Lembaran kalender terus berganti. Januari 1998 terpasang di dinding. Gema radio menyiarkan berita cuaca hingga ekonomi negara mengalami gejolak ke seluruh penjuru rumah Sima. Menemani perempuan bersurai sampai punggung itu bersih-bersih rumah.
Tidak ada yang berubah semenjak Sima memutuskan menikah dengan pasangan hidupnya. Dinding berwarna putih gading, lukisan bukit padang rumput terpajang indah, rangkaian bunga imitasi mawar mekar di vas meja tamu, serta kamar ibunda Sima yang terjaga rapi walau tak berpenghuni.
Sima bersenandung sesuka hati ketika membersihkan pigura foto ibunda. Kemudian beralih ke pigura foto pernikahannya dengan Bayu, serta foto keluarga bersama ibunda dengan Sima dan Bayu tersenyum lebar.
Bertepatan jingle program berkumandang, Sima mematikan radio.Merentangkan tangan sejenak, lalu melangkah ke dapur menghilangkan dahaga untuk dirinya—serta janin berumur delapan bulan. Sima mengusap perutnya penuh kasih sayang.
"Panas ya, Nak? Cuaca hari ini emang lagi panas-panasnya sejak kemarin, Nak."
Sima terkesima dengan pergerakan kecil di perutnya. Ia merasa bayi yang dikandung mendengar segalanya. Namun, kegiatan hari ini belum berakhir.
Matanya bergerak melihat kalender di meja makan. Tanggal 27 diberi bintang dengan catatan 'Beli kue bulan & bantu dekor'. Tanggal 28 tertera 'Tahun Baru Cina 2549'. Barulah tanggal 29 dan 30 Sima telah mencatatnya dengan 'Hari Idulfitri'.
Sima mengetahui perayaan Imlek telah dilarang sejak ia masih SMA. Tidak boleh ada perayaan umum. Para warga etnis Tionghoa, termasuk keluarga Bayu dahulu terpaksa merayakannya di rumah.
Ia hanya tahu mendiang ayah Bayu seorang Cina totok yang menikah dengan perempuan pribumi asal Jawa Timur. Sejak lahir, mereka tidak ingin Bayu dipersulit oleh sistem negara, sehingga Bayu langsung diberi nama pilihan mereka. Tidak seperti pemilik rumah makan Seribu Terata dan Toko Bunga Delima yang terpaksa mengubah nama lokal.
Sebab ia merasa berhutang banyak atas kebaikan dua bersaudara tersebut, Sima telah berjanji membantu sebisanya sejak awal bulan Januari.
Sima kembali mengusap perutnya untuk berkomunikasi dengan jabang bayi. "Adek, hari ini Bunda ada janji mau beli kue bulan dan dekorasi rumah makan bareng Koh Lian dan Koh Jian. Kita jalan-jalan sebentar, ya?" Perut kembali bergerak lebih semangat. Sima mengangguk puas melihat anaknya aktif.
Detik berikutnya ringtone panggilan telepon rumah berbunyi di ruang tengah. Sima melihat panggilan kontak [Calon Ayah] dan langsung mengangkatnya. Selagi membawa telepon wireless, Sima menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.
"Halo, Sayang. Kamu sudah sampai tujuan?"
[Ya, aku sedang menikmati angin sepoi-sepoi sambil istirahat sejenak. Kamu sedang siap-siap pergi ke tempat Koh Lian?]
"Iya, aku sudah janji dengan mereka. Hanya beli kue bulan dan bantu dekorasi rumah makan saja."
[Utututu! Pasti Adek ngidam kue bulan!]
"Yang bakal ngabisin kue bulan pasti ayahnya sendiri." Sima memutar kedua bola mata kala Bayu meniru suara lucu. "Kamu bertemu informan Sabrina sendirian saja? Tidak bersama rekanmu?"
[Ya, sendirian saja. Seperti yang aku katakan padamu satu minggu lalu, informasi ini sangat rahasia sehingga aku tidak bisa datang bersamamu atau rekanku. Kami telah berjanji untuk bertemu jauh dari kantor, letaknya di Hutan Kota Srengseng.]
"Baiklah jika demikian. Kenapa kalian bertemu di sana?"
[Katanya lebih aman di sini jika mau berbicara tentang Sabrina. Namun, aku ragu jika dia tidak memiliki informasi yang cukup aku telusuri demi menggali kasus ini. Aku khawatir, bagaimana jika Sabrina masih harus aku cari sampai bulan besok? Kau harus tahu, permintaan Koh Jian benar-benar membuatku jadi hafal nama-nama tempat bar dan pasar. Pokoknya, jangan beri tahu apa-apa ke Koh Lian tentang ini. Aku hanya berbagi rahasia denganmu.]
"Kamu sudah memperingati aku puluhan kali seperti alarm tidur. Aku tahu, tidak boleh mengatakan apa-apa atau membicarakan Sabrina pada siapa pun termasuk Koh Lian," ujar Sima terkekeh sejenak.
"Kamu sudah mencoba melakukan yang terbaik. Pasti jejak Sabrina akan ditemukan hari ini, sekecil apa pun. Jika tidak menemukan clue hari ini, masih ada kesempatan hari esok." Sima menyiapkan sunscreen di meja riasnya. Kemudian melakukan multitasking mengikat rambut dan memakai sunscreen di tangan.
[Terima kasih, aku sudah cukup tenang mendengar dukunganmu. Omong-omong, Adek tidak kehausan, 'kan?]
"Kami sudah minum satu galon karena di sini panas sekali." Sima mengambil tas selempang yang muat diisi dompet dan barang lainnya. "Malam ini kamu ingin dimasakin apa? Nanti aku buatkan es buah untuk kamu berbuka."