Tengah hari itu di Kedai Jus-Jusan, Igo dan Kika sedang minum berdua dalam satu meja. Kika tampak menikmati jus salty strowbery dengan asyik menjilat-jilat garam yang menempel di bibir gelas. Sementara Igo, sibuk mengaduk-aduk mocca avocado-nya.
"Lo jorok banget, sih? Garam aja sampai dijilatin. Tau gitu, kalau lo pesan stroberi asin lagi, bekel garam sekresek dari rumah. Norak banget, tau!"
"Lo kali yang norak! Tau nggak, kenapa garamnya ditempelin di gelas bukanya diaduk sekalian?"
Igo menggeleng mendapat pertanyaan itu.
"Ya, karena itulah sensasinya. Jadi gue juga mesti nikmati sensasi kayak gini ni," imbuhnya sambil menyeruput jus dari gelas diakhiri dengan meleletkan lidah.
"Go! Beneran lo mau kita putus gara-gara orangtua kita berdamai di belakang kita?"
"Putus? Memangnya sejak kapan kita jadian?"
"Sekarang! Nggak apa-apa kan biar telat juga?"
"Halah! Tambah gak jelas aja, lo!"
Kika cengar-cengir. Dia suka banget godain Igo yang akhir-akhir ini selalu jutek. Apalagi setelah ketahuan papanya berdamai dan sering chatting dengan mamanya Kika. Ia marah kepada papanya karena merasa dibohongi. Sedangkan Kika, ia baru saja berantem dengan mamanya. Kika kecewa sekali terhadap Mama Ocha yang seolah-olah menikungnya.
"Kika ... Kika. Lo tu, di saat gue pusing mikirin pertengkaran antara gue sama papa, lo malah becandaan." Igo menggeleng-gelengkan kepala. "Bukannya lo lagi berantem juga kan, sama mama lo?"
Kika mengangkat bahu sambil berkata, "justru biar nggak nambah pusing, Igo. Lo tuh pantesan aja nama lo Vertigo. Bawaannya emang pusing mulu!"
Igo sontak meraih tisu bekas melap bibirnya, lalu dilemparkannya ke bahu Kika. Kika berhasil mengelak, kemudian terbahak.
"Gimana? Jadi, kan?" tanya Kika memastikan kembali, seraya menggerak-gerakan alisnya yang tebal.
"Apaan, sih?" jawab Igo dengan dahi berkerut menatap Kika yang masih cengar-cengir.
"Duh, ini cewek ujian banget buat gue. Seandainya saja suasana tak serumit ini, mungkin dari pertama ketemuan udah gue tembak. Gue memang suka. Tapi kini situasinya lain. Coba saja tak terjadi masalah antara kami dan orangtua," batin Igo.
"Igo! Malah ngelamun, sih?"
"Emh, i–iya ... iya! Terserah lo deh!" Akhirnya kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Igo. Ia sendiri merasa kaget, namun berusaha menguasai sikapnya ketika melihat wajah Kika yang mendadak sumringah dan berbinar. Igo tak mau merusak pemandangan indah di depan matanya itu.
"Serius? Lo beneran, kan ... kita jadian?" Dengan antusias Kika meyakinkan dirinya. Sehingga ia tak sadar menarik lengan cowok tinggi tegap namun pendiam itu, lalu menggoyang-goyangkannya.
"Tapi janji ... cukup kita aja yang tau. Nggak ada yang boleh tau, termasuk bokap gue dan nyokap lo!"
"Iya, iya, gue paham. Nggak apa-apa deh, yang penting kita udah jadian!" imbuh Kika tampak bahagia. "Jadi sementara ini kita backstreet, ya?"
Sejak hari itu, di mana sudah tercetus satu komitmen hubungan di antara keduanya, mereka terlihat sering menghabiskan waktu di sela keterbatasan yang mereka miliki. Apa saja akan dijadikan alasan untuk bisa bertemu atau terlambat pulang. Baik di saat kuliah maupun di waktu kerja, mereka saling mencuri waktu. Namun begitu, mereka aman. Tak ditemukan tanda-tanda bahwa orangtua mengetahui hubungan rahasia itu. Mereka pun sudah tak pernah lagi membuka akun Meet-Me. Sudah tak diperlukan lagi, karena Igo dan Kika sudah punya jalur chatting sendiri. Bahkan hampir tiap hari bertemu di dunia nyata.