Catatan Senja

Denesa Ekalista
Chapter #37

37 - Melipat Jarak

Besok siapa ngantar ke bandara?

Mungkin papa sama mama

Tapi mungkin

You know lah kan

Besok gua jemput

Biar gua yang ngantar ke bandara

Check in jam berapa?

16.40

Boarding 17.40

Take off 18.20

Siap laksanakan

Stay home

Gua otw sekarang

Hari ini adalah hari terakhir Senja berada di Batam. Besok, ia sudah harus berangkat menuju Yogyakarta untuk mengurus segala bentuk pendaftaran ulang. Entah harus senang atau sedih, yang jelas Senja harus menerima semua risikonya. Everything happens for a reason.

Akhirnya, apa yang aku impikan sejak dulu terealisasikan. Gamada, i’m coming soon. Thank you, God. You’re so amazing.

Baru saja Senja ingin menjejakkan kakinya pada anak tangga pertama, ia dibuat terkejut dengan suara panggilan yang berasal dari Fajar.

“Gila, terbang kali tuh anak,” gumam Senja dalam hati.

“Senja,” teriak Dewi dari dapur. Senja sudah mengerti maksud dari panggilan Dewi. Gadis itu segera berjalan untuk membuka pintu.

“Pakai pintu doraemon, Pak?” tanya Senja sambil membuka pintu.

“Pakai karpet ajaib yang kayak jin-jin terbang di atas langit itu,” jawab Fajar sembari mengacak-ngacak rambut Senja.

“Halu!” Senja membalikkan badannya kembali memasuki rumahnya.

Senja merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. “Mau ngapain, nih?” tanya Senja.

“Lo maunya apa?” Fajar kembali bertanya kepada Senja.

Mendengar ucapan Fajar barusan membuat Senja beranjak dari baringnya dan segera memukul lengan Fajar. “Gua tanya lo malah tanya balik!”

“Gak boleh jahat-jahat. Entar rindu.”

“Bentar, gua mau menyapa mamer dulu.” Fajar berjalan menuju daapur melihat Dewi yang sedang memasak. “Hallo, Mamer,” sapanya sambil menjulurkan tangan menyalami Dewi.

“Tangan tante kotor, nih.”

“Gak apa-apa, Nte. Gantinya nanti masakin makanan buat Fajar,” jawab Fajar sambil tertawa kecil. “Tante enggak ada kerjaan lain selain masak? Perasaan, kalau Fajar ke sini pasti Tante selalu di dapur.”

“Bumbu dapur pacar sejatinya, tuh,” teriak Senja dari ruang tamu.

“Tante suka iseng-iseng nyobain masakan baru. Barangkali, besok-besok bisa gantiin chef Renata jadi juri di Master Chef Indonesia,” jawab Dewi sembari menampakkan raut wajah bercandanya ditambah dengan suara tertawanya yang terbahak-bahak setelah itu.

“Sombong banget, nih. Gak mau jadi pesertanya, langsung mau jadi juri. Lahir mau langsung jadi tua, ya, Nte?” ledek Fajar.

Dewi membalasnya dengan tawa. “Sana gih main sama Senja. Nanti kalau udah selesai masak tante panggil kalian.”

Fajar memberi hormat kepada Dewi layaknya orang yang sedang upacara. “Siap laksanakan, Chef Dewi.”

***

“Bosan,” keluh Senja dengan nada yang memanjang. Gadis itu mendekatkan dirinya ke hadapan Fajar dengan raut wajah seperti orang yang sedang membujuk.

Fajar menghela napas panjang. Lelaki itu sudah mengerti maksud dari keluhan Senja barusan.

“Emangnya kenapa kalau bosan?” tanya Fajar sengaja.

Senja menurunkan bahunya dengan raut wajah kesal. “Gak peka banget, sih!”

