Fajar sudah tiba di depan rumah Senja ketika gadis itu sedang memakai sepatu. Saat Fajar melihat keberadaan orang tuanya di depan pintu, Fajar pun turun menghampiri mereka.
"Pagi, Om, Tante," ucap Fajar sembari menyalami mereka secara bergantian.
Fajar melihat Latif menenteng tas kerja di tangannya. "Om, mau berangkat kerja, ya?"
Latif menepuk pundak Fajar, "Iya, hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut. Om berangkat dulu."
Latif mencium pipi Dewi dan Senja secara berganti. "Ma, Papa berangkat, ya," ujarnya sembari melambaikan tangan.
"Om, saya gak dicium?" tanya Fajar seraya menunjuk pipinya.
Latif menepuk pelan lengan Fajar. "Ya, homo kalau cium kamu. Kalau ke anak laki-laki gak apa-apa."
"Saya kan anak Om. Maksudnya calon anak menantu, Om," ujar Fajar sembari tertawa cengengesan.
Latif menyenggol Senja. "Senja, kamu mau?" tanyanya.
"Dengar boleh, percaya jangan, Pa. Udah, buruan sana berangkat, entar telat."
"Oh iya, ya. Papa duluan, ya." Latif meninggalkan mereka bertiga di depan pintu dan berjalan menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumahnya.
"Hati-hati di jalan, Om," teriak Fajar.
"Tante, kalau gitu, Fajar sama Senja berangkat juga, ya," ujar Fajar sembari menyalami Dewi dan diikuti oleh Senja setelahnya.
Senja mencium pipi Dewi. "Bye, Ma," ucapnya sambil melambaikan tangan.
Mereka menuju mobil Fajar dan segera meluncur ke sekolah.
***
Senja dan Fajar berjalan beriringan menuju ke kelas. Kedekatan mereka berhasil menarik perhatian para siswa menjadi terheran-heran. Mungkin mereka manusia waras yang bingung dengan hubungan mereka, sebab Senja memang tak pernah dekat dengan laki-laki sebelumnya.
"Senja, kita jadi pusat perhatian para siswa nih," ujar Fajar sembari melirik kiri-kanan.
"Terus gua harus peduli sama omongan mereka?"
"Enggak, sih. Lo gak risih atau marah gitu?"
"Beri gua satu alasan kenapa gua harus marah sama mereka yang cuma bisa ngomongin hidup orang lain!" seru Senja dengan raut wajah datarnya.
"Karena lo jalan bareng gua?" terka Fajar seraya menatap Senja.
"Lo masih manusia, kan? Bukan setan? Ya udah! Berarti gua masih waras." Senja memang tidak suka mempermasalahkan omongan orang lain yang dianggapnya tidak jelas. Baginya, hidup adalah milik kita sendiri, omongan orang lain gak sepenuhnya harus dipenuhi.
"Tapi—" Fajar memberhentikan ucapannya sejenak.
"Terserah lo! Urus aja muncung-muncung mereka yang gak seberapa itu. Gua mah masa bodo!" Senja berjalan menuju kelas meninggalkan Fajar yang masih mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut Senja.
"Dia masa bodo karena udah mulai suka sama gua atau emang gak penting baginya?" gumam Fajar dalam hati.
Fajar memukul pipinya berkali-kali, "Sadar, woi, sadar! Udah dapat kesempatan deketin dia aja udah syukur banget. Lo malah mikir yang enggak-enggak. Kejar, Bro! Kejar! Kejar sampai dapat!"
"Senja, tunggu!" Fajar berlari mengejar Senja yang sudah lumayan jauh darinya.
Fajar menghela napasnya yang menderu karena berlari mengejar Senja.
"Buset! Lo udah kayak kuda aja, larinya kencang banget," ujar Fajar yang kini sudah berada di samping Senja.
"Lo aja gak tahu. Gini-gini pernah juara 1 lomba atletik se-Kota Batam, cui."
"Ha! Serius lo?"
"Gak percaya lihat aja piala yang ada di ruang tamu gua."
"Entar pulang gua singgah!" Fajar sangat antusias ingin melihat piala seorang Senja bisa memenangkan kejuaraan atletik. Sungguh tidak masuk logika.
***
Seluruh pelajaran hari ini telah selesai, sampai jumpa besok pagi dengan semangat belajar baru.
All lessons have ended for today, see you tomorrow morning with a new learning spirit. Take care on the way and have a nice day.
Ketika mendengar suara lonceng pulang berbunyi, seluruh siswa berbondong-bondong keluar kelas. Memang, bagi para siswa, tak ada waktu yang lebih indah selain mendengar lonceng pertanda pulang sekolah.
Fajar melihat Senja dan Lara masih asik tidak beranjak dari kursinya. Ia pun menghampiri Senja.
"Senja, pulang?"
"Gua ada kerja kelompok. Lo duluan aja, entar gua pesan gojek."
"Ayo dong, gua mau ngajak lo jalan-jalan, nih," ujar Fajar sembari mengedipkan mata kepada Lara.
Lara mengerti maksud Fajar mengedipkan mata. "Oh, ya udah deh, Ja. Entar gua kerjain aja. Kalau ada apa-apa gua calling lo," ucap Lara.
"Serius lo?"
Lara menepuk pundak Senja, "Santai aja, Sist. Bisa diatur, yang penting antar aja gorengan entar malam," sahut Lara sembari tertawa.
"Yeh! Ada udang di balik batu."