Seminggu lagi adalah hari ulang tahun Senja yang ke-17. Namun, Senja masih tidak merencanakan perayaan apa-apa. Justru Dewi dan Latif yang sangat antusias untuk membuat sebuah perayaan ulang tahun anak semata wayangnya dengan mewah.
“Senja, Mama dan Papa sudah menyiapkan pesta ulang tahun kamu minggu depan, loh.”
“Minggu depan, ya, Ma?” Senja mengernyitkan keningnya pertanda tidak mengingat hari istimewanya itu.
“Kamu mau kado apa dari Mama sama Papa?”
“Terserah Mama sama Papa aja. Senja gak berharap apa-apa, kok. Masih dikasih napas sama Tuhan aja udah syukur banget.” Senja memang selalu sederhana, ia tak pernah mengharapkan sebuah perayaan yang mewah. Bisa berada di dekat orang-orang yang mencintainya sudah menjadi kado terindah dari Sang Kuasa.
“Oh, ya. Karena hotelnya penuh tanggal 21, mau gak mau Mama booking tanggal 22, ya. Kebetulan tanggal 22 juga malam minggu, kan? Jadi kamu lebih bisa punya waktu yang panjang.”
“Emangnya di mana, Ma?”
“Planet Hotel.”
Senja terkejut mendengar jawaban Dewi. “Ha! Mama gak salah? Cuma untuk ngerayain ulang tahun sampai ke Hotel Planet? Emangnya Senja mau wedding party?”
“Seumur hidup sekali gak apa-apalah,” jawab Latif cepat.
“Itu mahal banget loh, Ma.”
Dewi mengelus lembut rambur Senja, “Sayang, gak apa-apa. Anak Mama kan cuma satu. Lagian kamu juga gak pernah buat party, kan? Mama udah konfirmasi juga sama Buwet untuk bantu ngasih tahu ke seluruh guru dan murid di smansa.”
“Ma! Ini benar satu sekolah Mama undang?”
“Iya, dong.”
Senja menghela napas. Ia tak tahu lagi bagaimana menyikapi orang tuanya yang sangat antusias untuk merayakan ulang tahunnya. “Terserah Mama aja, deh.”
“Oh, ya. Senja request, ya, Ma. Temanya blue and white,” lanjut Senja.
“Aman terkendali itu. Semua sudah Mama pesan dari jauh-jauh hari. Gaun kamu juga besok udah selesai, kok. Warna biru muda, kamu pasti cantik banget pakai gaun itu. Besok Mama ambil gaunnya, ya.”
Senja tersenyum, “Makasih, ya, Ma, Pa.” Gadis itu sungguh terharu memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.
***
Hari ini adalah hari ulang tahun Senja. Tepat pada pukul 00.00, ketika Senja sedang terlelap menikmati mimpinya. Ia terkejut dengan lampu yang tiba-tiba hidup disambut dengan nyanyian lagu Happy Birthday.
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday, happy birthday
Happy birthday, My Sot!
Happy Birthday, My Sot!
Senja beranjak dari tempat tidurnya, memandang sosok seorang Kinanti yang sudah berada di kamarnya dengan sebuah kue hias di tangannya. Senja begitu terharu melihat keberadaan Kinanti di rumahnya malam-malam buta. Baginya, ini adalah salah satu kado terindah yang sangat ia syukuri adanya, yaitu keberadaan orang-orang terdekat yang senantiasa menyayanginya.
“Buwet.” Senja tak lagi bisa mengeluarkan kata-kata. Ia benar-benar speechless.
Kinanti menghampiri Senja di dekat kasurnya. “Selamat bertambah usia, My Sot. Semoga bisa menjadi sosok seorang Senja yang lebih baik, ya. Buwet sayang kamu,” ucap Kinanti sembari memeluk Senja.
Senja tak bisa berkata apa-apa, bulir yang bersumber dari pelupuk matanya mengalir begitu saja. Percayalah, ini adalah tangisan kebahagiaan.
“Makasih, Buwet. Makasih buat segalanya.” Gadis itu memeluk erat Kinanti.
“Tiup dulu dong lilinnya. Jangan lupa make a wish.”
Senja memejamkan matanya sejenak, lalu meniup lilin yang ada di kue itu.
Tuhan,
hari ini aku berdoa,
terima kasih untuk umurku yang semakin dewasa
terima kasih telah menghadirkan mereka menjadi yang selalu ada
jadikanlah hubungan ini seperti lingkaran yang tiada ujungnya
jadikanlah cinta ini layaknya samudra yang tak ada batasnya
karena sesungguhnya hanya kepada-Mu kami berdoa
“Maaf, Buwet gak bisa kasih apa-apa. Cuma bisa bikinin album puisi ini buat kamu. Disimpan baik-baik, ya,” ujar Kinanti sembari meraih sebuah album yang berisikan foto-foto dan puisi.
“Thank you for everything, Buwet.”
“Buwet, kok, bisa di sini malam-malam?”
“Pasti bersekongkol sama Mama, ya?” terka Senja.
Kinanti hanya tertawa tak menjawab, tak lama setelah itu terlihat sosok Dewi yang melangkah memasuki kamar Senja.
“Nah, ini dia,” ucap Kinanti.
“Pantesan aja. Kirain manjat dari jendela,” ejek Senja sembari tertawa.
“Selamat ulang tahun, Anak Mama. Tumbuh jadi anak yang berbakti dan hebat, ya. Mama percaya, kamu akan jadi anak yang kuat melewati segala rintangan. Suatu saat nanti, kamu akan gapai bintang di atas sana.” Dewi memeluk erat anak semata wayangnya.
Senja merasa di hari bahagianya ini, entah sudah berapa banyak bulir yang mengalir dari pelupuk matanya. Namun ia tahu, air matanya kali ini bukan bercerita perihal duka, tetapi bahagia.
“Ma, terima kasih udah buat Senja ada di dunia, tanpa Mama Senja gak akan pernah jadi apa-apa. Makasih udah jadi yang paling ngertiin Senja. Senja sayang Mama.”
Senja juga memandang Latif yang baru saja berada di hadapan mereka bertiga. Latif mendekati Senja secara perlahan. Senja terkejut, ini hal yang tak biasa terjadi kepadanya.
“Anak Papa, selamat ulang tahun, ya. Papa tahu, ada banyak kesal yang kamu sembunyikan dari Papa selama ini, tapi kamu harus tahu, Papa lakuin semua ini karena Papa sayang sama kamu. Kamu sekarang sudah dewasa. Namun, kamu masih akan menjadi gadis kecil bagi Papa. Kamu sudah terlalu hebat untuk menjadi terhebat. Doa Papa buat kamu tak pernah terjeda sedetik pun. Semoga kamu selalu bisa jadi anak yang bijaksana, ya.” Latif mengecup kening Senja dan memeluk erat putrinya.
Air mata Senja semakin deras mengalir, terlebih ini merupakan hal yang sangat langka baginya. “Makasih, Pa. Senja gak tahu harus bilang apa. Intinya makasih buat segalanya.”
Setelah melow-melow-an, Kinanti pamit pulang, Dewi dan Latif pun kembali ke kamarnya.
Senja meraih ponselnya, ia melihat terdapat 21 panggilan masuk dan pesan dari sosok seorang lelaki yang masih bertuliskan “Cowok Gak Jelas” di kontaknya.