Cawan Kosong

Celica Yuzi
Chapter #8

06 | PERASAAN ANOMALI

Om Bayu memandang dokumen hasil autopsi bersama rekannya. Pemuda berkemeja putih di seberang meja memandang cemas. Bila Om Bayu peduli dengan pemuda di balik meja itu, dia dapat melihat pundaknya tegang. Punggung pun kaku sebab menanti reaksi Om Bayu saat itu. Mungkin saja sudah bermandikan keringat, padahal langit siang ini tidak terlalu terik pun panas. Terlihat sedikit muram dibandingkan hari kemarin.

"Berdasarkan hasil forensik yang telah dianalisis, menunjukkan korban meninggal akibat luka di kepala sebab terpeleset di kamar mandi yang diperparah pendarahan. Kandungan darahnya mengandung lima puluh persen alkohol dan dua puluh persen zat yang sama dengan kecubung. Terdapat zat pencuci pakaian di area telapak kaki dan tangan ... kesimpulan hasil analisis mengatakan korban meninggal akibat terpeleset dalam keadaan halusinasi dan mabuk. Serius hasilnya seperti ini?" Rekan Om Bayu berkumis uban itu mengernyit heran. Rasanya tidak masuk akal setelah membaca seluruh dokumen berstempel resmi itu.

"Bagaimana mungkin ada zat kecubung lagi di kertas ini? Sudah tiga kali kami lihat hasil forensik semua korban selalu sama persis."

"Saya pun tidak mau memercayainya, tetapi hasil lab menunjukkan hasil seperti ini, Pak Zaidan." Dokter itu menjelaskannya dengan hati-hati. "Bedanya, telapak kaki dan tangan terindikasi licin akibat zat pencuci pakaian. Saat olah TKP saya hampir terpeleset pula di sana. Cairan pencuci pakaian di kamar mandi tidak tersiram bersih. Sisanya kandungan alkohol dan zat kecubung di tubuh korban sama persis dengan hasil forensik korban sebelumnya."

"Pasti pembunuhnya sengaja menyiapkan cucian baju sebelum kita menemukan korban!"

"Jika pembunuhnya merencanakan itu, kenapa tak sekalian tuang seluruh air cucian baju ke seluruh tubuh korban." Kini, Om Bayu yang menjawab selagi membaca hasil forensik setenang air mengalir. "Pelaku pasti kabur setelah korban meninggal. Sejak awal masuk kamar dia melakukan aksinya dengan sarung tangan. Tak ada harapan jika mengandalkan jejak sepatu pelaku karena terus berganti-ganti, selain ukurannya berbeda satu angka."

"Wah, orang gila zaman sekarang sudah semakin cerdas!" Pak Zaidan merasa frustrasi. "Aku merasa kembali lagi ke mimpi buruk mengurus kasus tak selesai itu. Apa namanya?"

"Kasus Penguburan Mayat, Pak?"

"Nah ya— Tahu dari mana kamu tentang kasus itu?" Zaidan terkejut bahwa dokter muda itu mengetahui kasus lama yang telah ia tangani puluhan tahun yang lalu.

"Ibu saya 'kan, salah satu yang menangani." Dokter itu tersenyum lebar. "Saya baca-baca kasus forensik ibu waktu kuliah dulu. Jadi, saya paham apa yang Pak Zaidan kira saat melihat kasus Putri Tidur ini."

"Saya rasa kasus Putri Tidur dan Penguburan Mayat itu beda? Kasus sekarang, para mayar tidak dikubur. Mayatnya dibiarkan begitu saja dan organnya masih utuh."

"Benar, kasus Penguburan Mayat dan kasus Putri Tidur ini memang cukup berbeda. Hanya saja saya melihat polanya ada sedikit kesamaan. Korban-korban merupakan perempuan berusia 20 tahun ke atas dan meninggal dalam keadaan tidak sadarkan diri. Korban-korban dari Penguburan Mayat diduga kuat meninggal dalam pengaruh anestesi tinggi, barulah sebagian organ seperti ginjal, jantung, dan mata diambil dan dikubur. Sementara tiga korban Putri Tidur ini merupakan perempuan muda yang meninggal setelah tertidur akibat hangover minuman beralkohol bercampur zat kecubung. Perbedaan tipis dari dua kasus tersebut hanyalah kondisi mayat yang dibiarkan terluka parah atau memiliki luka."

