Cawan Kosong

Celica Yuzi
Chapter #28

18 | RENCANA DADAKAN

Setengah jam telah berlalu ketika Wira dan sepupunya terusir dari Seribu Teratai. Cuaca dingin semakin menusuk kulit. Mereka terpaksa mengungsi ke pos kamling tak berpenghuni di kawasan kompleks perumahan mereka. Sejak meninggalkan Hara sendirian dengan orang asing yang mengaku cucu Engkong Lian, perasaan gundah hampir tak terbendung.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu Om Bayu yang baru menutup telepon beberapa menit yang lalu. Berjalan mondar-mandir pun tak berhasil menenangkan dirinya. 

“Koh, gak capek mondar-mandir kayak setrikaan?” Lim tidak bisa tenang melihat Wira yang banyak pikiran. 

Wira berhenti tepat di hadapan Lim. Tangannya menggaruk sisi kepala yang terbebani perasaan aneh sejak keluar dari rumah makan Engkong Lian. Seolah dia telah melakukan kesalahan besar, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.

“Jujur aku gak tenang, Lim!” Wira menghela napas lambat.  “Harusnya aku langsung bawa aja Cici Hara bareng kita. Gini-gini aku juga ngerti rawat orang pingsan!” 

“Kalau mau nyusul pun pasti mereka sudah pergi. Tapi, kita gak tahu Cici Hara di bawa ke mana.”

“Itu dia masalahnya!” Wira akhirnya duduk bersisian dengan Lim. “Logikanya, mereka tadi cuman minum teh. Tapi cuman Cici Hara doang yang sampai mabuk dan pingsan.”

“Koh Wira gak percaya, sih. Aku udah bilang sejak awal ada yang gak beres dengan orang itu.” 

“Iya, iya! Aku yang salah. Aku baru sadar setelah kamu kembali dari kamar mandi dan kita diusir dari sana.” Wira menerima penyalahan atas dirinya yang terlalu gamang. Menyesali hal yang berlalu pun juga sudah terlambat. 

Wira tak memiliki ide selain kembali ke Seribu Teratai. Namun, bahaya telah mengintai semenjak cucu Engkong Lian mengetahui kakaknya bekerja di sebuah klinik terdekat. Sekarang menjadi serba salah. 

“Aku yakin banget, Cici Hara itu mabuk karena minuman alkohol. Reaksinya mirip banget sama Ci Maya waktu pertama kali minum sama papaku,” ucap Wira merasa yakin dugaannya benar adanya. 

“Tapi … kita lihat sendiri dia minum tehnya juga. Kalau memang minumnya ada alkohol, kenapa Koh Huan gak mabuk?” 

Ucapan Lim yang gelisah ada benarnya. Wira melihat sendiri cucu Engkong Lian masih dapat berdiri tegak dan melayangkan tatapan mengerikan. Akan tetapi, ini bukan pertama kali ia melihat orang mabuk. Jika ada kontes minum di antara keluarga besar, ayahnya dapat menyabet gelar tersebut.

“Bisa jadi cucu Engkong Lian itu kuat minum, Lim. Kamu tahu ‘kan, Cici Hara sama sekali gak pernah minum alkohol maupun arak? Orang yang pertama kali minum apalagi gak tahu apa-apa tentang minuman keras pasti bakal tumbang.” 

“Kalau dia bisa minum, kemungkinan keluarganya juga kuat minum dong?”

Wira menggeleng ragu. “Belum tentu juga, sih. Aku kurang tau soal Engkong Lian kuat minum atau gak. Yang aku tahu, kapasitas orang kuat minum itu beda-beda. Ci Maya cerita, waktu itu dia pertama kali minum dua gelas aja udah mabuk berat ….” 

Wira menyadari hal ganjil. Ucapannya memancing sebuah ingatan yang belum lama ini dilakukannya. 

“Mabuk berat?” Wira kembali membeo akhir kata. Buru-buru ia meraba baju hingga celana. Ponsel di saku celana ditemukan, layarnya menampilkan baterai tinggal 15%. Notifikasi pesan operator paket telah habis pun muncul.

“Ah! Lupa beli paketan aku!” Wira merutuk ponselnya. Kemudian langsung merebut ponsel Lim yang masih memiliki banyak paketan internet. “Pinjam bentar.”

Tidak butuh banyak waktu lama, Wira menemukan artikel berita yang familier dengan video berita yang ditonton beberapa jam lalu; Kasus Putri Tidur di Jembatan Lima. Kemudian jarinya perlahan membaca isi artikel tersebut.

“Itu kasus yang lagi diurus Om Bayu bukan, sih?” Lim ikut melirik layar ponselnya.

“Iya, bener.” Wira mengangguk kecil. “Waktu di rumah makan, aku menonton beritanya yang baru update sore tadi. Aku teringat sama isi beritanya yang berhubungan soal mabuk.”

Wira bersuara selama membaca artikel agar Lim dapat menyimaknya. “Kalau di berita ini, ‘Kepolisian menyatakan kematian korban di Jembatan Lima akibat tergelincir di kamar mandi dalam keadaan mabuk berat akibat minuman beralkohol yang mengandung kecubung. Kasus ini serupa dengan korban pertama hingga ketiga yang ditemukan meninggal dalam keadaan mabuk, sehingga adanya persamaan kasus ini dinyatakan sebagai korban keempat dari kasus pembunuhan berantai Putri Tidur.’" 

“Kecubung yang dimaksud itu tanaman yang bikin orang halu?” Lim menengok ke arahnya. “Papaku bilang, kalau mabuk kecubung bisa jadi orang gila.” 

“Ya, memang. Bisa sampai meninggal malah kalau kelamaan konsumsi kecubung.”

Petir kembali menyambar di kejauhan. Lambat laun Wira dan Lim bertatapan. Seakan telepati mereka berhasil, Lim melebarkan mata sipitnya.

“Tadi kamu liat sendiri Cici Hara melantur, kan? Gonjreng-gonjreng gitar sampai ketawa-ketawa sendiri?”

Lihat selengkapnya