Tidak biasanya hari ini bengkel sepi, junior sedang rebahan santai sambil jemarinya memainkan ponsel. Nadya Datang, bukan servis cuma isi angin doang. Ia mengutak-atik selang kompresor mencoba mengisi sendiri angin pada ban mobilnya. Cukup lama ia berkutat dengan tekanan ban, sama sekali tak ada perubahan. Kesal, ia melempar selang diiringi umpatan.
Mau tak mau ia menyeret junior untuk mengisi angin.
Sebagai hadiah, Nadya memberi banyak makanan untuk kami. Rupanya ia belum selesai dengan urusan. Ingin segera pergi dari bengkel menuju tempat berurusan.
"Nah, gini dong ... tahu aja kalau lagi laper," kata Junior tapa rasa malu, "makasih ya cik ... Kalau gini makin cinta sama cici."
"Bangsad najis! Emang berani cium aku?"
"Aku masih perjaka ci, mulut juga masih perjaka," kata junior.
Nadya naik ke pangkuanku, sebisa mungkin aku berusaha menyingkirkan Nadya yang ganggu acara main game. Tetapi Nadya menarik kepalaku dan langsung melumat bibir! Sumpah ganggu! Kekalahan dalam permainan tak bisa dihindarkan.
Cukup lama dia melumat bibirku, mataku melirik junior yang menatap kami sambil memegang bibirnya yang perjaka! Dalam batinnya dia sedang berdoa kapan bisa melakukan hal sama seperti yang kulakukan.
"Anjing lah ...."
"Makanya, cari pacar dong," kata Nadya
"Ya ... Gimana, ya." Junior garuk kepala.
"Makanya nyari dong!" kata Nadya buka pintu mobil
Nadya melambaikan tangan lalu hilang dari pandangan.
.....
Aku baru datang lalu melempar tas sembarangan dan merebahkan diri di kasur, tapi Rena menendangku hingga jatuh.
"Mandi dulu!"
"Bentar, ya ... Capek banget."
"Mandi dulu ...."
"Bentar," ucapku benar-benar lelah
"MANDI!!" kata Rena memaksa.
Mau tak mau aku langsung mandi. Tetapi aku kembali di tendang oleh Rena saat merebahkan diri di kasur seusai mandi.
"Biasain pakai handuk!!" Rena melempar handuk di wajah.
Salah satu kebiasaan buruk yang susah hilang yaitu tak mengeringkan badan dengan handuk, Langsung pakai celana ....
Dan aku memakai untuk mengeringkan badan. Siksaan belum selesai saat Rena kembali menjambak rambutku. Ia kesal karena aku menaruh handuk begitu saja di kasur.
"Keringin dulu rambutmu!" kata Rena.
"Ya allah! capek banget hari ini Rena!!"
"Keringin dulu! Bantal basah baunya gak enak!"
Akhirnya aku mengeringkan rambut dengan handuk, dia juga mengarahkan hairdryer memastikan rambutku tidak basah. Selesai mengeringkan rambut aku kembali rebahan. Rena masih belum puas mengganggu.
"Handuknya jangan ditaruh dikasur!" Rena menjejalkan handuk ke wajahku.
Helaan nafas panjang menjadi tanda aku sudah benar-benar lelah.
"Gitu dong," kata Rena melanjutkan main game di PS
Aku lanjutkan rebahan sejenak, dan Rena masih belum puas mengganggu dengan menjambak rambut.
"Sholat isya dulu, Baru tidur!! Entar malah kebablasan kaya kemaren." Rena enggan melepas rambutku.
"Iya bentar, Ngelurusin punggung dulu."
"KAGAK!!"
Kembali aku menuruti permintaan istri tercinta, dan disaat itulah perut berdendang merdu.
"Yaudah, ayo makan dulu biar khusyu' sholatnya."
Singkat cerita kami makan bersama.
"Pasti tadi gak sholat maghrib!!" cecar Rena.
"Siapa bilang??" tanyaku.
"Kau itu datang masih kotor, terus gimana caranya sholat?"
"Maksudku, siapa yang bilang kalau aku gak sholat maghrib?"
"Gak dikasih tahu, aku juga tahu! Kau kira aku bodoh?" ucapnya.
"Banget!!"
"Eh, aku sarjana ya ... Lagipula kalau kagak sempet sampai Rumah, sholat aja di jalan."
"Hhhh ... sholat kok di jalan, ketabrak motor."
"MAKSUDNYA MAMPIR KE MASJID SHOLAT MAGHRIB BERJAMAAH!! LU ANAK DAJJAL PAHAM!!" umpat Rena melotot persis Suzana.
....
"Tumben enak bikin kopi," ucapku dengan mata yang mulai seger.
"Bertahun tahun bikin kopi masih tetep gak enak ya ngapain aja seumur hidup??"
"Gimana masakan lu??"
Rena nyengir,"Sebenarnya masakanku biasa aja, cuma mulutmu aja yang rewel... Inilah itulah anulah"
"Hehehe ...."
Dan ... Ya kami kembali debat, maka aku putuskan ambil wudhu diikuti Rena.
"Tadi gak sholat?"
"Sengaja nunggu! Biar beneran sholat," kata Rena.
Akhirnya kami sholat, mungkin dulu aku sholat jikalau ada keinginan, dan sekarang? Selalu ada paksaan agar terbiasa mengingat Tuhan.
Bahkan sewaktu aku masih bersama almarhumah istriku, beliau selalu menuntun dan membimbing agar aku taat beribadah. Aku bukanlah orang yang taat akan ibadah, dan aku sangat menghargai orang terdekatku yang mengingatkanku akan hal ini. Tak lupa mengaji setiap malam jumat!! Dan ini lah jiwa malu terbesar yang kumiliki.
Rena mengajariku untuk mengaji. Sedikit info Rena juga seorang pengajar ngaji disela-sela waktu saat belum mendapatkan pekerjaan tetap. Almarhum istriku dulu sudah angkat tangan mengajariku mengaji. Sudah tidak kuat ia mengajari sang suami hal remeh menurutnya. Karena aku hanya bisa menghapal tanpa membaca. Aku sering mendengar orang mengaji hingga hapal. Resikonya ialah cara baca yang selalu salah.
Rena heran aku bisa mengaji dengan cara seperti itu dan dengan sabar mengajarkan cara membaca dengan benar karena bacaan banyak yang tidak sesuai.