Malaikat yang Jatuh dari Surga duduk di meja makan dekat dinding. Lian menyuruhnya masuk sebelum rolling door di tutup kembali.
Sudut bibir perempuan itu yang terluka telah diobati. Begitu pula dengan pipi lebam memerah, paha tercetak cambukan, serta telapak kaki kiri yang berdarah. Peralatan P3K dari pojok dapur Lian memiliki obat pereda memar untuk kedua lengan perempuan itu. Lian tak dapat menerka seberapa jauhnya perempuan ini berlari dengan satu sepatu hak saja.
Untunglah Lian meninggalkan jaket tak terpakai di dapur. Ia telah berikan jaket itu kepada si Malaikat yang Jatuh dari Surga untuk menghangatkan diri. Handuk sudah tersampir di kepala kursi perempuan itu setelah mengeringkan tubuh dan rambut lepeknya.
Tangan Lian telaten membalut perban dari telapak hingga mata kaki perempuan itu. Cukup lima belas menit, pekerjaannya selesai. Lian duduk berhadapan dengan perempuan itu setelah mengikat perban kaki. Ia membereskan isi kotak P3K yang berserakan di meja untuk dikembalikan ke tempat semula.
"Kamu terlihat lapar. Saya buatkan makanan dulu."
Wajahnya yang tertunduk kembali menatap Lian. Tatapan sendu membutuhkan pertolongan masih terpancar. "Saya tidak lapar," ucapnya kepada Lian, akhirnya membuka mulutnya. Kebohongan itu dibantah oleh suara perut seketika. Lian sudah menduga ucapannya akan berbanding terbalik dengan keadaan.
"Tunggu di sini." Lian menyuguhkan segelas air yang sebelumnya ia ambil dari dapur. "Minumlah. Nanti saya bawakan teko air." Lian berniat berdiri seraya tangan perempuan bergaun merah itu menarik ujung kaosnya.
"M-maaf. Saya tidak bermaksud apa-apa." Perempuan itu menarik tangannya mendadak salah tingkah. "Bisakah Tuan menemani saya sebentar? Saya takut ada pria gila yang mengejar saya sampai kemari."
Ternyata dia kabur dari seorang pria. Lian sempat menebak-nebak bahwa Malaikat yang Jatuh dari Surga adalah perempuan penghibur. Pribumi berkulit kuning langsat berparas cantik. Lian kembali duduk dan menaruh kotak P3K di meja, ia cukup penasaran apa yang membuat perempuan secantik ini dikejar-kejar pada dini hari.
"Siapa yang mengejarmu?"
"Dia.... Tamu yang saya layani," jawab perempuan itu tertunduk lirih. Masing-masing tangan meremas gaun di atas paha cemas. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum mengatakan apa yang terjadi kepadanya.
"Saya yakin Tuan sudah menebak pekerjaan apa yang saya jalankan." Perempuan itu tersenyum getir. "Saya bekerja di bar menjadi pelayan, sesekali menjadi penghibur bagi tamu VIP. Saya baru bekerja satu bulan yang lalu karena kondisi finansial saya merosot drastis. Semua tabungan milik saya digunakan untuk biaya berobat ibu yang sakit. Sampai akhirnya, tengah malam kemarin saya kedapatan melayani kelompok tamu VIP ini."
"Apakah mereka pejabat?"
"Ya. Sejujurnya saya baru melayani tamu VIP lima kali, termasuk kelompok pria itu. Mereka mengaku berasal dari polisi kota ini." Ia memejamkan mata sejenak. "Salah satu tamu itu mabuk berat. Melantur dan mencoba melecehkan saya di depan rekan-rekannya. Saya refleks menampar pipinya karena perlakuan tidak senonoh itu, lalu pria itu membalas menampar pipi saya kencang."
Pahanya refleks bersatu sebab ingatan jangka pendek mengerikan muncul di benaknya. "Dia sempat melepas ikat pinggangnya dan mencambuk paha saya. Tidak ada yang menghentikannya—rekan-rekan saya di sana juga menutup mata dalam pelukan rekan-rekan pria tua itu. Saya baru bisa kabur berkat anak buahnya yang baru datang menghentikan aksinya."
Air mata Malaikat yang Jatuh dari Surga meleleh di hadapan pria yang baru ia temui. Terlihat kesakitan dan trauma bersamaan. Situasi yang tak pernah perempuan itu bayangkan selama bekerja mencari nafkah.
Ini pertama kali Lian melihat perempuan asing menangis terang-terangan di hadapannya. Mendadak ia teringat saat sang istri menangis melahirkan anak perempuannya. Putri semata wayang yang sejak bayi hingga masa sekolah menangis karena hal-hal menyedihkan. Hingga ibunya sendiri menangis histeris adu mulut memergoki ayahnya selingkuh dengan perempuan lain.
Lian memahami betapa sakitnya perasaan dan fisik perempuan itu dalam untaian cerita yang tak bisa diceritakan oleh orang lain. Padahal, ia sendiri tidak terlalu memikirkan perasaan keluarga 'pasien' operasinya.
Tentu perempuan penghibur yang melarikan diri ini tidak mengetahui pekerjaan kotornya. Lian tidak ingin Malaikat yang Jatuh dari Surga mengalami ketakutan ekstrim lagi. Lian hanya ingin bersimpati sebisanya. Naluri pria yang tak kuasa melihat perempuan larut dalam kesedihan langsung mengambil kotak tisu dekat jangkauan. Lian mengambil tiga lembar tisu untuk perempuan itu gunakan.
"Kamu alergi makanan sesuatu?"