Tepat pukul 16.00, pesawat Citilink dengan tujuan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta take-off dari Bandara Hang Nadim Batam. Perjalanan dari Batam menuju Jakarta memakan waktu kira-kira 1 jam 45 menit. Jadi, mereka akan tiba di Jakarta kurang lebih jam enam sore.
Tiga per empat perjalanan, mereka disambut oleh pemandangan yang begitu indah dari sudut ufuk Barat. Langit yang dipenuhi dengan warna jingga menusuk jiwa yang teramat dalam.
Jika aku harus menunggu waktu delay selama lima jam untuk mendapatkan pemandangan seindah ini, sungguh aku rela.
Senja mengeluarkan buku dari tas ransel dan meletakkannya di jendela, ia mengambil sebuah potret langit senja bersama beberapa bukunya.
Tepat pada pukul 17.50, pesawat Citilink landing di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Ini kali pertamanya Senja menginjakkan kaki di Jakarta. Sebuah kota metropolitan dengan derasnya arus jalanan dua puluh empat jam, tak pernah mengenal kata henti.
"Siapa yang jemput, Bu?"
"Bentar ibu hubungin panitianya, tadi sebelum take-off ibu udah kasih info ke pihak panitia."
Kinanti meraih telepon genggamnya dan melihat pesan masuk dari panitia, "Katanya udah di bandara, kok. Lagi macet di antrean masuk. Kamu lihat ya mobil warna hitam platnya 1268.".
"Siap 86, Bu Aiwet!"
"Kita nginap di hotel mana, Bu Aiwet?" Tanya Senja.
"Hotel Ciputra kalau gak salah."
Mereka keluar dari bandara menunggu di depan agar bisa langsung masuk mobil ketika jemputan tiba.
"Bu, kayaknya itu deh." Senja menunjuk ke arah mobil berwarna hitam dengan plat angka 1268 yang mendekat ke arah mereka.
"Iya kayaknya. Coba kamu lambaikan tangan ke arah mobil itu."
Senja pun menuruti permintaan Kinanti untuk melambaikan tangan ke arah mobil tersebut.
Mereka tiba di Hotel Ciputra setelah melakukan perjalanan selama sejam-an lebih. Jakarta memang selalu menjadi kota yang padat, jarak yang seharusnya bisa ditempuh kurang dari satu jam harus berakhir macet di jalanan.
Setelah melakukan check-in mereka segera masuk ke kamar. Karena hari ini tidak ada kegiatan apa-apa, mereka bisa menggunakan waktu yang ada untuk istirahat.
Senja merebahkan dirinya di atas kasur, "Akhirnya, setelah berjam-jam delay dan sekarang bisa bermesraan dengan kasur. Nikmatnya kasur empuk.".
Kinanti meletakkan handuk yang baru saja ia keluarkan dari koper di bahunya, "Senja, ibu duluan ya mandi."
"Ibuk, Senja duluan," teriak Senja sambil mengambil handuk dari koper dan berlari menuju kamar mandi.
"Ibu duluan, kamu curang, ya."
"Ngalah sama yang kecil, Bu."
"Hormat sama yang tua, Senja," balas Kinanti.
"Biar adil kita suit, siapa yang menang selama tiga kali. Dia yang berhak mandi duluan. Bagi yang kalah dia beresin kamar. Setuju?" ujar Senja sembari menahan tangan Kinanti agar tidak bergegas masuk ke kamar mandi.
"Oke, siapa takut."
Sayangnya permainan ini dimenangkan oleh Kinanti dengan skor 3-2.
"Makanya ngalah sama orang tua, Senja. Beresin kamarnya sampai bersih ya, Tuan Putri," ujar Kinanti.
"Bye-bye, Senja." Kinanti melambaikan tangannya menuju kamar mandi.
Senja dengan terpaksa harus melaksanakan persetujuan yang ia buat sendiri. Ia membereskan kamar, merapikan tempat tidur, serta barang-barang mereka berdua.
