Catch You Later!

Indah F. Wahyuni
Chapter #10

The Social Network


Sudah lima menit aku menatap halaman Google. Mesin pencarian terbesar di internet itu kuharapkan jadi solusi pencarian, setelah tidak menemukan bentuk dan rupa Samara Sora di bukunya. Entah kenapa mencari melalui Google lebih menegangkan, kurasa karena jawabannya bisa langsung ketahuan, dalam hitungan detik, semua terungkap. Tahu sendiri kan, berapa banyak informasi yang dimasukkan orang ke dalam dunia maya saat ini. Kalau perlu, semua isi buku harian jadi konten.

Oke. Mari kita ketik.

Samara … Sora.

Tidak sampai 0,1 detik, Google menampakkan hasil pencarianku. Ternyata cukup banyak juga. Deretan baris di halaman pertama menunjukkan mulai biografi di Wikipedia hingga gambar-gambar sampul beberapa buku Samara Sora.

Aku membuka halaman Wikipedia Samara Sora. Ternyata masih belum ada yang menaruh foto, bahkan informasinya pun tidak cukup banyak.


Samara Sora adalah seorang penulis yang dikenal dengan karya-karya magic realism. Debutnya dimulai dengan Break Through pada tahun 2013. Bukunya Manusia Trenggiling (2014) dan Drama Majalah Dinding (2015), diterbitkan secara indie. Sora terkenal dengan gaya penulisan yang eksperimental dan eksploratif, seringkali menggabungkan tema-tema roman dan fantasi dalam karya-karyanya. Meskipun informasi pribadi tentangnya terbatas, karya-karyanya telah mendapat cukup perhatian dalam dunia sastra.


Hm. Tidak banyak keterangan. Tapi yah, artikel dalam Wikipedia pun sumbangsih dari pengguna internet. Jika Samara Sora tidak banyak mengumbar kehidupan pribadinya, apa yang kau harapkan, Jul? That people could have done better job?

Setelah Wikipedia tidak memberikan jawaban yang kuinginkan. Kutekan tombol back, membawaku kembali ke Google. Layar kembali menampilkan hasil pencarian. Salah satu tautan media sosial di tengah-tengah halaman menarik perhatianku. Fans Page Facebook Samara Sora. Harusnya ada banyak informasi di situ, terlebih jika itu adalah fans page official. Perlahan kutekan tautan, halaman kemudian memunculkan tombol sign in Facebook.

Kuremas jari-jemari sambil merasa gemas dengan diri sendiri. Aku dulu memiliki akun Facebook saat kuliah karena ikut-ikutan tren, seperti Friendster dulu. Media sosial yang satu itu sangat memudahkan pengguna mencari orang lain, apalagi jika orang yang kau cari menaruh informasi lengkap dalam profil mereka. Hanya tinggal ketikkan nama, Facebook akan menyarankan beberapa profil yang kiranya kamu kenal. Bahkan mereka menambahkan fitur-fitur penyaringan dalam pencarian, seperti pencarian sekolah, atau pencarian kota tempat tinggal masa kecil.

Awalnya sih menyenangkan, bisa menemukan akun teman-teman lama, seperti teman SD, SMP, atau SMA. Namun lama-lama, interaksi dalam dunia maya itu cukup menguras energi, apalagi untuk seorang introvert sepertiku. Saat suasana memanas sepanjang pemilu karena banyak orang beda pilihan mengumbar opini, atau banyak berita-berita palsu tersebar, menjadi salah dua dari banyak alasan aku kabur dari Facebook. Dengan jumlah negativity tersebut, akhirnya aku bersikeras tidak akan menyentuh media sosial lagi, tak peduli mau aku sering dipanggil manusia gua.

Tapi aku sebenarnya masih punya akun Facebook. Halaman login manampakkan dua kotak kosong dengan tulisan email dan kata sandi. Aku mengadu kekuatan memori dengan memasukkan email dengan kata sandi yang dikira-kira akibat lupa. Coba… iforgotmypassword.

Your password is incorrect.

Argh.

iforgotmypasswordagain.


Your password is incorrect.


Damn.


iforgotmypasswordforthethirdtime.

JRENG.

Your password is incorrect.


Aku menyerah. Kalau kata sandi sudah salah tiga kali artinya kau sudah pikun, Juli. Lagipula, siapa yang ingat kata sandi dari akun yang sudah empat tahun tidak diaktifkan?


Klik.

Klik.

Oke. Kuputuskan membuat akun baru. Kayaknya nggak akan lebih stres daripada mengingat-ingat deretan kata sandi.

Klik.

Lihat selengkapnya