Catatan Senja

Denesa Ekalista
Chapter #1

1 - First Impression

Suasana sore ini terasa sangat panas. Padahal, mentari terlihat sedang bersahabat dengan awan. Namun, suasana di dalam rumah terasa sangat gerah. Ia yang merasa kepanasan segera mengambil karet berwarna biru lalu mengikat rambutnya ke atas.  

Senja Augrey Leora namanya. Seorang gadis kelahiran Agustus yang memiliki sifat dingin. Ia lebih senang menyendiri. Baginya suasana terindah ialah sunyi dan kerapkali sepi menjadi semestanya untuk menciptakan tulisan tanpa ada bunyi.

Ia lebih sering bermain dengan buku dan tulisan. Maka itu, ia seringkali berperilaku cuek kepada orang yang tidak dikenalnya. Ia merupakan orang yang paling care jika sudah dekat dengan seseorang. Siapa yang tidak mengenal Senja? Seorang gadis berparas cantik yang selalu membuat kaum laki-laki bergetar karena pesonanya.

“Ma, hari ini kok panas banget, ya?” keluh Senja sembari mengibas-ngibas tangannya.

“Mama juga gak tahu kenapa bisa panas gini? Padahal di luar kelihatannya teduh.”

“Hmm, Senja mau keluar ya, Ma. Cari angin, lagian suntuk juga di rumah.”

“Emangnya kamu mau ke mana, Sayang?”

“Ke ... ke Taman Gajah Mada, Ma,” jawab Senja sembari memegang dagu layaknya orang yang sedang berpikir.

“Ohhh... Ya udah sana, jangan pulang terlalu sore.”

“Siap laksanakan, Buk bos,” sahut Senja dengan memberi hormat seperti petugas upacara.

Senja bergegas keluar dan berjalan menuju Taman Gajah Mada di dekat Tiban Centre. Ia hanya berjalan kaki karena jarak taman tersebut memang tak jauh dari rumahnya.

Suasana taman sore hari itu sangat ramai. Apa mungkin karena mereka merasakan hal yang sama dengan yang ia rasakan saat ini? Mungkin saja tidak, taman ini memang selalu menjadi tempat refleksi setiap pagi dan sore, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Entah bermain, berolahraga, atau sekadar bersantai, taman ini selalu dipenuhi oleh orang-orang.

Senja mencari tempat yang jauh dari kerumunan karena ia hanya akan bermesraan dengan buku dan penanya. Ia memilih untuk melendeh di bawah pohon rindang. Selain suasananya lebih sunyi dan tenang, ia juga jauh dari keramaian.

Senja sebenarnya tidak tahu maksud dan tujuannya datang ke taman ini. Namun, di saat ia merasa gerah, salah satu opsinya ialah berada di luar rumah. Taman Gajah Mada merupakan salah satu destinasi yang sering Senja kunjungi walaupun hanya duduk-duduk atau sekadar menulis puisi. Seperti yang tengah ia lakukan saat ini.

Kepada mentari yang mungkin sedang bercengkerama dengan mega

Di hamparan hijau ku melendeh penuh asa dan tanya

Bagaimana bisa birumu hadir sebagai pengukir asa

Lantas bagaimana kau membawaku terbang ke atas sana?

Tak ada jaminan asa akan berujung bahagia

Justru kerapkali malah air mata yang menyapa

Kurasa kini aku senasib dengan cakrawala

Kadangkala bisa sebiru hari ini

Atau mungkin

Semurung kemarin?

Bisa jadi tempat sang mentari senja melepas jingga

Bisa juga menjadi awan hitam yang menjelma air mata

Terkadang Semesta selalu penuh tanda tanya, ya?

Dan tak selamanya tanya itu ada jawabnnya.

-Senja Augrey Leora

Senja memang selalu begitu. Tak mengenali sekitarnya ketika sudah tenggelam ke dunia tulisannya. Serpihan tawa dengan hiasan lesung pipi selalu bisa membuat siapa pun terpesona, termasuk seorang pria yang tak sengaja melihat dan terpesona oleh lengkung bibirnya.

Dewana Fajar Anggara, seorang pria berparas tampan, tutur katanya yang selalu ramah, dan pemilik otak genius nan cerdas. Fajar bisa dibilang spesies langka untuk anak di kalangannya. Di saat para lelaki lebih memilih untuk menghorizontalkan telepon genggamnya, Fajar justru lebih memilih untuk menulis dan bermain gitar. Tak pernah sekali pun gawainya terisi dengan game, seperti PUBG, Mobile Legend, Free Fire, dsb.

Fajar yang terpesona dengan lesung pipi Senja lantas mengeluarkan gawainya dari saku dan memotret gadis itu secara diam-diam. Ketika ia berniat untuk menyapa gadis itu, tiba-tiba ia melihat seorang anak perempuan yang sedang mengendarai sepeda terjatuh. Fajar yang merasa iba langsung bergegas untuk menolong anak itu bangun.

“Kamu gak apa-apa, Dek?”

“Enggak apa-apa, Kak. Cuma, lututku sedikit perih,” ringis anak kecil itu.

“Lutut kamu luka, Dek, kamu sama siapa ke sini?”

“Sama ibu, Kak,” ujar anak itu sembari menunjukkan keberadaan ibunya.

“Nama kamu siapa?”

“Nama aku Siska, Kak.” sembari membersihkan bekas pasir yang masih melekat di kakinya.

“Oh. Kakak antar ke tempat Ibu, ya, Siska. Sini sepedanya biar Kakak yang dorong”

“Makasih, Kak. Kakak baik banget,” ucap anak itu sembari tersenyum manis.

Setelah mengantar anak tadi kembali ke ibunya. Fajar melirik ke tempat di mana ia melihat keberadaan gadis yang berhasil menarik perhatiannya. Namun, ketika Fajar tiba di tempat itu, Ia tak melihat ada gadis itu di sana.

“Apa mungkin dia sudah pulang? Atau gua yang salah lihat?” gumam Fajar kebingungan mencari keberadaan Senja.

“Sadar, Jar, ini masih pagi, masa iya lo halu? Dapat sumber inspirasi dari mana coba?” lirih Fajar dengan menepuk pelan pipinya untuk memastikan bahwa ia tidak bermimpi.

Lihat selengkapnya