Luka Baru
Pada waktu yang membawaku menjadi bisu
Segala kemungkinan kini beralih menjadi semu
Diamnya kini menambah luka baru
Aku kembali bercengkerama dengan sunyi yang menjadi ruang pelarianku
Aku kembali membeku pada suatu masa yang membuatku tidak ingin berseru
Segala ucapan darimu hanya akan menjadi tafsiran yang berujung debu
Tak ada satu pun yang bisa mengubah itu
Iya,
Ku rasa kau pun tahu,
mengenal kata kehilangan
tidak pernah ada yang namanya baik-baik saja
Itu hanya tipu muslihat belaka
Agar kita terlihat biasa di depan meraka
Ku kira,
Kejutan darimu akan terus berujung pada bahagia
Namun kini,
Segalanya bercerita tentang luka
Masih bisakah ku percaya bahwa kata-kata darimu itu benar adanya?
Entahlah!
Luka ini membawaku pada cerita duka yang baru
Tentang sebuah perjalanan yang akan ku tapaki tanpa dirimu
Kembali seperti dulu
Atau mungkin,
Seharusnya kau tak perlu masuk dalam kehidupanku
Dan
Aku pun tak akan pernah membuka hati untukmu
Andaikan semudah itu
-Senja Augrey Leora
Senja mengurungkan dirinya dalam kamar. Ia masih membenamkan pikirannya terhadap nama yang tertera pada papan pengumuman hari itu. Gadis itu sudah terlanjur menerima kedatangan seorang lelaki yang berhasil membuatnya membuka hati. Namun, bagaimana bisa ia harus dihadapi dengan hal yang dinamakan kehilangan. Nama yang selalu menghantui pikirannya, nama yang selalu ingin membuatnya lari dari kenyataan yang ada, serta nama yang selalu membuatnya kembali membungkamkan diri pada semesta.
Senja pikir, setelah lulus dari SMA, Fajar akan kembali ke Yogyakarta. Hal itu juga menjadi salah satu alasan Senja lebih memilih UGM daripada UI, walaupun ia sudah menetapkan impiannya sebelum mengenal keberadaan Fajar.
Bayang-bayangnya terus mengitari benak Senja dan membuat gadis itu menjadi sangat lemas setiap mengingat nama yang tertera pada papan pengumuman itu. Senja memang selemah itu menghadapi yang namanya kehilangan.
Senja memutuskan untuk tidur, berharap setelah bangun ia akan melupakan segala resah yang ada dalam dirinya. Namun, niatnya terhenti ketika mendengar dering gawainya berbunyi yang menunjukkan panggilan video masuk dari Fajar.
Senja beranjak dari baringnya dan menerima panggilan video masuk dari Fajar dengan raut wajah seperti pare serta mulut yang tajam ke depan.
Apa!
Jangan manyun gitu.
Menurut lo gua bisa tersenyum bahagia gitu?
Bisa!
Turun sekarang!
Ngapain?
Turun aja dulu.
Lo di mana?
Di hatimu.
Fajar menutup teleponnya dengan tidak menjawab di mana keberadaannya saat itu. Sebenarnya, Senja masih sangat marah dengan Fajar. Hanya saja, ucapannya saat itu membuatnya penasaran. Hal apa lagi yang akan diberikannya?
Senja menuruni anak tangga dengan raut wajahnya yang murung serta mulut yang menajam ke depan. Ia bergegas menuju pintu depan. Tiba-tiba, ketika Senja membuka pintu, ia dikejutkan dengan sebuah bouquet besar dengan bunga yang berwarna biru menghalangi wajah seorang lelaki.
“Surprise!” ucap Fajar memiringkan kepalanya yang tertutup oleh bouquet di tangannya. “Get it, please.”
“Gua terima, tapi terpaksa,” ucapnya sembari meraih sebuah bouquet yang berukuran sekitar 100 cm.
“Ganti baju, gua mau curi lo.”
Belum sempat Senja menjawab Fajar telah lebih dulu melanjutkan ucapannya. “Gak boleh nolak.”
Senja menatap sinis Fajar dengan sorot matanya yang tajam dan melangkah menuju kamar tanpa menawarkan Fajar untuk masuk terlebih dahulu.
Selama perjalanan menaiki anak tangga menuju kamarnya, mata Senja terus tertuju pada sekuntum bunga biru di hadapannya. Ia juga melihat ada secarik kertas yang diselipkan di sela-sela bunga.
Dear Senja,
Ada sejuta maaf yang ku lambungkan pada semesta
ketika menyadari dirimu melihat papan pengumuman itu
Awalnya,
ku kira semua akan baik-baik saja
Aku juga tidak menyangka bahwa pihak beasiswa akan
dengan mudah menerimaku begitu saja
Aku ingin sedikit bercerita perihal keputusan sebelum dan sesudah aku menemukanmu
Sebelum itu,
Ku mohon terima permintaan maafku...
Sejak pertama kali tapakku terjejak di abu