Akhirnya tercetus sebuah ide gila, meninggikan polisi tidur itu. Kesepakatan tercipta pada tengah malam, kami bekerja tanpa perlu bantuan Bandung Bondowoso. Kami lakukan secepat mungkin dengan bahan yang ada. Sebuah polisi tidur yang cukup tinggi sudah selesai dibangun tepat didepan pintu keluar rumahnya.
Dan hasilnya? Umpatan segera keluar saat pagi hari ketika tetangga kampret itu tak bisa keluar rumah.
....
Sempat ada pertikaian besar antara aku dan Rena, tetapi dari pertikaian itu membuahkan hasil positif. Aku bisa kembali ke bengkel tercinta.
Tak ada hal berarti di bengkel, kecuali ledekan karena istri baru. Benar-benar istri baru. Dan yang paling ku rindu ialah junior. Seorang tangan kanan yang bisa melakukan segala dengan hasil tak terduga. Dan erkadang barang sepele bisa menjadi bencana luar biasa besar
"Bini baru bikin lupa bengkel!!" kata junior sedang mengejek
Dia sedang ingin memompa keluar oli bekas untuk dijual ke pengepul.
"Iyalah ... Nge***t itu enak, lho."
Dia memberi jari tengah sebagai balasan.
"Makanya, punya ko***l tuh jangan dibuat kencing doang," ucapku.
Lalu Nadya datang dengan SUV miliknya, apalagi kalau bukan untuk servis.
"Eh, cici ... Mau servis?" tanya Junior begitu lemah lembut.
"Kau kira aku kesini mau ngapain?"
"Kirrain mau nyariin aku yang imut lucu dan ganteng," katanya percaya diri selangit.
"Najis! Dah, gantiin oli semuanya," perintah Nadya.
"Siap ci ...."
Sedangkan aku? Hanya melihat kondisi mobilnya, ada beberapa pekerjaan yang harus kulakukan di Jakarta. Hal receh juga ku perbincangkan dengan Nadya. Tapi setidaknya pekerjaannya membutuhkan bantuanku di ibu kota nantinya.
"Tumben cepet," kata Nadya pada Junior.
"Kapan sih aku lambat? Jangan disamain ...," balas Junior sembari melirik ke arahku.
"Tapi kalau main cepet keluar juga, gak?" tanya Nadya mulai memancing kenakalan.
"Gak tahu ci, aku masih perjaka, belum pernah main main! Jadi masih original factory setting."
"Gaya selangit."
"Cici mau nyoba?? Kalau mau, nanti aku bawa ke KUA deh."
"Umurku 30."
"Dan aku baru 22, gas ci ... Lumayan kan dapet berondong," kata junior ngawur bukan main, tak biasanya juga Nadya begitu bisa bersahabat.
"Eh bocah! Kayak berani aja, emang punya apa sampai berani ngelamar?"
"Aku punya cinta ...."
"Makan tuh, cinta."
"Eits jangan salah ci, dalam lautan bisa diukur tapi dalamnya cintaku padamu?? Hanya kita dan tuhan yang tahu."
"Tuhan kita beda ya ...," kata Nadya cekikikan, "Kalau beneran mau ngelamar, bawa ibumu! Harus ibumu!! Gak boleh yang lain," kata Nadya memberi penawaran.
"Boleh, aku bakal ngomong pada ayahmu! Aku mau ketemu ayahmu, gak boleh yang lain."
Aku hanya menghela nafas mengingat mereka saling menghina sebagai anak yatim.
******
"Eh, dosa! Ketawa mulu," ucapku mengingatkan kejadian naas di depan rumah, tapi jatuhnya lucu.
"Menurutmu gak lucu?" tanya Rena.
"Lucu, tapi ya kagak enak aja ...," ucapku.
"Yaudah sana, mandi dulu," kata Rena
"Eh ntar dulu, masih capek," balasku dengan cukup lelah hari ini.
"Mandi!"
"Entar ..."
"MANDI!!"
"Entar!!"
Tanpa Babibu Rena langsung menarik celana yang kukenakan.