Catatan Langit; Bumi, muda, sedia.

Auraocta
Chapter #1

Catatan langit

Mentari bersinar oranye di sela-sela desir angin begitu kencang melewati ombak samudra. Rintik air pun mulai turun dari langit-langit cakrawala, menandakan sebentar lagi akan hujan. Di waktu ini mempertemukanku denganya, di satu istana bertembok tinggi dengan dedaunan hijau mengisi di setiap ruangan.

"Asalamualaikum," ucap pria berkaca mata dengan almamater berwarna kuning, berjalan mendekat kearah kami.

"Waalaikumsalam," sahut serentak teman sekamar, enam mata tertuju padanya. Baru saja aku merebahkan tubuh di kursi sofa, sudah ada saja pengacau. Bayangkan, bagaimana rasanya di beri harapan palsu oleh pihak maskapai, harusnya penerbangan itu lebih dahulu tiba jika saja cuaca buruk tidak melanda.

"Izin bang, kalian disini juga?" lanjut peria berkacamata sambil berdiri di depan kami. Celangak-celinguk melihat sekeliling ruangan, seolah seperti ada yang lain dari harapanya. Tak sempat kami menjawab, seorang gadis menyusul dari belakang.

Suaranya terdengar, "Abang di sini juga?"

Dia adalah teman sekelasku sewaktu daring, notofikasinya selalu muncul seperti alarm pagi untukku. Kali ini, aku hampir tak mengenalinya, disini dia terlihat lebih indah tanpa poles filter yang ada di sosial media.

Aku tersenyum sesaat kearahnya, lalu beranjak dari kursi sofa untuk menuju ke pintu kamar teman lainnya. Hanya ingin bersikap hormat terhadap penghuni yang lebih dulu tiba di penginapan ini, fikirku.

Ini menandakan penghuni asing di penginapan ini bukan kami berlima, melainkan penghuni asing yang menghuni rumah ini adalah sembilan orang. Diantaranya, anak Sumatra barat dua orang, Sumatra selatan satu orang, Sumatra utara empat orang, gadis bandung seorang diri dan aku.

Pada malam itu setiap tawa adalah bualan, biarpun hujan tetap deras lagak tawa berasa semakin bebas, bercerita tentang segala hal, dengan dialog antar suku yang berbeda. Hingga, ayam berkokok pun sedang mengejar pagi, untuk pertama kalinya duduk di sebuah lingkaran ini kami menjalin hubungan dalam satu atap yaitu keluarga. Kini si Hope adalah pangilan akrabnya dan aku adalah teman baru Hope, kutemui dirinya di tempat penginapan seorang gadis sederhana kelahiran 29 November, Bandung. 


_***_

Lihat selengkapnya