Sempurna. Mungkin itu adalah kata pertama yang muncul di pikiran orang-orang yang mengenal kehidupan sesosok Zyco Aradian. Lekukan di setiap inci wajahnya dan setiap jengkal tubuhnya adalah keindahan. Jangan tanyakan pula kekayaan yang dimiliki keluarganya. Ayahnya adalah COO( Chief Operating Officer) sebuah pertambangan minyak dan gas. Satu kali mendapatkan gaji saja ayahnya bisa membeli sebuah mobil atau sebuah rumah. Ibunya bukanlah wanita dengan gaya hidup hedonisme, yang kebanyakan akan dipilih seorang wanita dengan gaji suami selangit. Ia bekerja sebagai CEO(Chief Executive Officer) perusahaan swasta yang ternama. Masalah rupa dan harta memang Ico, panggilan akrabnya menang telak dari remaja laki-laki kebanyakan. Tapi jika untuk mengerjakan soal-soal rumit berbau angka-angka maka Ia akan menyerah sebelum menyentuh garis start. Seperti sekarang ini, deretan angka-angka dan simbol-simbol yang asing baginya tertulis jelas di depan matanya. Pak Bimo, guru pengampu pelajaran matematika itu pun tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berdecak kagum akan kemampuan muridnya yang seperti murid TK yang nyasar di SMA. Sejak satu jam yang lalu Ia hanya memandangi soal-soal itu, telunjuk tangannya ia tempelkan di dagunya seakan tengah berpikir dengan keras.
”Nggak ada gunanya kamu terus-terusan ngeliatin soal-soal itu. Mereka nggak akan mungkin jawab diri mereka sendiri. Apa kamu sedang nunggu sebuah keajaiban, sehingga otak Albert Einstein hinggap di kepalamu dan membuatmu bisa mengerjakan itu semua?” kata guru itu mencoba bersabar.
“Ya mau gimana lagi Pak saya nggak bisa ngerjainnya hehe,” jawabnya sambil cengengesan, “emangnya Bapak pernah ngajarin materi ini ya? Kok kayaknya susah amat, jangan-jangan Bapak salah kali ngasih soalnya.”
“Kamu ini sudah saya beri kesempatan malah nggak memanfaatkan dengan baik. Kalau kamu nggak bisa jawab soal-soal mudah seperti ini itu artinya kamu nggak pernah merhatiin saya waktu ngajar,” ujar guru itu mulai tersulut emosi.
“Oh ... jadi Bapak mau saya perhatiin ya. Emangnya istri Bapak kurang ngasih perhatian ke Bapak?” celetuk Ico sambil tersenyum jahil.
“Kamu udah melampaui batas interaksi sama guru ya Ico. Kalau kamu kurang berkompeten dalam bidang pelajaran, setidaknya kamu harus sopan sama guru!” marah guru itu sembari mendekati Ico.
“Udahlah Pak kaya biasa aja,” sahut Ico enteng.