Cawan Kosong

Celica Yuzi
Chapter #16

12 | FIRASAT BURUK

Lim bolak-balik memegang ponselnya sambil menggigit ibu jari. Kebimbangan menyergap kewarasannya, sementara gerimis mengucur di atas kanopi tempatnya berteduh. Lampu remang-remang di atas kanopi tidak membantunya menerangi kegeselihan. Kalut menyelimuti sebagian pundaknya yang terbebani situasi terkini.

Mengintip jendela berlapis teralis yang menjadi satu-satunya cahaya Lim di luar rumah makan, sosok Hara memetik senar gitar membuat kekhawatiran Lim bergelayut manja di sisinya. Suaranya yang merdu menyanyikan lagu-lagu anak—Lim sempat mencuri dengar jika lagu-lagu tersebut diajari Om Bayu pertama kali belajar gitar.

"Aku punya anjing kecil, kuberi nama—Helmi? Hepi? Helikopter? Hihihi siapa aja, deh. Dia suka bermain-main...."

Rona merah muda menyembul di pipi membuat Lim yakin ada yang salah dengan tingkah Hara. Cucu Engkong Lian mendengarkan lagu dengan syahdu sambil bertepuk tangan. Membiarkan Hara bernyanyi sesuka hati sejak lima menit lalu Lim memantau di sudut ruang, lalu beralih ke toilet belakang rumah makan.

Sepupunya tidak terlalu banyak berbicara seperti sebelumnya. Lim dapat melihat dia duduk tenang bermain gim di ponsel, sesekali melirik dawai gitar Hara dipetik dengan gelak tawa. Tidak lupa juga memastikan Huan tidak menyadari dirinya sedang mengawasi di balik jendela.

Tak disangka Huan melempar pandangannya menatap Lim. Satu detik kemudian, tubuhnya otomatis merosot ke dinding.

"Haiya! Bikin jantungku mau copot," bisik Lim mengelus dada pelan. Waktu terasa menyempitkan gerak-gerik Lim. Mengintip ponsel kesekian kali, waktu menunjukkan jam 21.50 malam.

"Om Bayu kenapa gak ada kabar, sih ...." Lim sudah menghubungi Om Bayu dua kali. Tidak diangkat atau membalas pesan singkatnya. Namun, tekadnya masih bulat, hingga Lim kembali menekan sambungan telepon kontak Om Bayu.

Nada panggilan tersambung ketiga kali membuat Lim dikejar waktu. Ia berharap Om Bayu tidak mengangkat bukan karena kehabisan paket internet atau baterai habis. Ia yakin masih ada harapan.

Sampai akhirnya nada dering kelima, terdengar suara Om Bayu menyapa

[Ada apa sampai menelpon tiga kali? Saya tadi masih di jalan.]

"Om! Om gak baca chat-ku? Ini gawat banget!" Lim menengok ke sana kemari, memastikan tidak ada yang datang ke tempatnya.

[Saya baru sampai di rumah teman. Sekarang saya baca. Lucu sekali suara anak itu, kayak orang mabuk saja.]

"Om, justru Cici Hara itu lagi mabuk!" Lim berusaha mengontrol suaranya yang panik. Ia tidak tahan menahan gejolak kecemasan membuncah dada. "Awalnya, Cici Hara dan cucunya Engkong Lian baik-baik aja saat minum teh. Lama-lama, entah kenapa aku melihat Cici Hara malah jadi keliatan mabuk!"

[Mabuk karena minum teh katamu?]

"Liat aja fotonya Cici Hara, pipinya aja udah merah. Aku juga sudah mengirim video tingkah laku ajaibnya. Nyanyi melantur dengan muka mengantuk. Apalagi kalau itu bukan mabuk, Om?"

[Tunggu, saya pikir kalian sedang bercanda dan mengakrabkan diri. Dia bukan pura-pura mabuk, tapi mabuk beneran?]

"Ngapain kami bercanda, Om!" Lim berdiri dari tempatnya. Membelakangi arah lain dengan helaan napas. "Om Bayu sendiri bilang ke aku buat ngabarin kalau Cici bertingkah. Ah, satu hal lagi. Selama mereka minum teh, cucu engkong kelihatan gak mabuk sama—"

Ucapannya terhenti kala ia menyadari bayangan tinggi melahap bayangannya sendiri.

Lim mematung sejenak. Firasat buruk telah mengakar menjadi bulu kuduk meremang tak karuan. Sepertinya, ia bisa menebak siapa yang bersiap-siap mematahkan bayangan tubuhnya menjadi dua bagian.

Lim menghitung mundur untuk menoleh ke belakang. Meskipun metode klise ini tak berhasil menenangkan detak jantungnya berpacu liar.

Benar saja.

Lihat selengkapnya