Catatan Senja

Denesa Ekalista
Chapter #17

17 - Rumah Kedua

Setelah Senja dinobatkan menjadi Duta GenRe, gadis itu menjadi bintang di sekolahnya. Ia menjadi sosok inspiratif di sekolah. Tak bisa dipungkiri, Senja memang selalu menyandang gelar murid dengan segudang prestasi sedari SD. Tak jarang para siswa selalu mencari Senja untuk melakukan konseling ketika ada permasalahan yang melandanya, permasalahan utama yang sering Senja tangani ialah perihal cinta. Padahal, dirinya sendiri terlalu baru mengenal apa itu cinta. Namun, pengetahuannya jauh lebih jauh. Ia belajar banyak dari permasalahan-permasalahan audiensnya.

Hal yang membuat heran para siswa adalah sikap Senja yang sangat berbeda dalam menangani suatu masalah. Senja bagaikan kepingan uang logam yang berbeda satu sisi dengan sisi yang lainnya.

Senja lebih sering menghabiskan waktunya di ruangan PIK-R. Entah membaca buku, menulis, atau melayani audiens yang ingin curhat. Senja akan sangat welcome mendengar segala keluh dan kesah dari mereka. Baginya, ruang itu adalah rumah kedua yang senantiasa menemani segala rasa dan mengubahnya menjadi Senja yang tak biasa.

Ketika Senja sedang duduk di dalam ruang PIK-R, tiba-tiba ada seorang gadis yang tak dikenal menghampirinya dengan linangan air mata.

"Astaga, kamu kenapa?" tanya Senja terkejut melihat kondisi anak itu yang terlihat sangat frustrasi.

"Masuk dulu sini, cerita sama kakak," ujar Senja menggandeng gadis itu masuk.

Senja menutup pintu pertanda tak ingin diganggu. "Ini tisunya. Menangis dulu gak apa-apa. Setelah itu kamu bisa cerita." Senja memberikan beberapa lembar tisu kepada gadis itu. Sesekali ia juga membantu menghapus air mata yang membasahi wajah anak itu.

"Tenang aja, kakak gak akan cerita ke siapa-siapa."

"Udah nangisnya?"

Gadis itu menghentikan tangisnya dan berusaha untuk bercerita kepada Senja. "Kak…" panggil gadis itu tak menyambung.

"Nama kamu siapa dan kelas berapa?"

"Jerina, Kak. Kelas X MIPA 3," jawab gadis itu sembari menunduk.

"Kalau gak mau cerita gak apa-apa. Kamu bebas menumpahkan air mata. Tapi ingat, jangan berlama-lama. Ada tawa bahagia yang sedang mengantre untuk menyapa lengkung bibirmu." ujar Senja sambil tersenyum kecil.

"Aku bingung harus gimana, Kak."

“Aku capek, Kak. Aku capek hidup sendiri di dunia ini,” ujar Jerina meluapkan air matanya.

“Hei, kamu gak sendiri, Dek. Masih banyak orang yang menyayangi kamu.”

“Enggak, Kak! Gak ada satu pun yang sayang sama aku, termasuk orang tuaku.”

“Namun, ada Tuhan yang senantiasa ada di sisimu,” jawab Senja menenangkan.

“Beberapa tahun yang lalu, aku harus menonton tayangan pilu yang diciptakan orang tuaku setiap hari. Aku anak tunggal dan sekarang aku benar-benar sendiri. Setiap aku dengar bunyi teriakan, bunyi piring pecah, aku selalu mengurungkan diri dalam kamar. Nangis sendirian. Namun, kalau udah terlalu muak, aku selalu kabur dari rumah dan baru akan pulang ketika purnama telah menampakkan wajahnya. Kadang pun, aku nginap di rumah temanku gak mau pulang. Sakitnya, orang tuaku sama sekali gak mencariku. Mereka terlalu asyik berlomba untuk memenangkan egonya masing-masing. Lupa kalau ada anaknya yang terluka gara-gara perbuatan mereka.”

“Temanmu di mana sekarang, Dek?”

“Tapi itu dulu, Kak. Dia udah pindah ke luar kota. Sekarang aku benar-benar sendiri. Tanpa seorang teman dan bahkan aku takut untuk memiliki hubungan dengan siapa pun. Aku takut lukaku akan bertambah sebelum satu luka besarku pulih.”

Senja terdiam sejenak.

Ternyata ada yang lebih dari aku. Aku masih beruntung bisa punya mama dan papa yang utuh. Mereka berjuang untukku. Walau apa yang aku inginkan tidak bisa terwujud, tapi aku punya orang-orang yang selalu mendukungku. Mama salah satunya.

Senja mengambil posisi mendekati Jerina. “Dek, satu hal yang harus kamu peluk keberadaannya. Tuhan selalu ada di sisi kita. Walau kita tak bisa melihat keberadaan-Nya, tetapi kita tahu Tuhan senantiasa ada untuk kita.” Senja berusaha untuk menenangkan gadis itu dari tangisnya.

“Percaya, Kak. Hanya saja susah.”

“Itu namanya kamu belum percaya. Baru sampai di tahap tahu saja.”

