Catatan Senja

Denesa Ekalista
Chapter #38

38 - Bandar Udara Internasional Adisutjipto

Senja tiba di Yogyakarta pada saat kegelapan malam telah menyapa. Langit sudah dipenuhi dengan kerlap-kerlip bintang yang mengelilingi jagat raya. Namun, suasana bandara masih sangat ramai, banyak orang yang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing, tak terkecuali Senja yang masih berdiri di trotoar dekat pintu bandara. Gadis itu sangat menikmati keramaian bandara pada malam hari itu. Senja tenggelam dalam imajinasinya, ia menyadari banyak hal yang telah terjadi sejak pertama kali semesta mengizinkannya untuk menjejakkan langkah di kota pelajar—Yogyakarta.

Bandar Udara Internasional Adisutjipto...

Yogyakarta i’m here

Gamada i’m coming

Semesta, terima kasih telah membawaku sejauh ini. Hal yang awalnya ku kira akan berujung sama, ternyata tidak begitu kenyataannya. Aku selalu percaya bahwa kau tidak akan pernah membiarkanku tersesat sendiri di sebuah jalan buntu yang tidak bercahaya. Kau selalu punya banyak simpanan cahaya dan alat-alat untuk kembali menemukan jalan baru di balik jalan buntu tersebut.

Terkadang apa yang kita anggap buruk, tidak selamanya begitu adanya. Kita terlalu sering memprovokasi diri sendiri terhadap argumen yang bisa menjatuhkan diri ke dalam jurang yang teramat dalam. Iya, jurang ketakutan, jurang kekhawatiran, jurang atas rasa bersalah, jurang penuh dengan rasa ketidakadilan. Sehingga kita lupa bahwa kita hidup di bawah skenario Tuhan, skenario yang tidak bisa kita tebak dan juga tidak bisa kita lihat keberadaannya, tetapi bisa kita rasakan keindahannya.

Terima kasih telah membuatku tersadar, terima kasih telah membuatku bangun, terima kasih telah membuatku bangkit dari segala keterpurukan yang ada. Terima kasih telah memulihkan segala luka yang ada, walau ku tahu akan terus ada luka-luka yang muncul setelahnya. Namun, biarlah itu menjadi urusan nanti. Sebab kita hidup untuk hari ini, apa yang sudah terjadi biarlah berlalu, berdamailah dengan diri untuk memperbaiki masa lalu karena masa depan sungguh bergantung dengan tindakan kita hari ini.

Kini aku mengerti bahwa tidak selamanya yang terjadi itu tidak baik. Justru terkadang hal yang terjadi menyakitkanlah yang akan membuat kita bertumbuh dewasa melihat sebuah permasalahan ke sisi yang tersembunyi kebaikannya. Masalah adalah petualangan, ibarat sebuah harta karun, setiap keterpurukan adalah perjalanan. Perjalanan untuk mencari keindahan harta karun yang masih tersembunyi keberadaannya.

***

Senja masih termenung dalam imajinasinya. Namun, tiba-tiba seseorang pria yang masih mengenakan jas kantoran menepuk pundaknya.

“Senja, kan?”

Senja menatapnya kebingungan, bagaimana ia bisa mengenal Senja?

Pria itu kembali membuka ponselnya, memastikan bahwa gadis yang ada di depannya saat ini benar-benar Senja.

“Iya, saya Senja. Om siapa?”

Pria itu menjabatkan tangannya ke hadapan Senja. “Perkenalkan saya Rendy, teman papa kamu. Dia meminta om untuk menjemput kamu ke bandara.”

“Oh. Papa pernah cerita kalau Senja bakal tinggal di kost temannya. Cuma, papa enggak bilang kalau ada yang jemput Senja. Senja baru saja mau pesan taksi menuju ke kost.”

Beberapa detik setelah itu, ponsel Senja tiba-tiba berbunyi, ternyata itu adalah panggilan masuk dari papanya. “Senja, kamu sudah sampai, kan? Ada om Rendy yang jemput kamu. Kalau dia belum jemput tunggu saja, jangan ke mana-mana,” ujar Latif. Lelaki itu tampak khawatir membiarkan Senja berada di kota yang belum pernah ia jejaki sama sekali.

“Papa, kok, gak bilang sama Senja ada yang mau jemput? Untung aja Senja belum pesan taksi.”

“Tadi papa lupa bilang sama kamu pas di bandara, tapi papa udah kirim pesan ke kamu. Pasti belum baca, ya?”

Senja mengecek aplikasi whatsapp-nya. Ternyata benar, ada beberapa pesan dari papanya. “Oh, iya, Pa. Maaf, Senja baru aja buka HP.” Senja melihat ke arah pria yang sedang berdiri di hadapannya. “Udah, kok, Pa. Om Rendy udah sampai di sini.”

“Kasih teleponnya sama om Rendy,” pinta Latif.

Senja pun menyerahkan ponselnya ke Rendy. “Nih, Om, Papa mau bicara.”

“Ren, gimana? Aman terkendali, kan?”

“Aman, kok, Tif. Ini aku segera meluncur ke kost sama anakmu.”

“Oke. Terima kasih banyak, Ren. Entar ada apa-apa kasih tahu aja, ya.”

“Tenang aja, aman, kok.” Rendy menyerahkan kembali ponsel Senja. “Udah, ya, Pa. Senja mau otw ke kost dulu. Nanti kalau sudah sampai, Senja kabarin.”

Senja pun segera menutup ponselnya dan segera berjalan mengikuti Rendy yang sudah melangkah beberapa meter di depannya.

Setelah tiba di kost, Rendy pun menunjukkan letak kamar Senja dan memberi tahu segala perlengkapan yang tersedia di sana. Menurut Senja, kost ini sangat lengkap fasilitasnya. Sebagai mahasiswa, ia tidak perlu repot-repot untuk mencari keberadaan warnet karena di sana telah disediakan printer dan banyak lagi fasilitas menarik lainnya.

Beloved Family

Papa, mama

Senja udah sampai di kost

Ini udah beres-beres juga

My Superhero

Oke.

Istirahat, ya.

My Beloved Angel

Beres-beresnya sambung besok aja

Istirahat dulu

Udah malam juga

Oke, Pa, Ma.

Senja tidur dulu, ya.

Lihat selengkapnya