"Pokoknya mulai detik ini, ya Ka. Dengar, jangan ada lagi kontak apapun dengan namanya Igo atau papanya!"
"Maa! Ralat dong, jangan detik ini. Please ... besok sore, kek!"
"Enggak ada ralat-ralatan. Kita sudah dipermalukan mereka di muka umum. Kita sudah dihina, dilecehkan, diper—"
"Tapi semua ini gara-gara Mama! Coba kalau Mama nggak kepo!" Kika menyela. Mama Ocha tak meneruskan lagi ocehannya. Ia langsung merampas laptop Kika ke kamarnya. Ia tak mau putrinya berhubungan lagi dengan kedua lelaki gila itu.
Di kamarnya, Kika termenung membayangkan kembali kejadian tadi. Ia sungguh menyesalkan semua itu. Hubungan indah yang baru saja dirajut itu terancam berantakan. Padahal bunga-bunga di dalam hatinya mulai tumbuh bermekaran.
"Kapan lagi gue bisa punya cowok kayak temen-temen gue? Gue kan pengen juga ngerasain jatuh cinta. Kencan. Selama ini Mama melarang pacaran sebelum lulus SMA. Giliran sekarang udah kuliah, dibolehin punya cowok, eh nyatanya malah lebih sadis aturannya." Kika membatin sedih.
***
Dua hari berlalu setelah pertemuan panas itu. Igo dan Kika masih menahan diri untuk tak saling mengontak. Kika takut mamanya marah, sedangkan Igo diancam papanya potong gaji apa bila masih berhubungan dengan Kika.
Papa Juno yang saat itu sedang menyiapkan sarapannya sendiri, duduk termenung di depan kompor. Ia masih tak habis pikir mengapa kesalahpahaman itu bisa terjadi. Ia hanya mengundang Kika untuk makan malam, karena ia ingin tahu gadis yang dekat dengan Igo. Tak menyangka saja yang datang malah mamanya. Ia akui bahwa keisengannyalah yang menjadi penyebab itu semua.
Diperhatikannya Igo yang selalu termenung dan semakin pendiam. Rasa iba muncul dari sifat kebapakannya. Sebenarnya ia tak tega. Apakah ia harus meminta maaf kepada mamanya Kika? Namun niatnya urung ketika sifat arogannya keluar.
"Tidak! Gue minta maaf? Enak saja. Seharusnya merekalah yang duluan minta maaf. Kan mereka yang nyerang duluan," gumamnya seraya memainkan jari-jari yang menopang dagunya.
"Boss! Omeletnya gosong tuh!" Teriakan anak buahnya membuat Papa Jun meloncat kaget.
"Lo tuh dasar, ya. Kerja nggak pernah becus! Kalau mau kasih tau itu sebelum gosong, ngerti?!" semprot Papa Jun kepada pegawainya. Yang dimaki hanya bisa menggelengkan kepala sambil mengurut dada.
***
Kontak, jangan, kontak, jangan ... Jangan! Tapi coba ajalah. Igo online nggak, ya?" gumam Kika berbicara sendiri sambil menghitung jari. Ia sudah tak tahan dengan suasana tegang dan membosankan ini. Terutama sudah tak kuasa lagi menanggung rindu. Ia kangen sama Igo.
Mata Kika terbeliak ketika warna hijau muncul dari profil Igo. Jari-jarinya langsung bergerak lincah menyusun huruf-huruf di layar monitor.
KIKA: Igooo ...!
Kika agak tegang menunggu balasan. Ia takut seandainya bukan Igo yang membuka chat-nya, tetapi papanya. Kika kembali mengetik untuk memanggil lagi.
KIKA: Go, ini lo?
Masih tak ada jawaban.
Sementara itu Igo yang baru saja mengaktifkan akunnya di Meet-Me, tertegun melihat chat yang sekonyong-konyong datang dari Kika. Ia bingung harus membalasnya atau tidak. Takutnya bukan Kika yang pegang, tetapi mamanya. Kecurigaan Igo muncul saat mengingat Kika dilarang mengontak dia lagi oleh mamanya. Tak lama kemudian pemuda berambut cepak itu berbalik menuju meja pengunjung, ketika mendengar panggilan untuk melayani.