Hawa dingin dari gerimis menghiasi kelamnya malam. Tetesan gerimis memuat tirai buram di balik jendela berkusen hijau tua yang catnya sedikit demi sedikit mengelupas. Jam dinding menunjuk waktu sebelas lewat lima menit. Hara yang telah menghabiskan makanan ditemani segelas teh memandang jendela itu dengan hampa.
Dua pemuda dengan dua wanita riang gembira bermain kartu. Gelas-gelas berisi teh setengah gelas terkumpul di meja mereka. Suara nyaring di meja anak-anak muda itu mengganggu ketenangan Hara, tapi ia terlalu malas berdebat. Ia ingin melamun sejenak lalu pergi saat hujan reda.
Tas gitar yang tertidur di atas meja tidak bisa melakukan apa-apa. Andai memiliki kaki, dia pasti sudah pulang duluan. Sayang, harus menunggu sang pemilik selesai merenung lalu menghangatkan diri di rumah.
Langkah lain mengisi rumah makan. Pria itu berdiri di samping Hara.
"Hai?"
Suara bassnya menarik perhatian. Hara menoleh ke samping beberapa derajat. Sosok lelaki berjaket kulit gelap nan basah tersenyum kecil.
"Siapa ya?"
"Saya Huan."
Cuek. Hara meneguk tehnya yang tersisa sementara pria keturunan tionghoa-kentara dari wajahnya-duduk di samping Hara.
"Apakah kau sedang menunggu hujan reda?"
"Ya. Saya juga datang sebagai pelanggan." Benar, lihat mangkok dan gelas teh di genggamannya. "Jika kau ingin di sini silakan saja. Saya akan pergi." Gelas itu ditaruh. Hara berdiri dari tempatnya, namun tangannya di cekal.
"Maaf, saya ingin tahu namamu."
Hara mengernyit dahi. "Haruskah saya memberitahu?"
"Ah ... saya sudah mengenalkan diri. Jadi, bukankah kau harus mengenalkan diri juga?"