Hoca menyebutnya sebagai produk tarbiyah yang gagal. Dalam wawancaranya dengan Sharq Awsat, Erbakan mengatakan Erdogan mengambil semua ide Milli Gorus, kecuali platform politik. “Dia menyukai profit (keuntungan) ketimbang prophet (Nabi)”, sindirnya.
Berpisahnya Erdogan dari Erbakan, lahirnya AKP lepas dari Partai Refah dan Partai Fezilet, tercatat sebagai sebuah pendewasaan gerakan Islamis. Sebuah lompatan yang rasanya perlu ditulis dan dibahas secara khusus, terutama di aspek pengelolaan krisis yang matang dan terukur.
Erdogan, ketika ia melangkah pergi, dikenai sanksi atas sebuah pelanggaran yang tak bisa orang mengerti. Erbakan, dalam banyak kesempatan, menyebut Erdogan sebagai "produk gagal tarbiyah”.
“Dari disebut produk gagal tarbiyah, sindiran pada orientasi profit ketimbang prophet, dari bermula kelihatan sekuler, hingga kemudian terlihat kesan islamisasi”, Usamah merenung.
#
Berbeda dengan itu, berseyamlah kita pada pemikiran Ghannouchi. Ghannouchi menjalani hukuman penjara di negaranya beberapa kali ketika rejim diktator berkuasa, memaksanya menetap di Britain pada tahun 1987. Pada 2011 selepas regim Ben Ali digulingkan di Tunisia dalam satu revolusi yang dipanggil permulaan Arab Spring kerana merebak ke negara Arab lain, An-Nahdha mengambil peranan penting memulihkan demokrasi di Tunisia.
An-Nahdha merupakan partai politik terbesar di Tunisia. Awalnya An-Nahdha adalah parpol Islam yang menyatukan antara politik dan keagamaan. Melalui Muktamar ke-10 pada pertengahan Mei 2016, An-Nahdha mendeklarasikan sebagai partai politik yang terpisah dengan urusan keagamaan.
“Kami menuju perubahan menjadi partai politik dalam rangka memperbaiki hubungan dengan negara dan meninggalkan bidang dakwah”, kata Ghannouchi. Sementara Ketua Dewan Syura An-Nahdha, Fathi Eyadi, menyampaikan keinginan mengubah kemudi partai menjadi partai politik madani berasaskan demokrasi dengan tetap berpegang pada identitas Islam. Menurutnya, itu bukan berarti partai sedang berupaya menghapus keIslamannya dan seolah-olah menjadi sekuler, sebagaimana tudingan sebagian pengamat. Anggota Dewan Syura An-Nahdha lainnya, Zubair Al-Syuhudi, menyampaikan bahwa keputusan atas perubahan An-Nahdha menjadi partai politik sesuai dengan standar Undang-Undang Dasar Tunisia yang melarang partai mengadopsi platform ganda, sebagai partai sekaligus organisasi dakwah.