" semoga apa yang kau inginkan selalu kamu dapatkan" kata Nerissa pergi.
Aku menarik nafas lalu menghembuskan, Nerissa sudah bukan bagian dari hati ini lagi. Aku tak ingin dia ada disekitar bahkan dalam pikiran.
" kenapa sih... Jangan jahat gitu, kasihan Nerissa" kata Rena.
" Aku dan dia itu ibarat barang rusak dan gak bisa diperbaiki, lau tahu apa yang akan kulakukan?" tanyaku, " aku hancurkan sekalian"
" jangan gitu, dia itu temanmu... Gak boleh musuhan" kata Rena.
" tumben..." kataku curiga! Biasanya mereka berdua selalu bertikai saat aku belum menikahi Rena.
" manusia itu gak boleh bermusuhan, kita itu makhluk sosial! Besok-besok harus baikan" kata Rena
" enggak, aku gak mau! Aku tetep pada pendirian!" Ucapku.
Rena diam kembali duduk, aku kembali memikirkan betapa jahatnya sikapku pada Nerissa. Tapi itulah yang terbaik bagi kami berdua, kami tidak bisa lagi untuk berhubungan secara bebas seperti dulu. Aku hanya takut rasa yang pernah tumbuh kembali untuk menguji kesetiaan. Aku juga menangkap wajah Nerissa yang menahan sesuatu di mulutnya. Mungkin juga lebih baik jika aku tidak mengetahui hal itu.
Ketidaktahuan adalah senjataku saat ini, lebih baik aku tak tau apa itu. Dengan begitu akan akan bisa terus bersama dengan Rena, istriku.
Lalu Bagus kembali datang setelah asyik menghabiskan rokok di luar area rumahsakit. Ia juga sesekali menemaniku agar Rena tak terlalu lelah.
" Si dokter kenapa? Udah bisu? Aku sapa diem aja... Kayak abis kena masalah gitu" kata Bagus.
" masa sih??" tanya Rena menutupi.
" iya..."
" ya mana kutahu, urusannya dia banyak... Paling juga PMS" Rena masih menutupi.
" yaudah, aku mau balik aja... Aku mau kerja, besok sore aku kesini lagi" kata Bagus mengambil tasnya dan segera pergi.
*******
21 Januari 2020
Aku terbangun membuka mata, wanita ini telah menjadi teman seumur hidup. Wajah ayu tersenyum mengawali pagi indah ini, dia yang selalu ada saat susah dan senang. Aku juga tak percaya dia ada disini, tepat di sampingku.