Hari libur Senja dipenuhi dengan mengurus seluruh berkas dan persyaratan-persyaratan untuk mengikuti Ajang Pemilihan Duta GenRe. Senja mengerjakan segalanya sendiri, mulai dari mengisi formulir, menjawab pertanyaan-pertanyaan, sampai dengan pengambilan video yang dibantu oleh Jingga.
Setelah liburan berakhir, seluruh siswa kembali masuk ke sekolah seperti biasanya. Hanya saja, di kelas yang berbeda dengan orang yang berbeda. Namun sayangnya, Senja yang berharap tidak sekelas dengan Fajar, harus kembali berada di satu kelas yang sama dengannya.
Sebenarnya hari ini adalah hari pengumuman finalis di akun instagram @genre_kepri. Namun, ketika Senja ingin mengecek, ia membaca informasi yang ditulis di instagram story @genre_kepri bahwa pengumuman finalis ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Mohon maaf,
Pengumuman Finalis Duta GenRe Provinsi Kepulauan Riau ditunda sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Jangan lupa pantengin terus informasi-informasi terbaru dari @genre_kepri. Terima kasih dan mohon maaf atas ketidaknyamanannya.
“Sabar, Senja. Biarkan semesta memberikan kejutan di balik penundaan ini,” ucap Senja.
Senja, Jingga, dan Fajar kembali dipersatukan di satu kelas yang sama, yaitu XI MIPA 2. Hari pertama sekolah dikelilingi oleh wajah-wajah baru kelas X. Karena masih hari pertama, mereka dibebaaskan tidak belajar. Hanya pembagian kelas saja. Mereka bebas melakukan aktivitas apa pun asalkan berada di dalam kawasan sekolah.
“Senja, keliling sekolah, skuy. Sekalian cuci mata lihat adik kelas baru.”
“Malas! Unfaedah!” seru Senja menolak.
“Ayolah, Senja Augrey Leora.”
“Gua pikir-pikir dulu,” jawab Senja sambil memegang dagunya.
“Nungguin lo mikir keburu ibu-ibu melahirkan,” sahut Jingga.
Tiba-tiba, Fajar dan Bara datang menghampiri Senja dan Jingga.
“Hallo, Senja,” sapa Fajar.
“Gua ke perpustakaan dulu,” ujar Senja membalikkan badannya menuju perpustakaan. Namun, langkahnnya dihentikan oleh jingga. “Tadi lo bilang mau keliling sekolah,”
“Gua gak bilang gitu!”
“Kalian ngapain sih!” seru Bara.
“Mau bangun candi!” sahut Jingga.
“Gua ikut, dong. Barangkali ketemu tuan putri,” ujar Bara sembari memainkan rambutnya sok keren.
“Gak usah sok keren bego!” balas Fajar sambil memainkan kepalanya.
Bara dengan PD-nya membalas, “Ya gua harus keren kalau mau ketemu tuan putri.”
“Lo kebanyakan makan batu sih! Otak lo berpindah ke dengkul,” ujar Fajar menumbuk lengannya Bara.
Bara adalah siswa terpintar dari belakang di kelasnya. Entah apa yang bisa membuatnya akrab dengan Fajar. Fajar merasa nyaman bisa berteman dengan Bara walaupun sikapnya yang seringkali di luar logika.
“Gua gak pernah makan batu, tahek!”
“Gak lo makan, tapi lo telan,” ujar Fajar.
“Silahkan lanjutkan perdebatannya, gua pamit.” Senja berjalan menuju perpustakaan, membiarkan mereka berdebat sampai mulutnya tak mampu lagi berkata.
“Senja, tunggu!” pekik Fajar.
***
Perpustakaan tampak sangat sepi, hanya ada pak Bimo penjaga perpusatakaan dan seorang wanita yang tak dikenalnya. Mungkin saja siswa kelas dua belas yang tak pernah menampakkan wajahnya di luar kelas.
“Pagi, Pak,” sahut Senja memasuki perpustakaan.
“Pagi, Senja,” jawab Bimo yang sudah mengenal sosok di balik suara tersebut. Senja merupakan langganan perpustakaan. Jadi, tidak heran apabila penjaga perpustakaan sudah sangat mengenal suaranya walau belum sempat melihat wajahnya.
Senja mengambil posisi di ujung agar tidak terlalu terlihat keberadaannya. Senja membaca buku “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi” karya Boy Candra, salah satu buku pemberian dari Fajar.
Bara mengikuti Fajar yang masuk ke perpustakaan, suara Bara selalu membuat gendang telinga orang mendengarnya menjadi pecah.
La la la
Aku senang sekali
Doraemon
“Selamat pagi menjelang siang, Bapak Bimo penjaga perpustakaan yang terhormat,” ujar Bara sembari memberi hormat.
“Heh! Suara kamu buat gendang telinga Bapak pecah. Ini perpustakaan bukan tempat karaoke,” sahut Bimo sambil memegang penggaris di tangannya.
“Bapak meremehkan pemenang lomba nyanyi se-Smansa Batam dan telah menggelar status penyanyi terkenal sejagat raya,” jawab Bara angkuh sambil mengangkatkan kepalanya.
“Kamu mau ngapain ke sini? Kalau gak ada perlu silahkan keluar! Jangan mengganggu konsentrasi bapak!” seru Bimo sambil memukul pelan Bara menggunakan penggaris.
Fajar tak menghiraukan Bara yang selalu berbuat ulah di mana pun ia berada. Ia melirik ke sudut-sudut perpustakaan mencari keberadaan Senja.
Fajar melihat Senja membaca buku yang ia berikan kemarin. Ia dengan reflek tersenyum manis menatap gadis itu yang sedang asik membaca buku.
“Cie yang lagi asik baca buku,” ujar Fajar sembari mengambil posisi duduk di samping Senja.
Shit! Ngapain lagi tu anak ngikutin gua mulu!
“Senja, gua dengar-dengar lo ikut ajang pemilihan duta, ya?”
Tahu dari mana dia, perasaan gua gak pernah cerita ke siapa-siapa selain Mama, Buwet, Jingga, dan bu Nelly. Dasar cowok aneh!
Senja tetap diam tak menjawab pertanyaan Fajar.
“Senja, kok lo cuekin gua terus?”
Lagi dan lagi Senja hanya diam, tak ingin mengeluarkan suara sedikit pun. Terlebih untuk menjawab pertanyaan yang jawabannya belum Senja temukan sampai sekarang.
“Gua salah apa sama lo?”
Salah lo hadir dalam kehidupan gua! Lo ciptakan beribu tanda tanya dan gua gak bisa temukan jawabannya!
Senja beranjak dari kursinya, lalu berkata, “Jauhin gua!” Ia segera pergi meninggalkan Fajar.
Terkadang, kita harus jatuh tersungkur dengan beribu penolakan untuk memperjuangkan satu konfirmasi penerimaan.
***
Beberapa hari setelah informasi penundaan di akun instagram @genre_kepri, Senja mendapat beberapa pesan masuk secara bersamaan berisi ucapan selamat.
Bu Nelly:
Selamat, Kak. Semangat menuju masa karantina! Lanjutkan perjuanganmu.
My Buwet:
Congrats, My Sot. You’re the best. I’m very proud of you!
Makhluk gak jelas:
Dear, Senja. Selamat, yah. Gua tahu lo bakal lolos. Continue your struggle. I’m with you!
Senja dengan segera membuka instagram dam mengetik @genre_kepri. Ia hanya ingin memastikan apakah benar ucapan selamat itu benar-benar diperuntukkan untuknya.