Fajar tertawa kecil melihat perilaku Senja yang seketika berubah menjadi manja. “Iya, iya, Sayang. Sana ganti baju.” Fajar mencubit pipi Senja. Gadis itu telihat sangat menggemaskan. Maka dari itu, Fajar senang sekali memainkan pipi Senja. “Lima menit, ya. Kalau lebih entar cancel.”

“Siap, Kapten!” Senja segera bergegas naik ke kamarnya dan mengganti baju.

Tidak disangka, tepat lima menit Senja sudah kembali di hadapan Fajar. Tidak seperti cewek biasanya yang butuh waktu berjam-jam hanya sekadar untuk bersiap-siap. Fajar merasa beruntung memiliki pacar yang sederhana, yang tidak perlu dipoles saja sudah cantik melebihi cinderella.

“Udah lebih dari lima menit, enggak jadi, ah!” canda Fajar yang masih duduk menyandari di sofa.

Senja melihat jam tangannya dan menarik Fajar secara paksa. “Tepat waktu! Buruan! Gua marah, nih!” Senja menampakkan raut wajahnya yang cemberut dan melipatkan kedua tangannya di perut.

Fajar beranjak dari sofa dan langsung mengacak-acak rambut Senja. “Ada yang ngambek, nih. Senyum dulu.” Fajar menarik bibir Senja membentuk lengkung. “Lesung pipinya mana?”

“Gak mau!” Senja memalingkan wajahnya membelakangi Fajar.

“Ya udah kalau gak mau, gua pergi sendiri aja.” Fajar berjalan pelan melangkahkan kakinya melewati Senja. Beberapa langkah setelah itu, ia membalikkan badannya. “Yakin, gak mau?”

“Maulah!”

“Lesung pipi dulu,” pinta Fajar seraya mengedipkan sebelah matanya.

Senja pun refleks tersenyum dan berjalan cepat membelitkan tangannya di pinggang Fajar. “Pacar yang baik enggak boleh ngerjain pacarnya sendiri,” ucap Senja.

Gadis itu sedang membelakangi Fajar, meletakkan dagunya di bahu Fajar, dan mencubit hidung Fajar secara tiba-tiba. “Ayo!” Senja mendorong tubuh Fajar sampai di depan mobil.

Ketika mereka sudah berada di dalam mobil, tiba-tiba Fajar menggarukkan kepalanya sembari tertawa kecil. “Kenapa?” tanya Senja sambil mengernyitkan dahinya.

“Gua lupa, kunci mobil ketinggalan di meja,” jawab Fajar menoleh ke arah Senja.

“Weh! Udah tua kayak grandpa. Dasar pikun!” ejek Senja sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Oke, let’s go!” ujar Senja melihat Fajar yang sudah kembali ke dalam mobil. “Mau ke mana?” Senja selalu menanyakan hal itu saat ingin keluar dengan Fajar. Padahal ia sudah tahu, Fajar hanya akan menjawabnya dengan jawaban ikut saja.

“Keliling aja bentar, nanti pulang lagi. Gua mau nikmatin makanan mamer,” jawab Fajar sembari menjulurkan lidahnya.

Senja menajamkan bibirnya pertanda kesal. Namun, pikirnya lebih baik sebentar daripada tidak sama sekali. Senja pun mengikuti ke mana Fajar membawanya keliling tanpa meminta apa-apa. Bisa berduaan bersama lelaki itu sudah membuatnya merasa lebih dari cukup untuk menghabiskan waktu.

Setelah puas berkeliling, mereka pun kembali ke rumah Senja. Fajar tampak sudah tidak sabar ingin mencicipi masakan mamanya Senja. Sebab tidak bisa dipungkiri, masakan mamanya memang selalu terasa lezat, timbangan Fajar bisa bergerak ke kanan dengan cepat jika tinggal serumah dengan mama Senja setiap harinya. Tidak ada kata menolak untuk menyantap masakannya.

Lihat selengkapnya