Cecilia And The Angel

Mizan Publishing
Chapter #2

Aroma Natal - Part 2

Ia setengah berharap Ayah akan bilang tidak. Dengan begitu, ia akan punya alasan lagi untuk marah. Rasanya nyaris lebih baik marah-marah ketimbang mengasihani diri sendiri.

Ayah meletakkan telunjuknya di bibirnya.

“Tak boleh curang, Cecilia. Kamu harus menunggu dan melihatnya sendiri.”

“Kalau harus begitu, ya sudah.”

“Apa kamu yakin, tidak mau berbaring di sofa sewaktu kami makan bersama?”

Ia menggelengkan kepala. Mereka sudah sering membicarakannya. Lebih baik ia hadir saat pembukaan kado. Ia tidak sanggup makan sedikit pun hidangan Natal; itu hanya bikin ia tambah sakit.

“Tapi, biarkan semua pintu terbuka!”

“Tentu!”

“Dan kalian semua harus bicara keras-keras … dan bikin banyak suara di meja makan.”

“Ayah juga berpikir seperti itu.”

“Dan setelah kalian selesai membaca cerita kelahiran Yesus, Nenek harus datang ke sini dan membacakannya buatku.”

“Tentu. Kita sudah sepakat, kan?”

Cecilia kembali merebahkan diri ke bantal besar.

“Bisa ambilkan Walkman-ku?”

Ayah menghampiri rak buku, lalu menyerahkan kaset dan alat pemutarnya.

“Cukup. Selebihnya aku bisa sendiri.”

Ayah mencium keningnya.

“Ayah lebih suka menemanimu di sini,” bisiknya. “Tapi, kamu, kan, tahu, Ayah harus berkumpul dengan keluarga. Ayah akan menemanimu di sisa Natal nanti.”

“Menurutku, Ayah harus merayakan Natal seperti biasanya.”

“Ya, seperti biasanya.”

Ayah melangkah keluar dengan perlahan.

Cecilia memasang kaset lagu-lagu Natal di Walk-man. Segera telinganya dipenuhi suasana indah Natal yang diembuskan musik itu.

Ia mencopot headset-nya. Sekarang—ya, mereka sedang duduk di sekeliling meja makan.

Ibu membacakan cerita kelahiran Yesus. Setelah ia selesai, mereka menyanyikan Adeste Fideles*.

* Sebuah kidung Natal, versi Inggrisnya: O Come, All Ye Faithful. Di Indonesia dikenal dengan Hai, Mari Berhimpun.

Kemudian, Nenek menaiki tangga. Cecilia sudah merencanakan ini semua.

“Nenek datang, Cecilia!”

“Ssst! Nenek membaca buatku saja ....”

Nenek duduk di kursi kayu di samping ranjang dan membaca: “Pada waktu itu, Kaisar Augustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia ....”

Saat Nenek mengangkat pandangannya dari Bibel, tampak olehnya mata Cecilia berlinang air mata.

“Apa kau menangis?”

Ia mengangguk.

“Tapi, ceritanya tidak sedih.”

Cecilia mengangguk kembali.

“Dan inilah tandanya bagimu: Kau akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

“Menurutmu, kisah ini indah?”

Cecilia mengangguk untuk ketiga kalinya.

Lihat selengkapnya