Jalanan terlihat mulus-mulus saja di depan. Tapi untuk beberapa alasan, mobil pikap ini sesekali tersendat dan terguncang. Beda sekali performanya dibanding saat membawa kami waktu SMA.
“Jadi, kamu tiap hari bawa mobil pikap ini?” tanya Amara yang membiarkanku menyetir.
Aku tertawa. “Tepat. Udah kayak anak sendiri aja.”
“Kalau pagi, kamu antar sayur dagangan Bang Yanto?”
“Ngantarnya sebelum berangkat sekolah,” koreksiku.
“Terus langsung ngajar?”
“Iya.”
“Bawa pikap ini?” Amara terdengar belum percaya.
Aku berkelit menghindari jalan berlubang. “Betul. Bang Yanto baik mau pinjamkan pikapnya biar aku nggak telat ke sekolah habis kirim sayur.”
Amara terkekeh. “Wah, jadi juragan dia sekarang.”
“Udah mau buka cabang lagi lho.”
“Mantap betul. Masih mirip Nicholas Saputra nggak?” Pertanyaan pamungkas Amara akhirnya keluar.
“Masih. Makin ganteng. Tapi sayang, belum nikah.”