Ibu masih berbaring di kamar selama satu minggu lamanya. Setelah dibawa ke puskesmas, Satya meminta ibu untuk istirahat total dan tidak boleh pergi ke warung. Satya yang sekarang sudah tidak sering ke sekolah berjaga di rumah untuk merawat ibu, sedangkan adiknya tetap ke sekolah seperti biasa. Sesekali Darren juga datang untuk menjenguk dan menemani Satya.
Di sela-sela waktu menjaga ibu, Satya belajar untuk mengikuti ujian seleksi universitas Ibu Kota Provinsi. Tentu itu adalah permintaan ibu untuk kuliah yang dekat saja, sejak membahas mengenai keinginannya mengikuti seleksi ABRI, Satya tidak pernah membahasnya kembali.
Sahabatnya Darren juga mencoba mengikuti seleksi universitas Ibu Kota Provinsi. Sesekali dia juga mengajak Satya untuk menemani berlari bersama untuk mempersiapkan seleksi ABRI mendatang.
"Sat, apa kamu sudah bilang Aulia tentang Ibumu yang tidak memperolehkan masuk ABRI?" tanya Darren ketika mampir di warung Bu Inem.
"Belum, aku ingin membalas surat yang dia kirim. Tapi aku tidak tahu apa yang mau aku tulis," jawab Satya, kemarin surat Aulia telah sampai di rumah.
Isinya menerangkan mengenai suasana di Ibu Kota dan universitas Ibu Kota yang akan dia masuki. Dia juga memberitahu mengenai demo mahasiswa yang sudah berakhir beberapa hari lalu sehingga mengakibatkan kekacauan di Ibu Kota. Masyarakat masih diminta berhati-hati dan tetap di rumah.
Dia juga memberitahu rumah kos milik sepupunya yang akan dia tinggali kedepannya. Katanya Ibu Kota sangat ramai dan banyak berbagai makanan berjualan disini dan masih banyak lagi.
Sepulang ke rumah dia akan segera membalas surat dari Aulia.
***
Seleksi universitas Ibu Kota Provinsi sudah terlaksana. Sudah satu pekan lebih Darren tidak terlihat membersamai Satya, katanya dia akan fokus untuk seleksi ABRI. Dia berkata jika Satya tidak bisa masuk maka dia yang akan menggantikan. Mama dan Papa Darren merupakan orang tua yang terbuka kepada anak semata wayangnya itu, sehingga dia memperbolehkan apa yang di cita-citakannya, asalkan mampu dan bertanggung jawab.
Di tengah kebingungan yang melanda Satya mengenai impiannya yang ditentang ibu dan surat Aulia yang mengatakan akan pulang ke Ibu Kota Provinsi karena gagal ujian seleksi. Dia seperti orang hidup yang tidak punya harapan hidup. Ketika ingin menyampaikan niatan supaya ibu memperbolehkan mendaftar ABRI atau berkuliah disini membersamai Aulia selama masa kuliahnya.
"Kak, bilang Ibu aja kembali. Semoga Ibu merestui, jika Kakak nekat daftar meskipun diterima pasti tidak berkah," saran adiknya siang itu.
Satya hanya mengangguk diam sambil mendengarkan radio yang kebetulan lagu kesukaannya.
Adiknya pun pergi berlalu ke kamarnya untuk belajar, karena dia sebentar lagi ujian kenaikan kelas.
Untuk terakhir kali dia akan memohon kepada ibu. Jika tidak merestui, dia akan menyerah dan kuliah di universitas Ibu Kota Provinsi.
Malam hari setelah makan malam, Satya mengetuk kamar tidur ibu. Setelah dipersilahkan terlihat ibu sedang melihat album foto keluarga. Satya menghampiri dan duduk disampingnya, foto memperlihatkan dia dan adiknya masih bayi juga ada orang tuanya yang masih muda. Senyum mereka merekah meskipun terlihat berpose canggung.
Satya duduk di kursi depan kamar tidur ibunya, ikut melihat album foto itu.
"Ibu, Satya mau meminta izin Ibu," ucap Satya setelah keheningan beberapa menit dia didalam kamar ibu.
Ibu menoleh ke anak laki-lakinya itu, beliau tersenyum dan meletakkan album foto di meja. Dia genggam erat tangan Satya dan mulai berkata.
"Satya, putra Ibu yang sangat Ibu sayangi. Ibu tahu apa yang Satya inginkan, tiap hari ketika melihat Satya yang semakin lesu dan hanya berbicara seadanya kepada Ibu membuat Ibu sedih. Mungkin Ibu terlalu egois supaya Satya tidak mengikuti jejak Bapak. Sekarang Ibu akan selalu mendukung kemanapun Satya pergi. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik," Ibu mencurahkan isi hatinya kepada Satya hari ini, bagi beliau kebahagiaan anaknya yang paling dia inginkan. Beliau akan mengikhlaskan keputusan Satya untuk menjadi seorang tentara seperti bapaknya.
Mendengar ucapan ibu, Satya langsung memeluk ibunya dengan erat seraya mengucapkan terima kasih secara terus-menerus.
Dalam hati dia merasa lega, akhirnya jalan menuju impiannya terbuka lebar.
***