Catatan Laila: Reportase Bekasi Distopia

cendana
Chapter #1

Pengantar ke Sengkarut

Bekasi, tahun 2045.

Dua puluh satu tahun telah berlalu sejak kehidupan normal yang kita kenal runtuh tanpa perlawanan. Siapa sangka, manusia bisa kalah begitu saja oleh sesuatu yang bahkan tidak bisa kita lihat?

Ada yang menyebutnya virus, bakteri, spora, bahkan azab. Entah mana yang benar, tidak ada yang tahu. Tapi yang jelas akibatnya sangat fatal. Pandemi, atau wabah yang satu ini telah menginfeksi hampir seluruh populasi bumi. Mengubah manusia jadi mayat hidup, jadi ganas dan liar, jadi pemakan bangkai, jadi zombie.

DUA PULUH SATU TAHUN LALU

Saya ingat betul saat kanal-kanal berita dan media sosial mulai ramai mengabarkan bahwa puluhan lansia di banyak kota besar dunia, terjangkit penyakit yang tak teridentifikasi dan menular. Proses penularannya pun sangat janggal: diduga melalui liur yang masuk ke darah melalui gigitan. Persis seperti di film-film.

Lalu esoknya, sudah jadi ribuan.

Lalu esoknya lagi, sudah jadi puluhan ribu.

Lalu tiba-tiba darurat militer diberlakukan.

Lalu tiba-tiba kehidupan berubah.

Dalam hitungan minggu, wabah laknat itu berhasil menaklukkan dunia. Dia seperti membuat lubang besar di dalam kehidupan manusia, lalu mengisinya dengan kepanikan, ketakutan, dan ketidakpastian. Cuma ada satu hal yang pasti waktu itu: berusaha tetap hidup, mbuh piye carane.

Ada banyak teori tentang asal-usul wabah ini. Beberapa mengatakan ini adalah hasil dari Perang Dunia III yang tak terkendali. Salah satu negara peserta perang melepaskan senjata biologisnya, namun salah perhitungan. 

Teori lain mengatakan bahwa pemanasan global membuat es-es di Antartika mencair, lalu membebaskan sebuah spora jamur kuno yang tadinya terperangkap di dalam es.

Di Indonesia—setidaknya di kota kelahiran saya, Bekasi—banyak yang percaya bahwa ini adalah ulah ya'juj dan ma'juj. Tanda kiamat qubro.

2024 memang tahun yang laknat. Dia semacam gerbang yang memaksa manusia untuk masuk ke kehidupan baru. Kehidupan neraka dunia yang dulunya hanya terbayangkan melalui karya fiksi, namun sekarang jadi kenyataan, jadi realita kehidupan baru yang harus dijalani.

Sulit dinalarkan memang. Tapi itulah yang terjadi.

Dengan jurnal ini, saya ingin berbagi cerita tentang kehidupan di neraka dunia, khususnya di Bekasi distopia. Mungkin dengan begitu saya jadi bisa menalarkan kehidupan.

Atau mungkin saya jadi bisa ikhlas.

Atau mungkin saya jadi punya semangat hidup lagi.

Apapun hasilnya nanti, melalui jurnal ini, saya, Laila Nurhayati, jurnalis di masa lalu, melaporkan.

DUNIA TELAH HANCUR

Kota Bekasi yang ramai dengan macet, angkot, dan tukang parkir liar, sekarang menjadi kota puing. Sekitar 90% wilayah telah hancur, terbengkalai, dan terlupakan. Jadi saksi bisu runtuhnya kuasa manusia atas bumi.

Lihat selengkapnya