Kinanti keluar dari kamar mandi melihat Senja yang sedang duduk di kursi depan cermin sambil membaca buku.
Kinanti salut melihat ketekunan gadis itu dalam dunia literasi.
"Senja, buruan mandi."
Kinanti tak mendapat sahutan apa-apa. Ternyata gadis itu tertidur di atas buku, mungkin karena kecapekan pikirnya.
Kinanti membangunkannya secara perlahan, "Senja, bangun. Cuci muka dulu gih sana, gosok gigi terus langsung tidur aja. Kamu udah kecapekan, besok harus bangun pagi-pagi ikut pembukaan."
"Maaf, Senja ketiduran, Bu." Senja mengangkat kepalanya dari atas buku dan segera menuju kamar mandi.
"Tidur, ya, istirahat. Good night, Senja," ujar Kinanti sembari menutup lampu besar dan menyalakan lampu tidur.
"Good night, Buwet," balas Senja sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.
***
Hari di mana perlombaan cipta puisi akan dilaksanakan, seluruh peserta dan pembina berkumpul di sebuah ballroom untuk melaksanakan pembukaan. Lomba ini diikuti oleh 34 provinsi yang ada di Indonesia, masing-masing mengirimkan satu peserta.
Senja sudah keringat dingin sebelum bertanding. Ia tak menyangka akan ada di sini, mewakili Kepulauan Riau dalam perlombaan sebesar ini.
"Buwet, Senja gak lagi mimpi, kan?"
Kinanti menampar pelan pipinya Senja, "Sakit, gak?"
"Aw, sakit."
"Berarti kamu gak mimpi. Semangat! Kamu pasti bisa! Kuncinya percaya, sisanya biarkan Tuhan yang bekerja," ujar Kinanti sembari mengusap lembut rambut Senja yang tergerai.
"Siap laksanakan, Buwet."
***
Lomba Cipta Puisi tingkat Nasional ini diikuti oleh 34 peserta dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Tema yang akan dilombakan hanya akam dibuka ketika lomba telah dimulai. Perlu diingatkan, peserta dilarang membawa catatan apa pun. Apabila ketahuan, peserta akan kami diskualifikasi dan dianggap gugur.
Hasil daripada perlombaan ini akan diumumkan pukul 16.00 di Dian Ballroom. Jadi, diharapkan seluruh peserta sudah berada di tempat maksimal 15 menit sebelum pengumuman. Keputusan para juri mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Terima kasih.
"Buwet, pengumumannya hari ini juga?"
"Iya. Do your best. You can do it!"
"Makasih, Buwet. Doain Senja, ya."
“Seluruh peserta,silakan untuk segera mengambil nomor peserta di meja panitia dan segera memasuki ruangan yang telah disiapkan. Segala perlengkapan disiapkan dari panitia. Jadi, tidak perlu membawa apa-apa termasuk pena”. Suara pengumuman dari panitia menggema.
"Buwet, Senja ambil nomor peserta dulu, ya."
Kinanti mengangguk pertanda mengiyakan.
"Permisi, Bu. Saya mau mengambil nomor peserta," ucap Senja kepada seorang wanita yang duduk di meja panitia.
"Dari provinsi mana, ya?"
"Kepulauan Riau, Bu."
"Terima kasih, Bu." Senja mengambil nomor peserta yang diberikan dan segera berbalik arah menuju tempat Kinanti berdiri.
Senja melihat nomor yang diberikan oleh panitia.
"08, semoga semesta berbaik hati memberikan kita kekuatan dan kelancaran. Aku bersamamu, 08."
"Buwet, Senja masuk dulu, ya."
"Good luck! Jangan lupa berdoa. Lakukan saja sebisa kamu, sisanya Tuhan yang punya rencana."
Senja mengangguk sambil tersenyum, ia segera masuk ke Ballroom, ruangan di mana ia akan bertempur memainkan diksinya.
Kepada seluruh peserta, harap mendengarkan peraturan-peraturan selama lomba berlangsung.
Peserta tidak diperkenankan membawa peralatan apa pun ke dalam ruangan.