Januari, 1998
Matahari bersinar dengan sempurna, suasana yang cerah sepertinya akan menyambut dengan hangat. Awan putih menjadi pelengkap di langit biru hari ini. Keindahan pagi ini tidak serta merta bisa dirasakan oleh seluruh orang, sebagian orang telah menjalankan rutinitas sibukanya di awal hari. Hari ini akan menjadi hari panjang untuk mereka, karena hari ini adalah Senin. Hari yang paling dihindari oleh orang-orang termasuk para siswa yang melaksanakan rutinitas hari Senin adalah upacara bendera. Akan tetapi hari ini merupakan spesial karena bertepatan dengan bulan Ramadhan maka upacara bendera diliburkan untuk sementara.
Suasana Senin pagi seperti biasa, angkutan umum berseliweran di sepanjang jalan raya Ibu Kota Provinsi ini, sebagian orang memilih untuk berjalan, tidak sedikit yang mengayuhkan sepedanya, dan ada pula yang menggunakan becak. Ibu Kota Provinsi ini tergolong sangat ramai untuk pagi Senin ini, sapaan dari beberapa kenalan dan senyuman cerah dari beberapa orang membangkitkan pagi yang mungkin akan ceria.
Di sudut rumah di Ibu Kota Provinsi itu, tidak jauh dari jalan raya seorang perempuan paruh baya sedang memulai aktivitasnya, menyapu rumah. Rutinitas yang biasanya untuk menyiapkan sarapan bagi anaknya telah berganti.
Laki – laki dengan perawakan besar dan tinggi, dengan kulit putih langsat bagaikan tidak pernah tersentuh matahari telah selesai mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Dari ruang makan telah terdengar suara Ibunya untuk segera bersiap berangkat sekolah, tidak berselang lama suara seorang perempuan yang berbeda memanggil namanya sambil mengetuk pintu kamarnya.
“Kak Satya, boleh pinjem kaset dong,” pinta perempuan itu sambil mengetuk – ketuk kecil pintu kamar.
Pemilik kamar hanya diam tidak bersuara, dia tidak menggubris dan sibuk memasukkan buku – buku ke dalam tas.
“Kak Satya…” rengek perempuan di luar kamar.
Beberapa menit tidak terdengar suara kakaknya menyahut membuatnya kesal, kemudian remaja perempuan itu pergi dan mengadu kepada ibunya. Tentu saja aduan tersebut memberikan hasil yang baik, laki – laki yang bernama Satya mendapatkan sasarannya.
“Nih, jangan sampai hilang loh,” Satya memberikan kaset yang terdapat tulisan namanya serta penyanyi yang ada di kaset.
“Tentu Kak. Makasih ya Kak,” remaja perempuan yang merupakan sang adik laki-laki bernama Satya menerima sambil tersenyum lebar, segera dia masukkan ke dalam tasnya.
Esok hari itu, Satya dengan sang adik kebetulan berbarengan berangkat. Biasanya Satya lebih dahulu berangkat karena adiknya sangat lama untuk berdandan. Keduanya berpamitan dengan sang ibu terlebih dahulu.
“Kak, gak bareng Kak Darren?” tanya adiknya.
Sang kakak hanya menjawab dengan diam, tanda malas menjawab atau tidak peduli dengan orang yang bernama Darren tadi. Dia hanya berjalan lurus tanpa mempedulikan adiknya yang tertinggal jauh karena memanggil orang bernama Darren. Ternyata rumah orang yang bernama Darren persis di depan rumah Satya, yang berbeda adalah rumah Satya yang sederhana sedangkan Darren rumah dengan bertingkat dua dengan gerbang tinggi.
Tidak berselang lama suara pintu dan langkah kaki tergesa – gesa antara lari dan berjalan cepat terdengar dari belakang Satya. Laki – laki bernama Darren yang tadi mereka bicarakan mulai merangkul Satya dan berterima kasih kepada adiknya karena sudah memanggilnya.
“Tuh Sat, kamu harus mencontoh adikmu. Memanggil orang yang telat,”