"Wah, memang anak forensik sangat spesial ya. Ibumu pasti bangga denganmu, Nak."

"Pak Zaidan bisa aja," ujar dokter muda itu tersipu malu akan pujian rekan Om Bayu. "Saya sebenarnya penasaran sekali soal kasus Penguburan Mayat. Kata Ibu saya, Pak Bayu sepertinya sudah tahu siapa pelakunya. Namun, mengapa belum ditangkap sampai sekarang, Pak?"

"Saya memiliki dugaan kuat karena memiliki beberapa buktinya." Om Bayu menutup berkas dokumen lab. "Sayangnya selalu ditutupi petinggi hingga semua orang berhasil melupakan kasus tersebut."

Nada dering lagu 'Madu dan Racun' menyahut di tengah perbincangan. Om Bayu langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan melihat nama penelepon. Tanpa perlu berpikir lama dia langsung mengangkatnya.

"Ya, Nak. Kamu melihat ada orang mencurigakan?"

[Om Bayu, maaf ganggu waktunya. Sebenarnya, nggak ada orang mencurigakan, tapi motor yang Om pinjemin baru masuk bengkel karena ditabrak—]

"Kamu ditabrak siapa?"

Dokter muda dan rekannya pun menoleh terkejut. Air muka Om Bayu terlihat panik, berbeda dari sikapnya yang sedari tadi tenang.

"Kamu ditabrak penguntit?"

[B-bukan aku yang ditabrak, Om. Tadi ada mobil rem blong terus nabrak motor yang aku parkir. Maaf ya, Om. Nanti aku bayar biaya reparasinya.]

"Sudah, kamu nggak usah mikirin hal itu. Tetap di sana, saya langsung ke sana."

Kemudian telepon terputus sepihak dari Om Bayu. Buru-burub Om Bayu menghabiskan minuman yang disuguhkan si Dokter Muda. "Aku ada urusan penting mendadak. Tolong kordinasikan dengan humas untuk mengadakan jumpa pers sore ini sesuai rencana awal, nanti aku kembali ke kantor. Aku mengandalkanmu," ucap Om Bayu menepuk pundak rekannya tiga kali sebelum berjalan cepat menuju pintu.

"Oh ya, Pak Bayu. Saya lupa memberitahu." Dokter muda itu menghentikan langkah Bayu. "Dokumen kesehatan yang dititipkan Ibu saya sudah kirim ke kantor Pak Bayu tadi pagi."

Om Bayu mengangguk singkat. "Terima kasih, Nak Rio." Lalu pintu ruangan dokter terbuka dan tertutup dengan tenang. 

Sebelum berangkat, Om Bayu membuka aplikasi GPS track couple dan menyalakan fitur lokasi profil wajah Hara berada. Syukurlah, jarak akun profil berfoto gitar itu tidak terlalu jauh dengan lokasinya sekarang. 

"Pak Bayu keren sekali, ya. Saya kagum sama semangat beliau terjun ke lapangan, padahal umur pun sudah tak muda."

Gema di balik pintu terdengar sampai di telinganya. Om Bayu memutuskan mendengarkan percakapan lebih lanjut sebelum berangkat ke tempat tujuan.

"Ya begitulah. Ada dendam yang harus ia tuntaskan. Ke sana kemari mengikuti kasus pembunuhan terutama kasus yang melibatkan korban perempuan."

"Apakah ini ada hubungan dengan keluarganya?"

"Memangnya Bu Nia tidak memberi tahu apa-apa?"

Ada keheneningan tak terjarak di antara percakapan di balik pintu itu. Om Bayu tidak ingin menebak bagaimana rupa si penanya dan penjawab walau tebakannya sudah pasti benar. Si dokter muda yang ia panggil Rio kemungkinan besar bertanya dengan wajah lugu, sementara rekannya akan memberi tatapan menyelidik. 

"Saya dengar dari Ibu, beliau ditinggal istri dan anaknya."

"Lebih tepatnya, mereka sudah meninggal sejak 20 tahun yang lalu."

Sudah dua puluh tahun berlalu ya....

Lihat selengkapnya