Cawan Kosong

Celica Yuzi
Chapter #32

19 | TRAGEDI TAK TERELAKKAN [4]

14.40 WIB — 14 Mei 1988 


[Bayu terluka parah. Ponselnya dititipkan kepadaku. Datanglah ke rumah makan. Akan aku pertemukan kalian nanti dengan Bayu.]

Sepanjang jalan mengemudi, Jian merasa was-was dengan percakapan searah Lian. Jika ponsel Bayu berada di tangan kakaknya, rencana menyerahkan bukti kejahatan mereka telah terendus. Namun, dari mana dan siapa?

[Kamu juga bisa membawa Sima dan anaknya kemari. Dia pasti mengkhawatirkan suaminya.]

Memikirkan seribu kemungkinan buruk tidak akan membantunya sekarang. Dia tak ingin membahayakan Sima maupun anaknya. Prioritasnya kini menjemput Bayu dan membawanya ke rumah sakit.

Ketika sampai di area Pasar Glodok, Jian melambatkan laju mobilnya. Keadaan jalan utama yang menjadi penghubung menuju rumah makan Seribu Teratai tak bisa dilewati. 

Ia tidak menyangka keadaannya tidak jauh berbeda dari Rusun Giok Macan. Asap membumbung dari kios-kios yang terbakar. Orang-orang berlarian, mengejar atau dikejar. Tidak sedikit perabotan dagang terhempas keluar dari kios-kios. Gerobak dagang hangus. Mobil pick up terbalik di tepi jalan. 

Jian buru-buru melepas safety belt-nya dan milik Sima. Mengambil topi yang dilepasnya, lalu memakaikannya untuk Sima. “Kita harus lewat jalan belakang pasar. Setelah menjemput suamimu, kita pergi ke rumah sakit.”

Begitulah rencana sederhana yang Jian miliki di waktu yang sempit. Mereka akhirnya keluar meninggalkan mobil. Jian langsung merangkul Sima menuju jalan belakang pasar agar tetap bersamanya. 

“Sssttt … Bunda di sini.”

Beberapa kali Sima menenangkan anaknya seraya menenangkan sang buah hati. Jian waspada dengan keadaan pasar yang terlalu sepi dilewati. Semua dagangan ruko telah dijarah. Kursi dan bangku berserakan seolah ada yang menggunakannya sebagai barikade. Bekas pembakaran di beberapa sudut meninggalkan jejak mengenaskan.

Perjalanan yang sedikit melelahkan telah berakhir di pintu belakang rumah makan. Jian mencari serenteng kunci dari kantung celananya. Ketemu. Kunci Seribu Teratai agak sedikit berkarat dibandingkan kunci toko bunganya yang diberi gantungan bunga anggrek. Lian telah memperingatkan Jian untuk masuk melalui pintu belakang sebelum telepon berakhir.

[Kamu masih punya kunci pintu belakang? Masuklah pakai kunci itu. Aku tidak bisa keluar karena sekumpulan orang gila ingin menghancurkan rumah makan.]

Sebelum membuka pintu, Jian memastikan keadaan Sima. Topi pemberiannya dapat menyembunyikan sorot mata, tetapi tidak dengan bibir Sima yang menahan banyak ucapan. 

“Sima, selama kita bertemu kakakku, berjanjilah untuk tetap tenang. Kita kemari untuk bertemu Bayu, menjemputnya, kemudian kita pergi dari sini.”

Sima menarik napas panjang, mengangguk kecil tanpa bersuara. Barulah Jian memasukkan kunci dan membuka pintu belakang. Mempersilakan Sima masuk terlebih dahulu, lalu terkunci dua kali.  

Peralatan masak hancur lebur. Bahan masakan dan bumbu dapur yang biasanya tertata rapi telah kosong. Secara hati-hati, Jian mempersilakan Sima maju duluan dengan bantu membuka jalan seraya memanggil nama Bayu.

“Bayu, kamu di dalam?” panggilnya lantang. Ketika Jian dan Sima memasuki ruang makan, pemandangan mengenaskan terpampang nyata.

Lihat selengkapnya