Di layar laptop, dalam sebuah ruang obrolan di situs aplikasi pertemanan Meet-Me, untaian pesan terpampang dari sebuah akun yang masih online bernama Igo. Rosa yang biasa dipanggil Mama Ocha, langsung mengecek informasi profil cowok itu. Igo, 20 tahun, mahasiswa, Jakarta. Hanya itu informasi yang ia dapatkan. Di foto profil, wajahnya lumayan tampan dengan senyum dan sorot mata tajam namun teduh dipayungi alis tebal. Sudah tak aneh jika paras tampan atau cantik bukan jaminan jujur di abad milenial ini. Karena sudah banyak aplikasi canggih untuk mempercantik wajah seburuk apa pun.
Mama Ocha memang berniat ingin tahu apa yang selama ini putrinya lakukan di dunia maya. Ia teringat obrolan ibu-ibu pelanggan di butiknya tadi siang. Mereka bercerita tentang pergaulan remaja yang rusak setelah mengenal sosial media tanpa bimbingan orangtua. Kalau tak dijahati, pasti diberi harapan palsu. Tak jarang para gadis menjadi korban kejahatan seksual, perundungan, yang membuat hancurnya masa depan mereka. Bahkan di antaranya nekat mengakhiri hidup. Mama Ocha tak pernah memikirkan akibatnya sejauh itu. Ia merasa putrinya aman-aman saja, malah ia merasa tenang melihat Kika hanya di rumah saja, jarang bergaul di luaran yang tak jelas. Ia baru sadar bahwa selama ini tak pernah mengawasi apalagi membimbing Kika. Sebagai ibu, ia harus bertanggung jawab, apalagi Kika jauh dari papanya. Tiada lagi yang bertanggung jawab selain dirinya. Kekhawatiran demi kekhawatiran muncul setelah mencari informasi tentang dunia maya. Jahat, miris dan mengerikan. Ah, ternyata selama ini ia sudah lengah memperhatikan putri semata wayangnya yang beranjak dewasa. Ia terlalu sibuk dengan usaha butik yang dikelolanya hingga mengabaikan Kika. Janda cantik berusia 41 tahun itu tak tahu sejauh mana Kika bergaul dan siapa saja yang berteman dengannya. Selama ini Kika dianggapnya masih anak remaja kecil yang hanya bisa merengek minta uang untuk jalan-jalan, shopping, atau nonton bareng teman-temannya. Ia terlalu percaya putrinya akan baik-baik saja seperti nilai ulangannya di sekolah selama ini.
IGO: Ka, lo kemana sih, kok tadi tiba-tiba ngilang? Gue kan masih pengen ngobrol sama lo.
Mama Ocha tertegun. Sejenak ia seperti berpikir, terlihat dari dahinya yang mengerut. Lalu ia menggerakkan jemarinya di atas papan ketik.
KIKA: Menurut lo, perempuan seperti apa yang lo inginkan dalam hidup lo?
Melihat pesan yang mamanya kirimkan, sontak membuat Kika terbelalak dan panik.
"Mama! Apa-apaan, sih?" serunya sambil berusaha merebut laptop. Mamanya tak menjawab, hanya menempelkan telunjuk di bibir merahnya. Kika pun terdiam tak membantah. Sejenak hening menyelusup di antara mereka yang sama-sama menunggu balasan.
IGO: Kok tiba-tiba lo ngomong ginian. Serius banget lo, Ka! (emotikon ketawa)
KIKA: Pengen tau aja, gimana kriteria seorang perempuan yang baik di mata lo.
Kembali hening. Hanya lampu indikator yang terlihat berwarna hijau dari profil Igo.
***
Sementara itu di rumah Igo, Papa Juno, ayahnya Igo yang baru selesai mandi, menghampiri anak lelakinya sambil meraup kacang atom di samping laptop. Tak sengaja ia melirik obrolan di layar komputer lipat anaknya. Sifat usil dan genitnya kumat ketika melihat foto profil seorang gadis cantik. Kemudian ia mendorong bahu Igo untuk segera menyingkir dari kursi yang akan diambil alih. Dengan bersungut, Igo bangkit lalu pindah ke sofa depan televisi. Sebelumnya Igo berusaha meraih toples kacang, namun gagal karena dengan sigap tangan papa sudah mendekap toples itu.