Cawan Kosong

Celica Yuzi
Chapter #11

08 | JANJI TEMU

Hawa dingin menyelimuti kelamnya malam. Derasnya hujan membentuk tirai buram di jendela yang dilapisi teralis. Jam dinding menunjukkan jam 19.25 WIB. Hujan telah datang bertepatan Hara duduk di meja rumah makan Seribu Teratai sekitar 45 menit yang lalu.

Rumah makan Seribu Teratai kebetulan sedang sepi. Tidak ada yang hadir selain keberadaan dua pemuda yang asyik bermain kartu ditemani semangkuk kacang sukro. Wira dan Lim ketika Hara sapa mengaku baru selesai membantu keluarga Engkong Lian membereskan rumah makan ini sejak tadi siang, sehingga mereka masih ingin tinggal dan bermain kartu di meja sudut ruang. 

Selama menanti kedatangan Cucu Engkong Lian datang, Hara telah mengisi waktu luangnya menonton berita menonton berita terbaru di saluran kanal media nasional. Ada potret Om Bayu sebagai thumbnail konten tersebut sehingga dia memutuskan menontonya sampai habis. Om Bayu tampil sebagai pembicara utama dalam konferensi pers sore ini bersama rekan-rekan polisi yang mendampingi. 

Setelah berita berjudul 'DARI GLODOK KE JEMBATAN LIMA, KASUS 'PUTRI TIDUR' MENGHANTUI WARGA' berakhir, Hara menghela napas panjang. 

Hara merenung. Betapa menyesalnya ia melontarkan kalimat menyakitkan hati kepada pria yang selalu mengayominya sejak kecil. Tidak pernah Hara menerima makian atau ucapan kasar oleh Om Bayu selain dimarahi tidak bersikap hati-hati. Sementara dia dengan mudahnya menyerang Om Bayu dengan fakta menyedihkan yang diberitahu satu minggu lalu. 

Om Bayu yang kesepian akibat peristiwa naas pada saat ia ditakdirkan lahir pula. Peristiwa yang tak dapat dicegah oleh Om Bayu ketika dia bercerita pada Hara saat bertugas dia mengalami kecelakaan kecil dan harus menetap di rumah sakit alias tidak bisa kemana-mana, kemudian baru mengetahui fakta istrinya meninggal dalam keadaan mengenaskan. Anaknya dianggap telah meninggal, begitulah Om Bayu sebutkan. Walau katanya pula dia ragu anaknya meninggal karena tidak ada tanda-tanda keberadaan mayat bayi ditemukan melainkan selimut yang tercabik-cabik dan berlumuran darah.

Dasar aku yang idiot ....

Hara merasa bodoh. Hanya karena Om Bayu sangat khawatir dia langsung berkata kasar. Hanya karena Om Bayu masih menganggapnya anak kecil yang perlu diawasi, Hara sudah kesal setengah hati. Jika boleh memutar waktu, jika dia bisa berpikir lebih dewasa sesuai umurnya, jika dia bisa menahan emosi dengan mengingat kebaikan Om Bayu selama ini.....

Renungan penyesalan Hara diperingati peringatan baterai ponselnya tinggal 15 persen. Hara menoleh ke belakang memanggil dua pemuda itu.

"Kalian berdua, adakah yang membawa charger ponsel?"

"Maaf, Ci. Cas-ku ketinggalan di rumah." Wira menggelengkan kepala sebelum dia menenggak gelas berisi teh. 

"Sama, Ci. Cas punyaku gak kebawa, tapi punyaku merk Apel, jadi kemungkinan gak cocok sama ponsel Cici." Lim ikut menjawab.

"Cielah pamer hape baru, nih!" Wira menggoda Lim terang-terangan. "Iya deh, emang sepupuku keren banget bisa ganti hape boba dua!"

"Oh, kamu baru ganti ponsel ya? Ya udah gak apa-apa, aku gak jadi pinjam. Kalian lanjut main aja."

Jam di ponsel berganti menjadi pukul 19.30 malam. Cucu Engkong Lian telat dari janjinya sendiri. Hara ingin menghubungi di mana Huan gerangan, tetapi ia lupa meminta nomornya kemarin. Haruskah ia pulang dan menelepon Om Bayu sekarang?

Bertepatan guntur datang membelah langit, suara deru mobil sampai di depan rumah makan Seribu Teratai. Sosok Huan berlari masuk dalam keadaan basah kuyup menghampiri jari jemari Hara yang siap menekal dial kontak Om Bayu.

"Malam Hara, maaf ya telah membuatmu menunggu!"

Hara dan dua pemuda di pojok ruang menyambut pria kehujanan lewat tatapan yang tak bisa diartikan. 

"Kamu ... tidak apa-apa?" Hara memastikan keadaan pria tinggi semampai itu. Rambutnya, kemeja hitamnya, serta sepatu gelapnya, seluruh badan sduah basah kuyup. Seakan-akan orang itu baru kabur dari pemotretan bertema kehujanan dan tak peduli suhu dingin menusuk seluruh kulit. 

"Maaf, tadi ada urusan yang harus saya selesaikan bersama orang tua. Saya juga lupa minta nomor kamu untuk mengabari keterlambatan saya mengambil mobil di bengkel." Huan mengusap hidungnya yang basah. Pasti kulit wajahnya pun menjadi dingin. "Sekali lagi saya minta maaf. Saya yang mengundangmu, tapi telat datang."

"Tidak apa-apa. Sejak tadi, saya bersama dua anak di belakang yang sedang beristirahat."

Huan melirik dua pemuda yang dimaksud Hara. Mereka menunduk kepala dengan sopan menyambut kedatangan Huan. 

"Kalau begitu, saya izin ke belakang dulu untuk menyajikan teh. Mohon tunggu sebentar."


+++

Lihat selengkapnya