Catch You Later!

Indah F. Wahyuni
Chapter #22

Lambe Rosa Nyaring Bunyinya


Sudah dua minggu yang lalu, aku mengatakan pada Pak Sugiono kepala sekolah bahwa aku berniat untuk mengundurkan diri, yang menanggapinya dengan kening berkerut.

“Resign?”

“Iya, Pak.”

“Alasannya apa? Mau ikut suami?”

Aku berusaha tertawa sopan mendengar pertanyaan setengah celetukan hasil gosip orang-orang tentangku karena tak kunjung menikah. “Tidak, Pak. Alasan pribadi.”

“Berat sekali kalau Bu Juli resign. Kami akan kesulitan mencari gantinya,” ujar Pak Sugiono.

“Sudah berapa lama Bu Juli mengajar di sini?” Beliau bertanya lagi.

“Lima tahun, kira-kira,” jawabku.

“Dulu Bu Juli dapat beasiswa dari Yayasan Insan Cendekia, betul?”

“Betul, Pak.”

Kepala sekolah kemudian bangkit dari tempat duduknya, mencari-cari dokumen di kotak yang berjejer di rak. Dia mengurut berdasarkan abjad. Kemudian berhenti di kotak bertuliskan J-K. Diturunkannya kotak berisi banyak map dan dipilah-pilahnya satu persatu. Akhirnya ketemu juga, map bertuliskan Juliarni Thamrin yang berisi dokumen-dokumenku.

Aku yakin map itu isinya mayoritas surat kontrak tahunan. Mungkin ada beberapa dokumen yang lain aku sudah lupa, walau aku punya salinannya di rumah. Pak Sugiono akhirnya menarik dua lembar kertas yang disatukan oleh klip dengan warna mulai menguning. Aku tahu penampakan dokumen itu. Surat kontrak kerja khusus penerima beasiswa. Tapi jujur, aku sudah lupa mayoritas isinya karena dulu aku tidak repot-repot kepikiran untuk mengundurkan diri dari sekolah ini.

“Saya baca sebentar kontraknya ya, Bu Juli.”

Aku mengangguk. Membiarkan Pak Sugiono memasang kacamatanya dan menjauhkan lembaran kertas dari pandangan sedikit. Jari telunjuknya bergeser perlahan dari kiri ke kanan.

“Oke sudah saya baca. Ketentuan di sini menuliskan bahwa, penerima beasiswa Yayasan Insan Cendekia wajib mengabdikan diri di SMA Insan Cendekia selama sedikitnya tiga tahun berturut-turut. Karena Bu Juli sudah bekerja selama lima tahun, berarti kewajiban ini sudah tidak berlaku,” ucap Pak Sugiono.

Aku menghela napas lega. Kemudian kusodorkan amplop berisi surat pengunduran diri yang kusiapkan.

“Bu Juli yakin, mau resign?” Pak Sugiono tersenyum lemah. “Saya rasa Bu Juli adalah salah satu guru teladan kami, selalu rajin dan disiplin, juga disukai anak-anak.”

Mendengarkan pujian Pak Sugiono, rasanya hatiku hangat. Ternyata aku mampu melakukan pekerjaan yang bahkan tidak pernah aku cita-citakan dengan baik.

Lihat selengkapnya