“Coba deh kamu gejolak di hati kamu. Gak akan ada perubahan apa-apa jika bukan kamu yang merubahnya.”

“Caranya gimana, Kak?”

“Kunci utamanya hanya satu, percaya.”

“Gimana aku bisa percaya kalau nyatanya membuatku terluka?”

“Luka itu batu sandungan, Dek. Kita pasti akan melewati batu sandungan sebelum akhirnya bisa menjadi bahagia.”

“Tak ada bahagia yang didapatkan dengan mulus-mulus saja. Bahkan, jalan lurus saja tak selamanya rata.”

“Tapi,”

“Gak ada yang harus ditapikan, Dek. Pilihannya mau atau tidak. Kebanyakan kata tapi tak akan menyelesaikan masalah.”

“Jeri harus gimana, Kak?”

“Jangan takut untuk bergaul, Dek. Tetap optimis, kamu harus buktikan ke diri kamu sendiri kalau kamu kuat. Coba cari kesibukan baru, tata mimpimu. Cita-citamu apa?”

“Jeri gak tahu, Kak.”

“Nah, coba deh mulai hal-hal baru.”

“Kamu suka nyanyi? Nari? Nulis? Olahraga? Atau mungkin yang lainnya?”

“Jangan terlalu larut dalam kesedihan, coba kamu ingat, sudah berapa lama kamu habiskan waktu hanya untuk berdiam diri menatap luka? Pasti kamu udah gak pernah lagi keluar beraktivitas atau sekadar melakukan hobi kamu?”

Jerina terdiam sejenak, membenarkan apa yang disebut oleh Senja barusan. Ia mengangguk pelan. “Iya sih, Kak.”

“Coba fokus sama impian dan cita-cita kamu.”

“Dulu Jeri suka nulis, Kak. Sebelum mama sama papa pisah dan memulaikan pertengkaran besarnya, Jeri selalu asik menulis di buku diary. Sekarang buku itu entah ke mana. Kemarin, Jeri marah banget sama diri Jeri, Jeri hancurin semua barang-barang di kamar. Gak peduli dipakai atau enggak, Jeri udah kayak orang kesurupan mungkin.”

“Nah, coba cari kesibukan dengan menulis. Di sekolah ini ada yang namanya ekstrakurikuler mading dan jurnalistik. Kakak juga ikut itu. Cuma sekarang lebih sering fokus ke PIK-R. Kalau kamu mau masuk PIK-R juga boleh. Kakak welcome banget.”

“PIK-R itu sebenarnya apa sih, Kak? Aku sebenarnya gak tahu, tapi ada teman kelas yang bilang kalau mau curhat datang aja ke sini. Jadi, aku langsung ke sini tadi.”

“PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) merupakan suatu organisasi yang dikelola oleh, dari, dan untuk remaja. Jadi, di sini kita akan belajar banyak mengenai remaja, permasalahan yang umumnya menimpa remaja. Selain itu, kita juga seru-seruan kok. Ada juga yang namanya life skills atau kecakapan hidup. Permasalahan remaja yang terjadi sekarang sudah sangat kompleks, Dek. Mulai dari narkoba, seks pranikah yang merujuk ke pernikahan dini, angka penularan HIV/AIDS yang meninggi karena pergaulan bebas remaja. Mengingat permasalahan yang lumayan kompleks, BKKBN mengembangkan Program GenRe. Program GenRe adalah program yang dikembangkan dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja melalui pemahaman tentang Pendewasaan Usia Perkawinan sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan secara terencana; berkarir dalam pekerjaan secara terencana; serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Program GenRe tersebut dilaksanakan melalui pendekatan langsung kepada remaja serta orang tua yang memiliki remaja. Pendekatan kepada remaja dilaksanakan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja).”

“Kayaknya cocok untuk Jeri, Kak.”

“Yuk, gabung. Nanti akan ada banyak kegiatan seru kok. Mau jadi duta juga bisa, hehe.”

“Oke, Kak. Jeri ikut, ya.”

“Ingat, ya! Stay positive, tetap optimis, fokus sama impian dan cita-citamu, dan coba mencari kesibukan baru.”

Jerina tersenyum kecil. “Siap, makasih, Kak.”

“Oh, iya. Nama kakak siapa?”

“Senja Augrey Leora, panggil aja Senja.”

“Oh iya, kamu udah lama gak senang-senang, kan?” Senja meraih tangan Jerina mengajaknya untuk berdiri.

“Mau ngapain, Kak?”

“Kakak putar musik, kita bebas mau bergerak kayak apa. Asalkan mata kita tertutup, nikmati alunan musik sampai lagunya berhenti baru boleh buka matanya. Oke?”

Jerina mengangguk pelan dan tersenyum pertanda mengiyakan.

Senja meraih speaker yang bisa tersambung dengan handphone-nya menggunakan bluetooth dan memutarkan lagu manusia kuat.

“Oke, kita mulai, ya. Tutup mata dan nikmati lagunya. Sini pegang tangan kakak.”

Jerina mengikuti arahan dari Senja.

Kau bisa patahkan kakiku

Tapi tidak mimpi-mimpiku

Kau bisa lumpuhkan tanganku

Lihat selengkapnya