Layar Hp Ico berkedip-kedip beberapa kali, menandakan berhentinya penghitungan waktu mundur yang telah di sesuaikan sebelumnya. Ico sendiri tidak menyangka ia telah berhasil melewati daftar yang pertama dalam misinya menaklukkan ketakutannya kepada kucing. Sepuluh menit bukanlah waktu yang singkat baginya, hal itu membuatnya menjadi senang bukan kepalang. Selepas pulang sekolah, ia terus mencoba dan mencoba menatap foto itu, usahanya tidak sia-sia setelah berulang kali mencoba ia akhirnya bisa melakukannya. Sampai ia pun tidak menyadari bahwa hari sudah semakin larut. Entah mengapa keberhasilannya ini membuatnya begitu gembira, seakan ia akhirnya mampu menapaki sebuah anak tangga dari ribuan anak tangga di atasnya. Besok pagi-pagi sekali ia akan memberitahu bibinya mengenai hal ini. Ia mengambil kertas berisi daftar-daftar yang ditulis bibinya kemarin kemudian mencoret kalimat di baris paling atas. Akhirnya ia bisa tidur dengan nyenyak karena tidak lama lagi fobianya pasti akan hilang.
Meong! entah mengapa Ico merasa seakan-akan sumber suara itu berada tepat di depan wajahnya. Ia memberanikan diri membuka kedua kelopak matanya, menantang dirinya sendiri untuk melompati beberapa daftar dan menuju ke daftar yang notabenenya sudah level yang sudah sulit. Tebakannya benar, di hadapannya kini tampak wajah seekor kucing yang ia kenal berada tepat di depannya, memenuhi seluruh penglihatan Ico seakan-akan dunia ini berubah menjadi wajah seekor kucing. Ico berusaha tenang dan tidak panik. Dalam hatinya ia berkata, Gue pasti bisa. Sugestinya kepada dirinya sendiri itu tampaknya berhasil, rasa takut yang semula menguasai Ico kini perlahan menghilang. Dengan hati-hati ia mencoba memegang kucing itu lalu memindahkan tubuh kucing itu dari atas tubuhnya. Ico mencoba bangun dari posisi terlentangnya, dan duduk sembari melihat kucing itu. Apakah itu artinya, fobianya terhadap kucing sudah hilang? Ia mencoba memastikan dengan mengelus kepala kucing itu. Entah mengapa keberaniannya begitu besar hari ini, ia tersenyum gembira ketika menyadari salah satu keinginannya berhasil ia wujudkan. Kucing itu juga terlihat senang melihat kebahagiaan yang Ico rasakan, ia berjalan melingkari tubuh Ico lalu duduk di atas pahanya. Jika Ico perhatikan makhluk ini lucu juga.
“Bi, Bibi di mana?” panggil Ico sembari menuruni tangga.
“Bibi di dapur Mas.” Terdengar jawaban bibinya dari arah dapur.
Ico segera menuju ke dapur sembari menggendong kucing itu, tidak sabar menunjukkan keberhasilannya kepada bibinya. Ketika ia sudah berada di ambang pintu dapur, ia mengangkat kucing itu tinggi-tinggi lalu mengelusnya. Tanpa perlu diberitahu pun bibi sudah tahu apa yang ingin Ico katakan. Ia mendatangi Ico lalu menjabat tangan dan menyelamatinya.
“Ico mau pelihara kucing ini aja deh Bi,” ujar Ico.
“Mas Ico keren banget, baru aja ilang fobiane sama kucing udah langsung mau dipelihara aja,” puji bibinya sembari mengacungkan jempol.
“Mulai hari ini kamu aku pelihara ya cantik, aku kasih nama kamu Ceezy,” ujar Ico pada kucing itu.
“Udah sana Mas ke sekolah nanti telat lo,” ingat bibi.
“Ico titip Izy ya Bi, nanti tolong suruh suami bibi buat beli pakan kucing ya,” pesan Ico sembari memberikan Izy kepada bibi.
“Lagi-lagi kamu nggak ngerjain tugas. Kamu mau saya kasih nilai berapa kalau kaya gini? Tugas nggak pernah ngerjain, nilai ulangan juga pas-pasan,” omel Pak Bimo.
“Ya, saya nggak tau dong Pak, Bapak mau kasih nilai saya berapa. Tapi kalau Bapak tanya, ya saya maunya nilai seratus,” jawab Ico enteng.
“Baru kemarin saya kagum sama kamu sekarang kamu udah berulah lagi. Sekarang kamu bersihin kamar mandi awas aja kalau saya liat kamu kelayapan,” ancam guru itu sembari mengelus dadanya.