Ceezyco

Dyah Afifah Palupi
Chapter #11

Gloine Cafe

Ico mengetuk pintu rumah Binar berulang kali, memang ia yang salah. Seharusnya ia mengabari Binar dulu jika ia ingin kemari. Kayaknya nggak ada di rumah deh, batin Ico. Baru saja membalikkan badannya, dirinya dikejutkan dengan kehadiran sesosok manusia absurd, Erkan.

“Gila lo, kaget tau gue,” protes Ico.

“Gitu doang kaget, jadi laki payah amat,” ejeknya.

“Ngapain lo disini?” tanya Ico.

“Oh, tadi nggak sengaja lewat sini terus liat lo gedor-gedor pintu rumah orang. Gue kan takutnya lo mau maling atau apa jadinya gue samperin aja,” terangnya.

“Heh, mana ada orang mau maling gedor-gedor pintu yang punya rumah dulu,” ujar Ico sambil menoyor kepala Erkan.

“Sakit tau kepala adek abang gituin,” ucapnya dengan manja.

“Ih ... jijik banget.” Ico menjauhkan tubuhnya dari temannya itu.

“Lagian lo ngapain dah kesini? Ini rumah siapa?” tanya Erkan penuh selidik.

“Binar,” jawab Ico singkat.

Erkan melirik buket bunga yang dipegang Ico lalu tersenyum jail, “Oh ... mau ngasih adek Binar bunga ya. Lo mau ngapain? Ngelamar dia?”

“Ya nggak lah! lama-lama tuh mulut gue sumpelin pake uang segepok juga nih,” ujar Ico mulai kehilangan kesabaran.

“Dedek mau dong Bang, disumpelin uang segepok.”

“Terserah, gue mau pulang,” kata Ico sambil berjalan menuju motornya.

“Loh, nggak jadi apelin Dedek Binar?”

“Nggak!” tegas Ico sambil menghidupkan mesin motornya.

“Loh, kok Dedek Erkan ditinggalin!” protes Erkan setengah berteriak pada Ico yang sudah menjauh.

“Nggak papa deh Dedek Erkan kan mandiri. Ih, kok gue jadi jijik sendiri ya. Bang Ico tungguin dedek dong!” seru Erkan.

Ico melirik kaca spionnya, sahabat gilanya itu ternyata masih membuntutinya. Ia tak tau mengapa Erkan tak menyalipnya saja lalu menghentikan Ico, jika ia memang ingin berbincang dengannya. Terkadang, jalan pikirannya memang sulit untuk dipahami. Terlepas dari berbagai tingkah anehnya itu, bisa dibilang Erkan adalah seorang pria sempurna yang pacarable. Selain memiliki paras yang rupawan, ia juga pandai dalam seluruh mata pelajaran. Ia selalu menduduki peringkat tiga besar sejak masih SD. Meskipun banyak wanita yang jatuh hati padanya, Erkan hanya mencintai satu wanita sejak ia masih kecil. Ia selalu bercerita tentang wanita itu pada Ico. Meski menyukai wanita itu sejak lama, ia tidak pernah berani untuk mengungkapkannya. Bahkan beberapa hari yang lalu Ico baru tahu kalau ternyata selama ini wanita itu bahkan tidak mengenal Erkan. Ico tidak pernah tahu siapa wanita beruntung yang membuat sahabatnya itu jatuh hati. Erkan tidak pernah menunjukkan fotonya, bahkan namanya saja ia tak pernah beri tahu. Tapi Ico tidak pernah memaksanya untuk menceritakan tentang siapa wanita itu, karena meskipun mereka sangat dekat namun mereka juga harus menjaga privasi satu sama lain. 

Ico akhirnya kesal karena Erkan terus menerus mengikutinya. Bahkan ketika Ico sengaja berputar-putar di sebuah bundaran, sahabatnya itu masih setia membuntutinya. Ico akhirnya memutuskan untuk menghentikan laju motornya di bawah sebuah pohon angsana. Dari belakang terdengar suara decitan rem motor. Ico menengok ke belakang dan sahabatnya itu malah nyengir tidak berdosa.

“Mas Erkan yang paling tampan dan menawan ngalahin saya, boleh nggak berhenti ngikutin saya?” pinta Ico sembari memaksakan senyumnya.

“Nggak mau ah. Gue gabut banget nih, nggak ada kerjaan.”

Lihat selengkapnya