Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, Binar baru saja keluar dari kelasnya dan hendak pergi ke kelas Ico untuk menemuinya.
“Binar!” panggil seseorang dari arah belakang. Binar menengok dan melihat Dione tengah berjalan kearahnya sambil tersenyum. Binar menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya.
“Ada apa ya Kak?” tanya Binar.
“Ada yang mau aku omongin sama kamu.”
“Tapi aku udah ditungguin sama Kak Ico.”
“Sebentar aja kok, ini semua juga buat kamu.”
“Yaudah Kakak mau ceria apa.”
“Kamu mending akhirin hubungan kamu sama Ico deh.”
“Emang kenapa?” tanya Binar tak mengerti.
“Kalian nggak boleh pacaran, karena kalian masih satu darah.”
“Maksudnya?”
“Kamu sebenernya punya kakak laki-laki yang hilang waktu dia masih kecil, dan kakak kamu itu adalah Ico.”
“Kakak nggak bohong kan?”
“Apa yang aku bilang ini kenyataan Binar. Terserah kamu mau percaya atau nggak, aku cuman mau ngasih tau kamu aja. Tapi aku berani jamin kalo apa yang aku bilang ini bener. Aku nggak tahu apa Ico udah tahu hal ini atau nggak tapi intinya kalian nggak bisa pacaran karena kalian masih ada hubungan darah.”
Binar terdiam, tidak tau harus bereaksi seperti apa. Selama ia mengenal Dione, laki-laki itu tidak pernah membohonginya. Dia mencoba tidak mempercayai kata-kata yang diucapkan oleh Dione namun di lubuk hatinya ia juga merasa sangat penasaran.
“Kalo gitu aku duluan ya,” pamit Dione.
Binar menatap kepergian laki-laki itu yang lama kelamaan hilang ditelan keramaian. Ia kemudian berjalan menelusuri koridor sekolah menuju ke kelas Ico. Terlihat laki-laki itu tengah berdiri di depan kelasnya sambil memainkan gadget-nya.
“Ya ampun tuan putri dari mana aja? Dari tadi aku telepon sama chat nggak dijawab. Aku baru mau nyamperin kamu ke kelas kamu buat mastiin kamu udah pulang apa belum.”
“Kak, ayo pulang,” ajak Binar tanpa menjawab pertanyaan dari Ico.
“Kok buru-buru banget, kenapa?” tanya Ico.
“Nggak papa kok aku cuma pengen cepet-cepet pulang aja.”