Tanda Tanya
Ada kisah yang menyeretku pada bungkam
Segala cerita perihal dia seakan menerkam
Entah apa yang membuatku sangat tercekam
Beribu tanda tanya bekerja mengelilingi sunyinya malam
Aku terjatuh ke dalam jurang yang teramat dalam
Tergeletak bersama semak-semak belukar perlakuannya
berisi mantra gila darinya yang membuatku tenggelam tak berdaya
Rasa apa lagi yang diberikan semesta
Segalanya seakan sangat pahit untuk dirasa
Semesta...
Tolong bebaskanku dari posisi ini
Aku tak pernah ingin berada di sini
Ingin rasanya kumati berdiri
Dikelilingi tanda tanya yang menghantui
Perihal penolakan,
bukankah hal awam yang sering kukuuntaikan?
Mengapa harus ambil pusing kehadirannya?
Cukup bersikap sebagai seorang Senja seperti biasanya, bukan?
Lagi dan lagi
Selalu saja berakhir dengan tanda tanya
Lantas siapa yang akan menjawab?
Apa jawabannya?
Bertanya lagi, kan?
Sudahlah!
Aku lelah dikelilingi beribu tanya
Biarkan Sang Kuasa bekerja sesuai dengan waktu-Nya
Semoga aku selalu bersabar menunggu jawaban yang entah apa
-Senja Augrey Leora
Senja masih berkutat dengan tulisan-tulisannya, entah itu perihal rasa di hati atau sekadar skenario penuh ilusi. Semua terangkum dalam tarian penanya yang indah berupa puisi-puisi.
"Senja, Papa gak ada kerjaan hari ini. Ikut, yuk, ke mall. Mumpung hari Minggu bisa refreshing gak perlu masak," ucap Dewi mengejutkan Senja yang sedang asyik dengan ponselnya.
"Lagi mager, Ma."
"Mager mulu, kapan rajinnya?"
"Rajin tiap hari kalau baca buku," jawab Senja sambil tertawa kecil.
"Buku terus, kapan sama Mamanya?"
"Hehe. Minggu depan aja ya, Ma."
"Janji ya, minggu depan," ucap Dewi sembari mengacungkan jari kelingkingnya.
Ketika Senja ingin merekatkan jari kelingkingnya tiba-tiba ia menjawab, "Eh, minggu depan sekali lagi deh, Ma. Minggu depan kan Senja berangkat. Hahaha."
"Gitu aja terus sampai gak jadi-jadi."
"Jangan marah, dong, Ma. Senja janji, setelah pulang dari Jakarta, kita jalan bareng, ya. Terserah mama mau ke mana dan berapa lama, Senja ikutin," ucap Senja sembari memeluk Dewi.
"Janji?" Dewi kembali mengacungkan kelingkingnya.
"Janji, Mamaku sayang," jawab Senja seraya merekatkan kelingkingnya di jari Dewi.
Senja selalu betah berada di dalam kamarnya ketika hari Minggu tiba. Ia lebih memilih sendiri di rumah ketika orang tuanya berekreasi ke mall. Senja tidak menyukai keramaian. Jika dipaksa untuk ikut ke mall, Senja akan lebih memilih berdiam diri di toko buku dan membiarkan orang tuanya mengelilingi seisi mall sampai bosan.
"Senja, mama pergi. Jaga rumah, ya."
"Iya, Ma. Hati-hati di jalan. Selamat ber-honey moon versi hari Minggu. Hahaha," jawab Senja sambil menutup pintu rumah dan melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya.
Senja kembali menuju bilik kesayangannya itu. Berkutat di depan meja belajar bersama buku-buku dan penanya.
Kali ini Senja bingung harus berbuat apa. Ia lupa bahwa buku yang ia beli dua hari yang lalu telah habis dibaca.
"Kok gua bisa lupa kalau buku yang gua beli udah habis dibaca. Kalau gitu, tau gua ikut mama tadi." Kesal Senja.
Senja tak sengaja melihat bingkai lukisan ilustrasi dan sekantong buku yang masih belum dibuka. Senja mengambil lukisan tersebut dan membolak-balikkannya.
Aku ingin menjadi amnesia.
Melupakan bagaimana dia bersikap tulus kepadaku.
Aku ingin berdusta.