Pendahuluan
Tulisan-tulisan ini untuk ... GUSTI ALLAH .... Satu-satunya Tuhan di alam raya yang kusembah.
Kanjeng Nabi Muhammad Shallâllâhu ‘alaihi wasallam ... untuk seluruh teladan, cinta, ilmu, dan ajaran langit.
Ibuku ... Ibuku ... Ibuku ... Bapakku ....
Saudara-saudaraku dari semua ranah keluarga jauh dan dekat.
Sedulur-sedulur seperjuangan di #SedekahRombongan, yang sangat haus cari muka di depan Tuhan .... Kalian semua rooock!!!
Rekan-rekan, adik-adik di Kedai Digital, Jogist, Bakso Granatz Pedazz yang bekerja bersama hanya mencari rezeki halal sadja!
Semua sahabat-sahabat online, offline, di seminar-seminar, di Twitter, di Facebook, di Instagram, di Path, di blog Saptuari.com yang terus memberi warna pada dunia.
Tujuan kita hanya satoe sadja ... sampai bertemu di surga!
Saptuari Sugiharto
Jogja, 2014
*
Tak perlu berimajinasi tentang mukjizat para nabi,
engkau bisa melihatnya sendiri pada zaman modern ini,
dan itu akan membuatmu mengakui kekuasaan-Nya.
Tiga ribu tahun lalu Fir‘aun murka luar biasa. Musa yang ia rawat sejak bayi, sekarang menjadi pembangkang paling berbahaya. Bukan saja tidak mengakui ketuhanannya, Musa mengajak orang-orang untuk menyembah Allah, Zat kasatmata yang berada entah di mana. Fir‘aun menyesal, mengapa sewaktu ditemukan istrinya di Sungai Nil, Musa tidak langsung dibunuh bersama ribuan bayi lainnya. Fir‘aun mengumpulkan ahli nujum dari seluruh pelosok negeri di istananya. Ia memerintahkan mereka melawan Musa. “Lemparkan tongkat kalian!” teriak Fir‘aun. Ahli nujum berwajah sangar melemparkan tongkat mereka ke lantai istana. Seketika tongkat berbagai ukuran itu berubah menjadi ular-ular kecil, bergerak ke arah Musa. Dalam kondisi kritis seperti itu, Musa mendapat perintah dari Allah untuk melemparkan tongkatnya. Ketika tongkat itu menyentuh lantai, ia berubah menjadi ular besar, memangsa ular-ular kecil milik ahli nujum. Ludes. Tak bersisa. Ahli nujum mundur teratur. Mereka berpikir sihir Musa lebih hebat daripada sihir mereka. Fir‘aun semakin murka. Musa dan pengikutnya dikejar dan akan dibunuh agar tidak ada lagi yang melawannya. Musa terjebak di tepi Laut Merah, sementara Fir‘aun dan pasukannya menyusul di belakang mereka, datang dengan gagah perkasa menerbangkan debu-debu tebal di antara derap kuda mereka.
Musa mendapat perintah lagi dari Allah untuk memukulkan tongkatnya ke laut di depannya. Laut pun terbelah. Dasarnya terlihat dan membentuk sebuah jalan untuk mereka lewati. Musa dan pengikutnya bergegas melewati jalan itu, menuju tanah Arab di seberang. Pasukan Fir‘aun mengikuti mereka, menyibak jalan yang tersekat air laut. Ketika Musa dan pengikutnya sampai di ujung laut, Allah memerintahkan Musa untuk memukulkan tongkatnya kembali. Seketika laut menutup, menenggelamkan Fir‘aun dan pasukannya ke dalam Laut Merah.
Kisah ajaib itu tertulis di dalam Al-Quran, diceritakan turun-temurun di setiap pengajian, mengisi imajinasi santri-santri di mana pun berada, mulai pondok megah hingga surau pinggir desa. Sungguh, mereka takjub dengan kehebatan Nabi Musa a.s.
***
Pada suatu malam, 1.400 tahun lalu, para petinggi Quraisy berkumpul. Mereka hendak menantang Muhammad untuk membuktikan kenabiannya. Hati mereka begitu keras. Mereka tidak terima Tuhan baru menggantikan tuhan lama mereka, yakni berhala-berhala. “Wahai Muhammad, jika engkau memang seorang nabi, buktikan kehebatanmu! Belahlah bulan di atas sana!” kata mereka. Muhammad memandang mereka dan bertanya, “Apakah jika aku melakukannya, kalian akan beriman kepada Allah?” Mereka mengiyakannya. Atas izin Allah, Muhammad mengangkat jarinya ke arah bulan. Dengan gerakan memotong, perlahan-lahan bulan terbelah dan bergerak berjauhan. Jaraknya begitu jauh sehingga Gunung Hira tampak di antara dua bulan itu. Seketika orang-orang yang ada di tempat itu terkejut. Mereka berkata, “Wahai Muhammad, engkau telah menyihir mata kami.” Hati mereka tetap keras, menolak keajaiban yang mereka lihat. Mereka bergegas menuju batas Kota Makkah, menunggu para pedagang yang baru datang.
Mereka berpikir, sihir hanya memengaruhi orang-orang di sekitar Muhammad dan tidak berlaku bagi orang-orang yang jauh darinya. Ketika para pedagang mendekat, mereka bertanya apakah para pedagang tersebut melihat sesuatu yang aneh dengan bulan.
“Ya, semalam kami melihat sesuatu yang aneh pada bulan. Tiba-tiba bulan terbelah, saling menjauh, lalu menyatu lagi seperti semula.”
Jawaban para pedagang itu membuat kaum Quraisy terkejut. Sebagian mendatangi Muhammad dan mengakui kenabiannya, sebagian lain tetap ingkar dan kembali menyembah berhala.
Kisah yang diceritakan dalam Surah Al-Qamar itu pun jadi santapan wajib tiap pengajian, bahkan sampai ke mushala-mushala di pelosok kampung.