Sekretariat menjadi tempat bernaung bagi aktivis gerakan kepemudaan Muslim ini. Di siang hari yang cuacanya cukup panas itu. Dawam mengambil segelas air untuk minum sambil duduk bersama dengan Usamah dan Said.
“Saya kira perbedaan pendapatan diantara internal gerakan itu lumrah terjadi”, Dawam memulai pembicaraan.
“Itu juga terjadi di Masyumi”, kata Dawam
“Sejak didirikan, terjadi dua arus pemikiran dalam kumpulan, Masyumi yang satu begitu sosialis regilius dan yang satu lagi kecenderungan konservatif”
“Umumnya silang pendapat dalam tubuh Masyumi adalah perihal penafsiran apa dan bagaimana nilai-nilai sosial Islam hendaknya diterapkan di Indonesia”, lanjut Dawam kembali.
“Kelompok sosialis-religius, yang dipimpin Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Mohammad Roem menemukan pijakan yang sama dengan kaum sosialis moderat pengikut Sjahrir maupun para pemimpin progresif dari Partai Kristen. Sementara kelompok konservatif, golongan tua, dipimpin Dr Sukiman dan Jusuf Wibisono”
“Atau perbedaan pandangan, bisa terlihat dari kisah Umar dan Khalid? Atau Ali dan Muawiyah?”, tanya Usamah.
“Atau faksi-faksi dalam gerakan ikhwan lumrah terjadi di berbagai Negara?”, sambung Usamah.
“Seperti faksi moderat versus konservatif?”, tambah Usamah
“Bukan hanya itu, bisa jadi lebih meluas, menjadi faksi konservatif, faksi konservatif – pragmatis, dan faksi reformis”, sanggah Dawam.
“Maksudnya, antum berlebihan akh”, kata Said
“Konservatif itu bisa jadi seperti antum”. Dawam diiringi dengan tawa sebagai tanda sebuah candaan.
“Gerbong Konservatif, katakanlah sebagai faksi dakwah. Faksi yang secara ideologis mengutamakan kontrol penuh terhadap tingkat akar rumput dan juga kendali mereka terhadap alokasi berbagai sumber daya yang mereka punya. Mereka bertanggung jawab terhadap rekrutmen, kaderisasi, dan upaya memupuk loyalitas kalangan muda terhadap ikhwan”
“Gerbong Konservatif Pragmatis, sebagai arus utama di kalangan ikhwan. Kelompok ini berupaya mengelaborasikan antara konservatisme ideologi dengan pentingnya partisipasi dan keterlibatan dalam isu-isu sosial politik. Kalangan ikhwani yang berpengalaman dalam soal-soal legislasi berada di kelompok ini”
“Gerbong reformis. Sayap reformis berupaya mempromosikan dan mendukung penafsiran-penafsiran Islam yang progresif untuk diketengahkan baik kepada kader internal maupun masyarakat umum”
“Seperti Abdul Munim Abu Futuh? Atau seperti catatanku dulu, Rashid Ghannouchi?”, sanggah Usamah lagi.
“hahaha, bisa begitu akh. Sang Deklarator termasuk juga? Mungkin”, tandas Dawam dengan setengah tertawa.
“Sosok-sosok reformis merupakan sumber inspirasi bagi kalangan anak muda. Seperti yang terlihat melakukan kritik terbuka, dan mendukung berjalannya demokrasi secara murni”
“Ana kira bila kita mau mengambil ibrah bisa kita lihat lebih jauh dalam sirah para sahabat nabi akh. Walaupun berbagai hal yang antum sampaikan tadi juga punya ibrah buat pemahaman kita”, Said memulai penjelasannya. Memandang tentang dinamika ini.
“Seperti ibrah pada Ustman dan Abu Dzar al-Gifari. Abu Dzar senantiasa memberi masukan terbuka tetapi tetap menaati Ustman atas segala perintahnya”
“Abu Dzar dengan keberanian dan atas dasar ijtihadnya menantang para pejabat Ustman yang dianggap tak sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Suatu waktu Abu Dzar melepaskan pandangan menyelidik kea rah orang-orang yang berkerumunan. Dilihatnya kebanyakan mereka adalah orang-orang miskin yang dalam kebutuhan. Kemudian, pandangannya beralih ke arah tempat-tempat ketinggian yang tidak jauh letaknya dari sana. Tampak olehnya gedung-gedung dan kemewahan yang berlebihan. Ia pun menyeru kepada orang-orang yang berkumpul di sekelilingnya, “Saya heran melihat orang yang tidak punya makanan di rumahnya, mengapa ia tidak mendatangi orang-orang itu dengan menghunus pedangnya?”
“Tapi ketika Abu Dzar dipindahkan ke Madinah karena Ustman memanggilny agar membersamainya tinggal di Madinah. Hingga suatu hari dalam sebuah pembahasan di depan Ustman, Ka’b al-Ahbar, seorang bekas rahib Yahudi yang masuk Islam mendebat Abu Dzar. Orang yag telah berzakat, telah terbebas dari kewajiban lain atas hartanya, ujar Ka’b. Abu Dzar marah dan agak tersinggung. Dan akhirnya tangan Abu Dzar melayang ke kepala Ka’b. Karena kerasnya hantaman Ka’b tersungkur dan kepalanya luka”
“Melihat itu, Ustman menangis. Agaknya engkau tak merasa nyaman bersama kami, wahai Abu Dzar. Apa yang harus kami lakukan untukmu?”
“Tempatkanlah aku dimanapun engkau suka. Bahkan Abu Dzar berkata, seandainya Ustman memerintahkan aku agar berlaku sebagaimana budak hitam Habasyah. Aku pasti akan mendengar dan taat. Bahkan jikapun Ustman menyalibku di atas batang kayu, aku juga pasti menaatinya dan ku anggap hal itu sebagai kebaikan bagi diriku”