"Go! Go! Igo ...!"
"Apaan sih? Lo teriak-teriak manggil gue kayak pemandu sorak aja!"
"Ebusyet! Dasar Vertigo! Abisnya lo budek, tau!" seru Malika sambil tersengal-sengal setelah berusaha mengejar Igo. "Tunggu! Gue mau ngomong!"
"Ya udah! Ngomong aja." Dengan ketus Igo menjawab sambil membatalkan niatnya membuka pintu mobil. Kemudian ia bersender di pintu Jeep-nya menunggu Kika yang hampir mendekat.
"Lo kenapa sih, chat sama telepon gue nggak dijawab? Lo masih marah?" tanya Kika setelah berada di hadapan cowok jangkung berhidung bangir itu. “Jangan bilang lo lagi cek ombak sama gue. Basi, tau!”
Igo terdiam. Matanya tertuju pada ujung sepatu sneakers yang mengorek-ngorek pasir di bawahnya.
"Jawab, dong! Jelasin semuanya ke gue, masalah lo apa sekarang? Kok malah diemin gue kayak gini?" serang Kika dengan sengit. Suaranya agak melengking namun tersendat seperti menahan tangis.
"Semua gara-gara mama lo!" jawab Igo sambil memalingkan muka.
"Kok mama gue yang disalahin? Papa lo tuh yang keganjenan!" Kika makin sengit. Matanya yang bulat bertambah lebar disertai percikan amarah.
"Tapi kalau mama lo nggak mulai, papa gue nggak bakalan ngelayanin."
Kika tak segera menjawab. Ia sibuk mengatur napasnya yang kian memburu. Ia juga berusaha mengendalikan emosinya yang menggebu. Sementara Igo masih tetap bersender dengan tak acuh.